Sudah hampir dua minggu Zenaya berkerja part time. Cukup melelahkan, tapi ia menikmatinya. Zenaya masih tinggal bersama Reindra dan Raika, itupun karena paksaan dari kakaknya.
Zenaya juga tidak bertemu dengan Reindra semenjak mamah papahnya datang ke rumah. Ia bertanya kepada kak Raika, tapi responnya mengecewakan.
Karena pekerjaannya sudah selesai Zenaya berpamitan kepada rekan kerjanya– Mona. Mona teman pertama Zenaya, Cukup ramah dan sangat baik yang membuat Zenaya nyaman.
Mona bekerja karena keadaan ekonominya tidak seberuntung dirinya, ia hanya tamatan SMP karena saat itu keadaan ekonomi keluarga Mona tidak baik-baik saja. Modal nekat dan juga skill yang Mona punya akhirnya bisa bekerja di cafe ini.
"Mona kamu pulang sama siapa? Mau aku anterin?" Tawar Zenaya.
Mona menggeleng. "Aku di jemput sama temen." Ucap Mona tersenyum malu.
Zenaya menatap Mona curiga. Lalu tersenyum jahil. "Ciee, di jemput siapa, tuh."
Muka Mona memerah malu. "Ih, kamu apaan sih. Cuman teman doang, kebetulan nawarin aja. Aku duluan, ya. Itu temen aku udah jemput." Kata Mona berpamitan kepada Zenaya.
"Iya, hati-hati."
Setelah menunggu Mona di jemput dengan temannya. Zenaya memesan ojol untuk mengantatkan dirinya pulang ke rumah.
Hampir lima belas menit, tetapi belum datang juga. Sudah ia chat tapi tidak ada balasan. Zenaya agak resah, karena ini sudah agak malam. Terpaksa ia memberi kabar kepada Reindra untuk menjemput dirinya.
Rein 🤌
Reindra, bisa tolong jemput aku? Aku udah mesen ojol, tapi belum dateng dari tadi. Aku takut 😵Reindra tidak kunjung membalas pesannya. Zenaya semakin resah, ia melihat segerombolan laki-laki yang agak menyeramkan.
Kak Raika 🌷
Kak Raika, boleh minta tolong ke Reindra untuk jemput aku?Aku takut, di sini banyak laki-laki yang udah liatin aku.
Kak, aku takut.
Kak bales pesan aku, please.
Zenaya berlari tidak menentu arahnya, ia tidak terlalu daerah sini. Tapi yang pasti, Zenaya saat ini ada di sekitaran pemukiman warga.
Dengan cepat Zenaya memghampiri bapak-bapak yang sedang ronda malam. Zenaya menarik nafasnya dengan rakus, ia lelah sekali di kejar-kejar seperti dirinya seorang maling.
"Ada apa, neng?" Kata bapak dengan kaos hitam. Zenaya tersenyum ke arah bapak itu.
"Tadi saya abis di kejar kaya maling sama laki-laki. Tampangnya serem makannya saya lari ke sini, maaf ya, pak. Saya ganggu waktu ronda malam bapak-bapak."
"Nggak apa-apa, neng. Di sini emang agak rawan begal. Neng, abis dari mana malam-malam gini keluar? Bahaya, apalagi neng perempuan bisi di apa-apain."
"Saya abis kerja, pak. Lumayam buat tambahan jajan." Ucap Zenaya tersenyum ramah. "Kalau saya nunggu sampai teman saya datang boleh?"
"Boleh atuh, neng."
Zenaya mengobrol panjang lebar dengan bapak-bapak ronda. Berbagi cerita satu sama lain, mereka sudah seperti teman lama yang baru di pertemukan hari ini.
Kak Raika🌷
Kamu masih di cafe? Biar kakak aja yang jemputTunggu di sana jangan kemana-mana
Zenaya membagikan lokasinya. Setelah beberapa menit menunggu, Raika datang dengan wajah paniknya.
"Kamu nggak apa-apa? Ada yang luka? Ada yang sakit? Maaf kakak ada urusan dan nggak megang handphone jadi nggak tau kalau kamu ngechat kakak. Kebetulan Reindra juga ketemu sama seseorang," Jelas Raika yang di angguki Zenaya.
"Nggak masalah, Zenaya ngerti kalau kakak banyak urusan. Maaf kalau Zenaya ngerepotin kakak."
"Nggak ngerepotin, kok. Udah kita pulang sekarang." Perintah Raika, ia menatap bapak-bapak yang ada di sana. "Bapak terima kasih udah jagain adik saya, ini saya ada sedikit rezeki. Mohon di terima, ya. Sebagai ucapan terima kasih udah jagain adik saya, lumayan pak, buat bikin kopi."
"Alhamdulillah, makasih, ya, neng. Semoga rezekinya di ganti lebih dari ini." Ucap bapak-bapak yang mengenakan sarung.
"Aamiin, kami pamit, pak."
✨✨
Setelah melewati perjalanan yang melelahkan rasanya tubuh Zenaya butuh istirahat dan mandi. Sebelum itu Raika sudah memanggil dirinya.
"Zenaya, sini." Suruh Raika. Ia menyuruh Zenaya untuk duduk di sebelahnya. Zenaya menyirit alisnya bingung, ada apa dengan kakaknya?
"Kakak ada kerjaan yang mengharuskan kakak pergi keluar kota selama beberapa hari, kamu nggak masalah tinggal di sini sama Reindra? Nggak bakal tinggal berdua, nanti orang tua kakak pulang, kok. Kamu nggak masalah?" Tanya Raika menunggu respon Zenaya.
Zenaya diam. Bingung harus bagaimana, ingin melarang tapi bukan haknya. Raika juga keluar kota untu bekerja, ia merasa bersalah karena membuat Raika banyak bolos dari kerjaan gara-gara dirinya.
Zenaya tersenyum ke arah Raika. "Nggak apa-apa, lagian aku ngapain harus ngelarang kakak pergi ke mana-mana? Maaf selama di sini aku ngerepotin kakak."
Raika memeluk Zenaya erat. Ia merasakan Zenaya membalas pelukannya, "Maaf kalau kakak selama ini punya salah sama kamu." Raika melepaskan pelukannya dan menatap Zenaya dengan tatapan lembutnya. Tatapan seorang kakak yang khawatir adiknya terluka.
"Kenapa kakak minta maaf? Harusnya Zenaya yang minta maaf, udah ngerepotin kakak selama ini. Belum lagi kakak baik banget sama Zenaya. Makasih dan maaf." Zenaya membalas tatapn Raika dengan perasaan yang tidak menentu.
"Ini kenapa kita jadi drama banget." Ucap Raika mengelap air matanya yang tiba-tiba turum. Sebenarnya Raika berusaha untuk tidak mengeluarkan air mata, rasanya malu jika menangis di lihat orang yang lebih muda.
"Udah sekarang kamu tidur. Besok libur bukan? Gimana kalau kita jalan-jalan sebelum kakak pergi?"
✨✨
Dua jam lamanya, Raika dan Zenaya mengelilingi mall. Tapi tidak ada yang cocok dengan Zenaya dan Raik, yang akhirnya mereka memutuskan untuk makan siang di restoran lumayan mewah.
"Kak, makasih udah ajak Zenaya jalan-jalan keliling mall." Ucap Zenaya terkekeh geli.
Raika melihat ke arah Zenaya dengan rasa bersalah. "Maaf, kakak bikin kamu capek. Kakak lupa kamu nggak terbiasa buat keliling mall."
"Zenaya nggak apa-apa, kok. Zenaya malah seneng, jarang-jarangkan Zenaya kaya gini." Zenaya menatap wajah Raika yang sedari tadi resah. "Kenapa, kak?"
Raika menormalkan ekspresinya. "Nggak kok, kakak nunggu paket dateng." Jawab Raika asal.
"Maaf, kakak nggak bisa belanjain kamu banyak, keuangannya lagi agak bermasalah." Lirih Raika.
Zenaya jadi merasa bersalah. Ia menundukkan kepalanya dan memainkan jarinya hingga memerah. "Harusnya Zenaya yang minta maaf, selama ini Zenaya selalu ngerepotin kakak. Nanti Zenaya mau ijin pamit dari rumah kakak dan Reindra, nggak apa-apakan?" Tanya Zenaya hati-hati.
"Nggak usah, mending kamu tinggal aja di sama sekalian temenin Reindra. Nggak usah mikirin yang lain, mending fokus mikirin sekolah dulu."
"Makasih, kak. Tapi Zenaya nggak bakal janji buat tinggal di rumah kakak." Ucap Reindra di lanjukan dalam hati.
Zenaya tidak ingin Raika semakin memaksanya untuk tinggal bersama mereka. Karena Zenaya tahu diri.
––––––––🌸🌸––––––––
-🦋 BATAS HALU 🦋-
Updatee lagiiii😍😍😍
KAMU SEDANG MEMBACA
SORRY, IT'S MY FAULT
Teen Fiction[STORY 2] Kisah seorang Zenaya yang di jauhi oleh orang sekitarnya. Dia tidak tahu kenapa orang-orang menjauhi dirinya. Hingga suatu hari, Zenaya merasa benar-benar merasa bersalah karena mengetahui sebuah fakta yang menyakiti dirinya dan juga ora...