Tiga belas

3.3K 220 3
                                    

Ketemu lagi sama Maz Dirga, eaaaaa

.
.
.

Arsya ngereog lagi. Bahkan sampai guling-guling di kasur dan membuang dot susunya. Diberi susu secara langsung kok aku dipukul, dipindah ke dot kok malah dibuang. Jadi serba salah. Tenaga anaknya Dirga memang luar biasa, aku sampai pura-pura menangis tadi, karena Arsya memukul dadaku karena menolak disusui.

Aku mengambil dot tadi dan menatap Arsya yang entah ingin apa. Sudah sejam rewel serba salah seperti ini. Kan aku jadi bingung, tidak tau harus bagaimana. Akhirnya aku mengambil ponsel dan menghubungi Dirga. Semoga diangkat, pagi tadi Dirga minta izin pergi main bersama teman-temannya.

"Kok gak diangkat, sih?!"

Lagi. Terus kucoba sampai sepuluh kali. Tapi hasilnya sama, tidak diangkat padahal berdering.

"Bukk." Arsya sudah duduk dan mengucek matanya.

"Udah selesai nangisnya? Kamu mau apa, sih, Mas? Ibu bingung, loh. Yang gulingnya dibuang, tuh, punya Bapak, bukan gulingmu. Kok kamu yang rewel serba salah gini pas diminta tidur siang."

"Tuuu."

Aku menatap sekeliling, mencari tau sekiranya apa yang Arsya tunjuk. "Apa, Mas?"

"Buk, tu."

"Itu apa? Ibu gak tau."

Menangis lagi, kali ini sampai muter-muter seperti gangsing. Untung ranjangku sudah ditambahi pengaman di setiap sisinya, bahaya kalau anaknya Dirga sampai jatuh dari kasur.

"Buk!" Kali ini Arsya sampai menjerit.

Allahuakbar.

Enggak versi kiloan, enggak versi sachetan, bikin bingung semua.

"Tu."

Terus saja Arsya menangis sambil menunjuk-nunjuk meja rias. Dengan kesal aku mengambil semua benda di sana, lalu kuletakkan di kasur. Seketika Arsya diam, berpindah berbaring di atas kosmetik dan skincare tadi. "Emimi, Buk."

"Mimi? Ini." Aku mengembalikan dot tadi pada pemiliknya, langsung anteng.

Lah?

Jadi dia ingin tidur bersama benda-benda itu?

"Mas Arsya mau bobok sama bedaknya Ibu?" tanyaku. Dan langsung diangguki oleh Arsya.

Subhanallah, anaknya Dirga random sekali.

"He-he." Arsya malah cengar-cengir sendiri. Langsung saja aku ikut berbaring dan memeluk Arsya dengan gemas. "Kirain kamu kenapa, ternyata mau tidur sama bedak."

Arsya kembali tertawa dan mengusap-usap wajahku dengan tangan kecilnya. Dirga memperkenalkan benda-benda kosmetik itu sebagai bedak pada Arsya, katanya sama seperti bedak wangi milik anak itu.

"Kok sepi?"

"Apak!" Aku mengaduh saat Arsya melempar botolnya ke dahiku dan langsung duduk, merentangkan tangannya.

"Baru bangun atau mau bobok nih?" Aku langsung duduk saat mendengar suara Dirga.

"Nun."

"Baru bangun? Iya."

"Yayayaya." Arsya kembali tertawa saat berada di gendongan Dirga.

"Baru mau tidur, rewel tadi, nangis guling-guling minta tidur sama ini," tunjukku pada kasur yang dipenuhi isi meja rias.

Dirga yang mendengar ceritaku langsung tertawa. "Katanya, Bapak dulu kalau bobok siang harus sambil pegang ayam."

Lah? "Pegang ayam beneran? Ayam hidup?"

Teras RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang