SIMF: PART 7

7 2 0
                                    

"Kak Deno nggak sengaja mukul." Kata Zenaya berusaha menahan gugup.

"Bohong. Gue tau kakak lo marah, bukan nggak sengaja. Mustahil kalau kakak lo nggak sengaja." Ketus Farah. Perkataannya menyakitkan, tapi itu memang kenyataannya.

"Iya, Farah bener." Kata Zenaya menundukkan kepalanya. Farah yang melihat reaksi Zenaya merasa bersalah. "Sorry."

"Nggak apa-apa. Zenaya udah biasa, lagian omongan Farah bener, kok. Zenaya aja yang terlalu baper. Yaudah, Zenaya pamit pulang dulu. Farah hati-hati kalau mau pulang."

Mendengar omongan Zenaya membuatnya menjadi semakin bersalah. "Maaf, Zenaya lagi-lagi gue nyakitin lo."

✨✨

Sesampainya di rumah ia melihat kakaknya yang sudah menatapnya tajam.

"Udah ngadu ke siapa aja hari ini? Ke temen yang nggak nganggap lo? Atau cowok yang lo suka, tapi ternyata suka sama cewe lain?" Hina Deno.

Dahi Zenaya berkerut. "Kakak, ngomong apa sih? Kakak kenapa? Kakak sakit?"

Pertanyaan Zenaya tentu menyulut emosi Deno. Ia menarik lengan Zenaya dengan kasar. Ringisannya bahkan tidak di dengar. Deno seakan gelap mata. Bahkan lebih parah seperti kemarin.

Belum sampai tangannya memukul Zenaya, tiba-tiba Reindra datang menahan lengan Deno. Raika memukul pipi Deno dengan keras.

"Lo lupa sama apa yang gue ucapin kemarin? Tanpa persetujuan lo hari ini gue mau bawa Zenaya pergi." Desis Raika. Ia benar-benar emosi melihat kelakuan pacarnya yang bisa di katakan sangat gila. "Satu lagi, kita putus aja. Gue nggak mau punya pacar tukang pukul kaya lo." Sambung Raika.

Ucapan Raika semakin menyulut api dalam dirinya. Deno menatap tajam ke arah Zenaya. Reindra yang mengerti tatapan Deno memukul hingga wajah Deno lebam dan darah yang keluar dari sudut bibirnya.

"Berani lo nyentuh Zenaya berarti lo berurusan sama keluarga gue. Bukannya gue udah ngasih peringatan ke lo? Bahkan kakak gue udah ngasih tau lo, tapi lo nggak denger? Bener-bener bego sampai ke tulang-tulang." Decak Reindra.

"Raika kakak lo?" Tanya Deno wajahnya bahkan menunjukkan keterkejutan.

Reindra tersenyum sinis. "Kenapa? Kaget?" Kekehnya. Reindra menepuk bahu Deno. "Gue bawa Zenaya, jangan nyesel."

Deno menatap kepergian mereka dengan pandangan yang sulit di artikan.

✨✨

"kamu nggak apa-apa? Ada yang sakit atau luka? Kakak kamu ngapain aja ke kamu?" Tanya Raika beruntun.

Zenaya tersenyum menenangkan. "Aku nggak apa-apa kok. Makasih udah tolongin aku. Maaf juga ngerepotin, padahal aku nggak masalah kalau tinggal di sana. Kasian kakak di tinggal sendirian."

"Udah nggak usah kasianin kakak kamu yang kaya gitu, mending kamu kasianin diri kamu sendiri. Udah ya, nggak usah terlalu di pikirin. Sekarang kamu istirahat aja, besok harus sekolah bukan?" Ucap Raika mengelus rambut Zenaya dengan lembut.

"Makasih, ya, kak. Aku terharu ternyata masih ada yang peduli sama aku." Lirih Zenaya.

Raika melihat tatapan kosong Zenaya. Ia masih heran mengapa orang di sekitarnya masih menyalahkan gadis malang ini?

"Ada banyak yang masih peduli sama kamu, cuman kehalang gengsi aja. Udah sekarang tidur, ya? Selamat malam Zenaya, semoga mimpi indah." Ucap Raika dengan senyum yang sangat tulus. Zenaya membalas senyuman Raika tidak kalah tulus.

"Selamat malam juga, kak."

✨✨

"kamu masih gengsi? Sampai kapan? Sampai Zenaya udah nggak ada? Kakak udah bilang Zenaya nggak salah." Sarkas Raika. Ia menatap tajam Reindra yang terdiam. Terlihat enggan menanggapi sarannya.

Raika menghela nafasnya kasar. "Udahlah kakak capek ngurusin orang yang gengsinya setinggi langit."

Reindra masih terdiam merenungi ucapan kakaknya. Sebenarnya ia juga tidak ingin, tapi hatinya berkata sebaliknya. Hati dan otaknya tidak sejalan dengan keinginannya.

––––––––🌸🌸––––––––
- 🦋 BATAS HALU 🦋 -

SORRY, IT'S MY FAULTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang