9

1.4K 50 5
                                    

"Ular!" Ahras berseru ketika melihat ular menggelepar tak berdaya di samping kasur Anjanie.

"Huuuuaaaaa, mana!" Anjanie bangkit dan berdiri di atas ranjangnya. Ia ketakutan setengah mati karena ia melihat ular itu masih menggelepar walau sudah bersimpah darah.

"Sudah mati." Ungkap Ahras menenangkan Anjanie.

"Mana mas, ada lagi nggak!?" Seru Anjanie yang masih ketakutan.

"Sudah kok, sudah mati!" Ucap Ahras membuang ular itu ditepi jalan.

"Ihhh,,, mas. Kita jalan aja yuk. Ini sudah hampir pagi." Ajak Anjanie yang ketakutan setengah mati. Ahras mengira juga sama. Matahari sudah menyingsing dan langit sudah membiru gelap.

"Baik, kita siap-siap." Ungkap Ahras. Anjanie turun dari kasur portable itu dan meraih beberapa perlengkapannya. Namun Ahras melihat robekan celana legging Anjanie yang kebar tetapi Anjanie belum menyadarinya. "Mbak, itu."

"Apa mas?" Tanya Anjanie heran.

Ahras dengan sopan berbalik dan melipat kasur portablenya. "Itu celananya robek. Diganti aja!"

Anjanie menoleh dan melihat celananya robek di bagian belakang. Membuat bagian bongkahan pantatnya terlihat menggoda, apalagi celana dalam merah bergaris hitam juga terlihat sebagian. "Astaga! Pasti karena terkejut tadi!" Anjanie menutupnya dengan kain.

"Mau ganti dulu?" Ungkap Ahras

"Nggak usah, nanti aja!" Ucap Anjanie yang sudah terlanjur ketakutan.

Belum genap sehari, Anjanie mengalami kejadian yang menakutkan. Pertama, ia dikejar macan akar. Dan yang kedua ia digigit ular. Namun di otaknya, itu hanyalah kebetulan belaka karena mungkin ia belum berpengalaman hidup di hutan. Tetapi, dibalik semak belukar tempat Ahras dan Anjanie menginap semalam.

Sepasang pria dan wanita berusia paruh baya muncul dari kegelapan. Mereka melihat ular yang sudah hancur kepalanya. "Apa kau yakin? Ketika mendekat Jiwamu seperti terpental ke tubuhmu?" Tanya Pria tua berambut putih seluruhnya kepada sang wanita tua.

"Ya, benar sekali. Jiwaku yang kuPaku dengan ular tadi. Seperti tak mampu untuk mendekatinya. Mataku berkunang-kunang ketika berada didekatnya. Tetapi untunglah jiwaku kembali sesaat si mahkluk terkutuk itu memukul kepalaku. Jika tidak, mungkin aku sudah tiada. "Yapang, Apa kau yakin meminum darahnya akan membuat kita hidup selamanya?" Tanya wanita yang sudah keriput itu.

"Tentu saja, ramalan itu benar. Ia sedang mencari ari-arinya. Dan sangat sulit mendekatinya. Aku juga merasakan hal yang sama ketika memaku tubuhku di macan akar. Padahal, posisinya sudah sangat strategis. Tinggal menerkamnya saja." Ungkap Pria yang dipanggil Yapang tadi. "Yang kita butuhkan hanyalah setetes darahnya sebelum ritual. Dengan begitu, aku dan kamu akan selalu bersama, selamanya!"

=====
Suara truk meraung mengikuti jalanan yang masih pagi. Anjanie masih terpikir dengan kejadian tadi. Belum lagi, celananya yang robek membuatnya tak mood. Wajah hingga tubuhnya bergidik sembari mencoba menutup bagian bawah tubuhnya.

"Mbak, maaf ya." Desis Ahras. "Karena istirahat disitu, mbak jadi kena bahaya. Tapi bener loh, selama ini aku tidur disitu sendirian nggak ada apa-apa."

"Hmn,,, mungkin demitnya ngincar aku kali." Gumam Anjanie bergurau.

"Hehehe,,, mungkin mbak terlalu cantik untuk datang kesini, jadi diincar dedemit buat dijadiin istri." Gurau Ahras.

"Hihihi, enak aja njodohin aku sama dedemit. Eh, mas. Kalau ada warung mampir dulu. Kita beli sarapan sama kopi!" Ucap Anjanie yang sudah kembali bersemangat.

"Eh, mbak suka kopi?" Tanya Ahras. Ketika berbicara kopi, Ahras teringat dengan sosok yang pertama kali membuatnya jatuh cinta. Sosok dengan buah dada mengkal dan tubuh seksi gemulai. Tubuh yang memuaskan dahaganya di masa lampau. Ya,,, Ahras teringat Saras. Ia ikut bersama Ahras ke kebun kopi ketika melarikan diri dari Ardaka.

"Hmn,,," Anjanie mengangguk.

Cukup lama mereka berjalan. Mereka menemukan sebuah perkampungan di tengah lahan perkebunan sawit. Disana terdapat asrama untuk para pekerja. Ahras berhenti dan menemukan warung disana. Ketika menoleh, ia melihat Anjanie sudah tertidur pulas. Ahras merasa kasian ketika ingin membangunkannya, sehingga ia turun sendirian dan memesan makanan untuknya.

Sesaat ketika Ahras turun. Smartphone Ahras berbunyi. "Uhhh,,, siapa lagi ini!" Keluhnya. Ternyata Melanie menelpon.

Dengan ragu, Ahras membuka telponnya dan menjauh dari truk agar tak terdengar oleh siapapun. "Ha—halo yang." Tanyanya.

"Apakah sudah dihabisi. Kamu buang kemana mayatnya. Pastikan tak meninggalkan jejak!" Melanie langsung mencecar Ahras.

"Mnnn,,, ada yang aneh dengan dirinya?" Ahras berbisik.

"Jangan bilang dia masih hidup, dan akan membawanya kemari." Ungkap Melanie.

"Ya terus mau dibawa kemana lagi?" Ahras sudah buntu akal. "Biar aku sedikit jelaskan, ada sesuatu yang aneh semalam."

"Sesuatu yang gimana!? Apa kamu tak tega membunuhnya?" Geram Melanie di ujung panggilan.

"Coba tanyakan pada Sinta, apa yang terjadi. Aku sudah berubah dan ingin membunuhnya. Namun seketika tubuhku melemah dan kembali ke asal. Seakan ada sesuatu yang membentengi tubuhnya. Apa dia mengenakan jimat, atau entah apapun itu? Aku tak tahu, dan aku berbicara apa adanya. Jika kamu tak percaya, lihat sendiri nanti. Toh, dihabisi di jalan atau dirumah juga sama saja. Kita memang selalu lari dari perputaran di dunia ini." Ucapan Ahras seakan menjelaskan bahwa dia tak berbohong kepada Melanie.

"Ta—tapi tak mungkinkan. Kalau ia kemari,,, nanti,,," Melanie terbata karena perkataan Ahras ada benarnya. "Dengar, perkebunan ini adalah harta kita satu-satunya. Kita sudah meninggalkan begitu saja harta-harta yang telah lampau."

"Lanie sayangku," Ahras berbicara dengan nada serius. "Sesulit apapun keadaannya, daridulu kita tetap bersama, baik suka maupun duka, baik kaya maupun miskin. Tak pelak aku memilihmu, dan kamu memilihku. Semua itu sesuai ikatan takdir. Jadi kamu tak perlu khawatir. Kita pasti akan melewati ini semua."

"Ya sudahlah, aku juga pulang hari ini, nanti setelah sampai dirumah. Ngomong aja itu rumah pak Syarif. Pak Syarif lagi pergi. Mungkin dua hari lagi aku akan sampai!" Hati Melanie luluh karena pernyataan Ahras.

"Haaa,,, dua hari. Lama banget!" Keluh Ahras.

"Emangnya kenapa? Aku lelah begadang semalaman." Ucap Melanie yang masih di pulau Jawa.

"Terus aku main sama siapa nanti malam!? Udah nggak tahan nih!" Seru Ahras meminta jatah kepada istrinya.

"Main aja sama dia!" Hujat Melanie yang tergoda oleh Ahras yang selalu bersemangat dalam hal gituan.

"Haaa,,, boleh apa?" Goda Ahras memohon ijin.

"Boleh-boleh aja, tapi nanti setelah pulang kupotong burungmu itu, lalu kukasih makan ke ikan Koi dirumah! Mau nggak?" Geram Melanie karena merasa dipermainkan. Ahras sedikit ngilu ketika mendengar perkataan Melanie itu.

Saklawase II : Orang-orang yang hidup selamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang