9

365 61 1
                                    

 Senandung yang didendangkan indah ditujukan untuk wanita pujaan, sempat mendapat perhatian si wanita tapi hanya sesaat karena seorang pria telah duduk di sampingnya dan merenggut sepenuhnya perhatian wanita tersebut.

Apa yang mereka bicarakan? Tak ada senyum meski sepintas, raut tenang namun memancarkan sekelumit gelisah. Mereka memang pernah berteman lalu keadaan yang membuat mereka tak bisa bersama-sama lagi, ada tanya yang ingin disampaikan Tama tapi....

"Aku tidak tahu kalau suaramu sebagus itu."

Raut Alma tulus mengatakannya, tapi Tama masih bertanya apakah wanita itu mendengar syair yang didendangkan khusus untuknya?

Inginnya Alma menikmati setiap bait yang terlalu, dendang itu milik Alma namun sepertinya karena seseorang Alma tidak begitu menikmati.

"Pujianmu membuatku melayang." senyum lebar Tama menyembunyikan kegusarannya pada sikap Alma beberapa saat lalu.

"Aku lihat Abie tadi, ke mana dia?" tanya Tama sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan tersebut.

"Cuma mampir tadi, ke bawah mungkin." iya, karena Alma tidak melihat lagi laki-laki itu di sekitarnya mungkin saja Abie pulang lebih dulu.

"Sudah ada yang diprioritaskan, jadi ya begini. Nggak bisa lama-lama kalau nggak ngajak pasangan. Kita kapan?"

Kekehan manis sebagai jawaban dari Alma dan Tama tak mengulik lebih dalam meskipun penasaran apa yang dibicarakan sepasang mantan sahabat, beberapa saat lalu.

Alma memikirkan kalimat Tama barusan. Ia juga sudah memiliki sang putri sebagai prioritasnya namun karena sebuah alasan belum bisa mengajaknya bersama.

Senyum terbit, tatapan Tama tak disadari Alma.

Jika tadi raut itu begitu datar kenapa setelah Abie pergi dia malah tersenyum?

******

Satu jam perjalanan Alma tiba di rumah, sudah terlalu larut menyapa sang putri. Ia hanya masuk untuk mencium gadis kecilnya; Fadia Azmina dan kembali ke kamar untuk mengistirahatkan tubuh yang lelah setelah berpesta semalaman dengan rekan-rekannya.

"Maaf merepotkan Mama."

"Bagaimana acaranya, kamu bersenang-senang?" mama tidak merasa direpotkan dengan cucunya.

Senyum lebar Alma meyakinkan mama bahwa dirinya bersenang-senang di acara reuni tadi.

"Baguslah kalau begitu," ucap mama. "Istirahatlah, Mama yang temani Mina."

Alma mengangguk dan meninggalkan ibunya di sana sementara dia kembali ke kamar. 

Tidak langsung membersihkan diri, Alma mematut diri di depan cermin. Terpikirkan satu hal tentang dia, manakala hati tidak tersentuh sama sekali namun ikatan batin itu sudah lebih dulu terjalin. Harusnya Alma tidak gelisah pada sesuatu yang telah diyakininya tidak akan menjadi masalah, tapi malam itu ada bisikan kecil tentang dua orang yang terikat tanpa kesengajaan.

Kedua orang itu tidak mirip, adalah keyakinan yang kuat bahwa rahasia kehadiran Mina tidak akan terkuak. Lalu ada apa dengan pikirannya setelah pertemuan beberapa jam yang lalu?

Jarum jam sudah menyentuh angka dua dan Alma masih berkutat dengan isi kepalanya. Sedang menimbang, apakah pilihan yang tepat dia kembali ke Indonesia? Kenapa tidak terpikir sebelumnya akan ada kegelisahan semacam ini.

Membuka ponsel karena denting pertanda pesan masuk. Salah satu rekannya yang mengirim beberapa foto kebersamaan mereka saat hari ini beberapa jam lalu. 

Jejak DosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang