Enam

4.2K 298 4
                                    

Maaf banget kemarin aku gak update, soalnya ada kegiatan di kampus. Ditambah lagi aku ikut organisasi di luar kampus, jadinya malah menomor duakan Dirga 😭☝🏼

.
.
.
.

Selamat membaca 💐

.
.

Hari sudah malam, bahkan ini tengah malam. Oh, ini juga malam Minggu. Dirga pergi sejak pagi tadi, menjadi guide untuk seorang anak pejabat yang kebetulan sedang ingin berkeliling Yogyakarta. Hanya itu yang Dirga katakan saat akan berangkat, tidak memberitahu apakah orang itu laki-laki atau perempuan.

Oh, bahkan bisa saja masih gadis yang sebaya dengan kami.

Bibit overthinking mulai tumbuh.

Karena itulah, aku belum bisa tidur sampai saat ini. Dirga tak kunjung membalas pesanku yang bertanya kapan dia pulang. Ingin menelepon juga rasanya tidak berpengaruh. Pesan yang aku kirim sejak tadi masih centang satu. Aku juga tidak memiliki pulsa jika ingin menghubungi dengan panggilan biasa.

Aku turun dari ranjang dan mengambil cardigan, memilih untuk menunggu Dirga di teras. Eh, jangan, di ruang tamu saja.

Baru lima belas menit menonton tayangan entah apa ini, ada suara motor berhenti di halaman. Tak lama setelahnya pintu depan terbuka. "Loh, Na? Kok belum tidur? Kebangun ya?"

Aku hanya diam, sembari menunggu Dirga selesai memarkirkan motor di ruang tamu yang tak seberapa luas ini. "Kamu nungguin aku, Na?"

"Kamu malam banget pulangnya." Ini bukanlah jawaban yang nyambung.

"Maaf ya, aku baru pulang." Dirga melepas jaketnya dan melangkah ke belakang. Dia mandi sebentar, lalu masuk kamar. Sedangkan aku masih duduk manis di ruang tamu.

Kok perasanku tidak enak ya?

"Ga?" Aku menyusul Dirga ke kamar, dia sudah duduk di kasur, mengeringkan rambutnya. Tidak biasanya mandi malam sampai keramas. Overthinking malah semakin menjadi-jadi.

Aku menyipitkan mata. "Ada yang kamu sembunyiin dari aku, Ga?"

Dirga terdiam sebentar, lalu menggeleng. "Ayo tidur, udah jam setengah dua."

"Kamu kenapa baru pulang?" tanyaku, masih berdiri di depannya.

"Tidur, ya?" Dirga meraih tanganku agar berbaring. "Istirahat, jangan bergadang."

"Yang tadi cewek?"

"Iya."

Aku menahan napas. "Main kemana sampai tengah malam begini?"

Dirga meletakkan handuknya di kasur, lalu menatapku. "Sorry, Na, tadi aku juga kumpul-kumpul bareng teman. Selesai antar dia sebenarnya sore, tapi aku main dulu sama teman sesama guide."

"Kemana?"

Dirga tidak menjawab, dia malah menyimpan handuknya lalu berbaring. Memejamkan matanya, seolah tak ada apa-apa.

"Dirga, kamu belum jawab," desakku. Mengguncang bahunya agar kembali membuka mata.

"Udah malam."

"Itu kamu tau kalau ini udah malam dan kenapa kamu baru pulang bahkan enggak ngasih tau aku kalau bakalan pulang selarut ini," cercaku.

"Na ...."

"Tinggal jawab jujur apa susahnya, sih, Ga? Aku nungguin kamu sejak tadi, aku bingung harus hubungi siapa karena kamu dichat enggak aktif. Enggak pernah kamu pulang hampir pagi begini kecuali sebelumnya bilang dulu ke aku. Bahkan ini kamu pergi sejak pagi tadi, Ga. Kalau pergi sejak sore, aku maklumi. Tapi ini?"

Teras RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang