3

702 118 12
                                    

 vote dulu sebelum baca

....

Kata-kata Fia kembali terngiang, gadis itu setuju mempercepat proses lamaran dengan satu syarat; mampukah Abie memenuhi syarat tersebut?

Ini bukan jebakan tapi tantangan yang menurutnya berlebihan, selama ini dia sudah membuktikan perasaannya dan Abie sendiri yakin tidak akan menduakan cintanya. Kenapa ada syarat seperti itu?

"Kenapa menatapku terus, tenang saja prosesnya udah jalan 40%." Alma meneguk teh-nya menemani sore yang santai, ia juga membuatkannya untuk Abie.

"Lagi mikir, setelah nikah nanti aku masih boleh main ke sini enggak."

Kekehan khas Alma selalu disukai Abie.

"Bolehlah kalau kalian luang."

Abie tidak yakin akankah terulang kebersamannya dengan sang sahabat? Ada atau tidak waktu luang Fia tidak akan mau diajak ke sini.

Pilihan yang menurut Fia wajar namun jujur memberatkan Abie, tapi ia tak berdaya karena hanya gadis itu yang diinginkannya.

"Eum...."

"Fia harus melihat dekor lamaran, kapan mau diajak?"

"Nanti aku bicarakan, sekarang lagi sibuk ngejar dospem."

Alma mengangguk. "Semoga dia suka, kalau keberatannya mendekati hari H aku lepas tangan." karena Alma sudah menyuruh Abie membawa Fia ke tempat lamaran setidaknya tahu konsep acara nantinya.

Getar ponsel di meja sedikit menarik perhatian Abie, apalagi ketika pria itu melihat Alma hanya menoleh sekilas pada layar yang menyala selama sepuluh detik tanpa ada keinginan untuk membuka pesan yang masuk tesebut.

"Enggak penting ya?"

Tanpa menoleh pada Abie wanita itu bergumam, "Eum."

"Chandra?"

Setiap nama itu disebut otomatis Abie akan melihat gelagat salah tingkah sang sahabat.

"Sudah berapa tahun di gantung, enggak kasian?"

Senyum Alma mekar. "Entah mahar yang seperti apa sedang dikumpulkan." 

Iya, Chandra Septian; kakak kelas yang ditaksir saat Alma masih kuliah, sama-sama suka namun tak ada hubungan yang berjalan karena Alma tak menginginkan komitmen palsu alias pacaran. Abie tahu kisah tak kesampaian itu.

"Jalanin sebentar, langsung gas ke tahap serius."

Alma tertawa. "Indah memang rencana kita, kalau sakit nanti gimana?"

Alma bukan pengecut yang tak berani menghadapi kecewa, ia hanya menghindar dari satu hal yang tidak mampu dilakukannya.

Sendiri begini lebih nyaman, tak melibatkan hati soal apapun dan wanita itu menikmati waktunya sekarang.

"Berumahtangga juga ada sakitnya, tidak selalu mulus. Itu yang kita lihat dari orang sekeliling kita."

Alma tak membantah, apa yang dikatakan sahabatnya ada benarnya. Cuma setidaknya dia sudah menyiapkan diri menghadapi kecewa nanti bukan sekarang.

"Untuk sekarang aku belum siap, kalaupun siap bukan hubungan tidak jelas." maunya langsung akad.

Abie pernah membayangkan dia dan sahabatnya akan duduk bersama pasangan masing-masing di pelaminan, angan yang konyol kata Alma kala itu.

"Udah, aku beresin kamu dulu. Kalau waktunya tepat aku nyusul."

Sekali saja tak pernah Abie melihat Alma tak bersemangat. Kecil prasangka buruknya, wanita itu sering menganggap dan memandang dengan positif semua hal yang terjadi. Terbukti energi Alma penuh dengan aura bagus.

Jejak DosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang