Chapter 3

462 42 2
                                    

Pagi ini matahari begitu terik,
Sinarnya masuk melalui celah-celah bilik kamarku,
Sinar mentari itu menyilaukan mata, mataku terbuka, tapi pikiranku tertidur.

Aku terjaga semalaman, ntah mengapa aku takut. Semangatku seketika luntur, memikirkan kepergianku untuk pertama kalinya ke tempat asing seorang diri.

"Mungkin aku plin-plan, atau memang semua perempuan seperti ini?".

                               ***

Kutatap sarapan yang tersedia diatas meja, namun ibuku tak menampakkan batang hidungnya.
Tidak seperti biasanya, masih terlalu pagi untuk ibuku bekerja,
Sepertinya ibuku sedang merajuk.

Walaupun aku telah menyiapkan semuanya semalam, namun kala itu aku sarapan dengan tergesa-gesa.
Sontak, ku ikatkan tali sepatu yang pernah kupakai ketika masih sekolah. Tetap saja masih muat seperti dahulu, sepertinya masa pertumbuhanku terhenti.

Kala itu aku berjalan kaki, karena didesaku tak ada kendaraan umum untuk menuju ke terminal, yang seketika membuatku haus dan kelelahan.
Perut bagian kirikupun terasa sakit, mungkin karena aku memaksakan pergi begitu menyelesaikan sarapan.

Kulihat matahari semakin terik, namun terminal yang kutuju masih belum tampak.

"Apakah aku terlalu lambat?".

Pikirku sembari berjongkok dipinggiran jalan yang seketika membuat hatiku lega kala melihat jalan beraspal, mengartikan tujuanku akan segera sampai.

Dalam sekejap aku berdiri, kali ini aku berlari. Haus dan lelah yang kurasakan seakan telah hilang.

                          ***

Hingga akhirnya terminal bis yang ku tuju kini didepan mata. Aku terengah-engah, kala itu sinar mentari semakin terik, mungkin sebentar lagi tengah hari.

Orang-orang tampak sibuk, perlahan aku berkeliling mencari petugas yang bisa menunjukkan jalan.

"Mau kemana dik?".

Tanya seorang pria paruh baya yang sepertinya bisa ku mintai pertolongan.

"Saya mau ke kota A pak, tapi saya tidak tahu harus naik bis yang mana."

Sebenarnya aku malu dan takut, semoga saja dia bukan orang jahat.

"Oh, kalau mau ke kota A, beli tiketnya di loket sebelah sana. Setelah itu, nanti naik bis yang terparkir di bagian tenggara."

Jelas pria asing itu hingga membuatku melirik kearah yang ditunjukkan, namun mataku terfokus pada seorang pedagang air mineral.
Spontan aku menelan air liur, mengingat tenggorokanku sangat kering.

"Baik pak, terima kasih sudah menjelaskan."

Perlahan aku menuju loket dan  melewati pedagang air mineral itu, karena aku harus fokus pada tujuan utamaku.

                             ***

Hingga akhirnya aku berada didalam bis yang masih terparkir, sepertinya sedang menunggu penumpang lainnya.

Kala itu aku mencoba memejamkan mata, berharap tertidur dan sampai ke kota A ketika aku membuka mata. Namun lagi-lagi aku tidak bisa.

Cuaca disiang itu sangat panas,
debu beterbangan, tampak berbondong-bondong orang mulai memasuki bis yang sama dengan tujuanku.

Dan akhirnya terdengar suara mesin dinyalakan, itu adalah pertanda bis segera berangkat.

                            ***

Hatiku risau, teringat ibu yang tidak sempat aku berpamitan dengannya.
Dan menjadi gelisah saat memikirkan nasibku di kota nanti.

Kala itu panas tidak terasa lagi, karena bis yang ku tumpangi melewati hutan, pohon-pohon sangat tinggi, langit tidak tampak.
Udara sangat sejuk, warna hijau dimana-mana.

Aku memandang keluar melalui jendela, hatiku yang gundah kini tenang dan takjub.

Dan ntah mengapa mataku mulai mengantuk, hingga membuatku menguap. Sepertinya aku akan tertidur sekarang, mengingat semalaman suntuk hanya mataku saja yang terpejam, sementara otakku berbicara sendiri.

____________________________________

pecintasenjamu

DILAUT ITU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang