Mertuaku tidak mengatakan apa-apa setelah mendegar keluhan dari suamiku, begitupun denganku yang tak tidak membela diri.
Lagipula tak akan ada yang percaya bahwa aku tidak memiliki hubungan apa-apa dengan pria asing itu, apalagi surat itu dikirim sebelum aku menikah dengan suamiku.
"Semoga kau bahagia."
Ujar ayah mertuaku sembari menatapku dari kursi roda.
Kala itu suamiku membuang muka, ia tidak mau menoleh sedikitpun, hingga membuatku menyeringai sembari berkata.
"Akhirnya kau berhasil menyingkirkanku."
Bahkan ibu mertuaku tak menampakkan batang hidungnya, harusnya akulah yang kecewa, selama ini aku menahan diri, menyimpan perilaku putra mereka seorang diri.
***
Kini aku sudah tidak memiliki siapapun lagi, hari demi hari ku lewati hingga tak terasa setahun sudah aku kembali kedesa ini.
Pekerjaan yang dulu ibu tidak memperbolehkanku, sekarang aku bekerja disana.Mungkin seperti inilah ibuku dahulu, Sendirian dan merasa hampa.
Meski begitu aku tidak bisa menyalahkan Ayah dan Ibu mengenai perjodohanku, mungkin memang sudah takdirku hidup seperti ini.Sore itu aku duduk dipinggiran pantai, tempat dimana aku menenangkan diri setiap hatiku merasa gundah.
Ku tatap suasana yang masih seperti dulu, angin, ombak bahkan senja yang terlihat sama.Pikiranku melayang, seketika itu aku mengingat kembali pria asing yang pernah kutemui dulu ditempat ini, sulit untukku yang berusaha melupakannya.
***
Hingga kemudian aku kembali dan mengepak pakaianku, berencana menemui pria itu lagi, Mungkin sama sepertiku, dia juga menunggu.
Aku membayangkan bagaimana pertemuan kami nanti."Akankah dia bahagia, sama sepertiku?"
Mentari bersinar begitu cerah, hingga menyilaukan mataku.
Perjalanan sepuluh jam yang dejavu ini menggelitikku.Seketika tubuhku mulai bergetar dan aku merasa cemas, aku berlari kecil menuju restoran dimana aku pernah makan bersama dengan Dareen,
Ntah mengapa aku yakin dia disana.Kala itu aku mengintip dari luar jendela, seperti yang kulakukan dahulu. Dan benar saja, orang yang aku rindukan, Dia ada disana, bersama seorang wanita yang ia genggam tangannya, dan seorang anak laki-laki yang sepertinya berusia 5 tahun.
Diantara mereka tampak seorang pria paruh baya yang sangat kukenal, ia adalah Ayahku.
Seketika itu aku berlari pergi, menghindar agar tidak bertemu dengan orang-orang itu. Kini aku mengerti mengapa ayah tak datang menemuiku dan ibu.
Aku tak bisa berpikir apa-apa lagi, air matakupun tidak ada yang menetes, sepertinya tubuh ini sudah terbiasa dengan kesedihan ini.
Tanpa pikir panjang, aku menuju halte, dan kembali pulang.
***
Aku terus berlari hingga sampai ke pantai itu, ku tatap senja yang tidak pernah berubah.
Masih sama seperti kemarin dan 10 tahun lalu.
Kakiku terasa dingin menyentuh air laut, senja yang sangat indah seperti memanggilku.
Aku pungguk yang merindukan rembulan.Air yang dingin mulai menutupi seluruh tubuhku, "Ibu, kini aku akan bertemu denganmu."
____________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
DILAUT ITU [END]
Teen FictionSeandainya Aku tidak bertemu denganmu, Aku pasti bisa hidup terus seperti ini.