SIMF: PART 15

6 2 0
                                    

Akibat kejadian kemarin Wiwik, Vine dan Cay tidak mau menyapa Zenaya. Sudah banyak hal ia tawarkan, tapi tidak ada yang berhasil. Jadinya, ia juga menyerah membujuk mereka.

Zenaya sudah meminta ijin kepada atasan tempatnya bekerja, untungnya di perbolehkan. Ia melihat anak-anak panti yang asik bermain, terlihat sangat menyenangkan. Rasanya ingin kembali ke masa kecil.

Ia melihat Wiwik berjalan ke arahnya, Zenaya yang tau maksud Wiwik pura-pura tidak melihat. Wiwik menoel tangan Zenaya. "Kak Aya."

Zenaya mendengar suara isak tangis dari Wiwik, ia segera memeluknya. "Wiwik kenapa? Wiwik sakit? Luka atau gimana? Sini cerita sama Kak Aya." Ucapan Zenaya membuat Wiwik semakin menangis.

"Maafin Wiwik. Wiwik nggak bisa marahan lama-lama sama kak Aya, Wiwik tau Wiwik salah sama kak Aya." Isak Wiwik semakin mengeratkan pelukannya.

Zenaya menatap Wiwik dan mengusap air matanya, "kakak pikirin dulu, gimana?" Canda Zenaya yang membuat Wiwik semakin menangis.

"Kakak bercanda doang, maaf, ya?" Ucap Zenaya sambil mengusap air mata Wiwik yang masih saja turun.

Wiwik mengangguk lucu. "Wiwik boleh minta ice cream? Kata kakak kemarin bakal jajanin Wiwik kalau Wiwik minta maaf dan mengakui kesalahan." Ucap Wiwik polos.

Zenaya menepuk jidatnya. "Maksud kakak, bukan gitu Wiwik sayang. Kamu nggak ngelakuin salah sama kakak ngapain harus minta maaf? Kemarin Kakak bercanda doang, maaf, ya?" Gemas Zenaya mencubit kedua pipi Wiwik yang gembul.

Wiwik yang perlakukan seperti itu memanyunkan bibirnya. "Sakit, kak."

"Maaf, maaf. Yuk, kita beli ice cream sekalian buat yang lain." Ajak Zenaya yang di angguki antusias oleh Wiwik.

✨✨

Akhir-akhir ini kakaknya mendiami dirinya akibat mengusir Zenaya. Sebenarnya ia tidak mengusir Zenaya, dia saja yang salah sangka dengan ucapannya.

"Kak, maafin Reindra. Lagian Reindra juga nggak sengaja ngomong gitu, aku emosi aja ngeliat kakak terlibat kecelakaan. Apalagi kecelakaannya gara-gara Zenaya." Sungut Reindra. Raika memukul Reindra dengan sekuat tenaganya, tentu saja Reindra menerima pukulan kakaknya tanpa protes.

"Udah kakak bilang, apa yang terjadi dalam hidup ini takdir, bukan karena Zenaya atau yang lain. Bego banget kalau kamu masih nyalahin Zenaya, rasanya kakak pengen nampol kamu pake wajan panas biar mukanya melepuh." Ucap Raika dengan geram. Menyebalkan sekali memiliki adik seperti Reindra, seperti tidak memiliki akal sehat dan otak.

"Terus aja belain." Gumam Reindra yang masih bisa di dengar oleh Raika. Kali ini Raika mencubit semut lengan Reindra. "Aww, sakit, kak." Ringis Reindra.

"Iww sikit kik." Raika mengulang ucapan Reindra dengan nada mengejek. "Lebih sakit Zenaya punya teman kek kamu sama Farah, Farah itu." Sindir Raika.

✨✨

Farah sudah dua hari tidak melihat keberadaan Zenaya, ia sedikit merindukan tingkah Zenaya yang selalu merecoki dirinya.

Farah menghela nafasnya dan menatap langit-langit kelasnya dengan resah. Kemana Zenaya? Apakah dia baik-baik saja? Apa yang terjadi dengan Zenaya hingga dia memutuskan untuk tidak sekolah? Apa Zenaya sakit?

Banyak pertanyaan yang ingin ia sampaikan, tapi ia terlalu gengsi dan terlalu malu untuk mengatakan secara langsung kepada Zenaya.

Ia tidak harus melakukan apa, selain menunggu Zenaya kembali bersekolah.

"Zen, lo kemana? Bisa nggak, sih, lo nggak bikin gue khawatir." Gumam Farah.

✨✨

Zenaya sudah bekerja kembali, tapi entah mengapa, teman rekan kerjanya menatap dirinya sinis. Bahkan ia bertanya saja, tidak di jawab.

"Mona, orang-orang pada kenapa? Kok, mereka liatin aku kaya musuh." Tanya Zenaya pada Mona. Mona menatap sekilas Zenaya. "Kamu marah sama aku? Atau kenapa? Kok, nggak jawab pertanyaan aku?" Kata Zenaya yang masih merecoki Zenaya.

Mona terdiam. Ia bingung apakah harus memberitahu soal kemarin atau tidak. "Waktu kamu libur, ada berita tentang kamu." Jawab Mona.

"Tentang?"

Mona mengambil handphone di saku celananya, ia memperlihatkan foto dirinya yang sedang di club. Zenaya menyirit bingung, sejak kapan dirinya ke club? Perasaan dirinya tidak pernah menginjakan kakinya ke tempat haram itu. Ia juga bingung, siapa yang menyebarkan foto yang tidak ada benarnya?

"Itu gue?" Tanya Zenaya pada Mona.

Mona mengangguk. "Kemarin juga ada orang yang ngegosip tentang kamu, katanya kamu simpenan om-om. Suaranya kaya toa kerass banget, sampai Kak Qila turun tangan. Tapi kamu tau yang aneh? Setelah kak Qila negur orang yang berisik itu, Kak Qila di pecat." Ucap Mona dengan berbisik.

"Kok, bisa di pecat? Bukannya cafe ini punya Kak Qila?" Kaget Zenaya.

"Itu yang jadi misteri. Cuman dari rumor yang beredar kalau cafe ini di beli sama pacar yang suaranya kaya toa." Mona semakin mengecilkam suaranya, takut ketahuan jika sedang membicarakan orang yang kemarin terlalu menyebalkan dimatanya.

"Maaf juga, aku sempat percaya. Tapi untungnya, pacar aku ngasih tau buat jangan percaya sebelum kamu yang mengkonfirmasi." Lanjut Mona.

"Foto itu nggak bener. Lagian aku nggak pernah dan nggak akan pernah ke tempat kaya gitu. Aku jadi penasaran siapa orangnya." Ucap Zenaya sambil memikirkan seseorang yang memang berniat menjatuhkannya. Ia juga penasaran, siapa dalang dari penyebar berita tidak baik.

Mona mengangguk dan merangkul bahu Zenaya. "Aku percaya, kok. Lagian aku nggak yakin kalau kamu ke tempat haram kaya gitu." Ucap Mona yang menenangkan hati Zenaya. Sangat senang ketika ia memiki teman seperti Mona, beruntung sekali dirinya. Ia akan mempertahankan Mona sebisanya.

Zenaya memandang ke arah depan dengan tatapannya yang kosong, ia memikirkan apakah dirinya bisa menuntut orang-orang yang berniat jahat padanya? Tapi apakah bisa? Ia tidak punya kuasa, ia juga tidak banyak uang. Ia akan kalah dengan orang yang memiliki kekuasaan dan uang.

Karena Zenaya yakin, jika orang di balik berita yang di sebarkan oleh 'sosok' tidak di kenal, adalah orang yang  memiliki kekuasaan.

Memikirnya membuat Zenaya mendesah frustasi, ingin rasanya menyerah. Kenapa harus dirinya, sih? Kenapa bukan orang lain? Ia sudah tidak bisa menahan segala yang dirasakan. Bagaimana caranya agar dirinya bisa kuat?

Sebenarnya dirinya sudah tidak memiliki semangat menjalani hidup. Ia tidak memiliki keluarga, teman, kakak, sahabat yang bisa membantunya menyelesaikan masalah ini.

Sebenarnya ia masih memiliki kak Raika yang sangat menyanginya dan memperlakukan dirinya layak adik kandungnya sendiri, ia juga memiliki Mona yang menjadi pendukung dirinya.

Tapi, kenapa ia masih merasa kurang?

Kenapa ia merasa tidak memiliki seseorang yang ada di sampingnya? Padahal dirinya memiliki kak Raika dan Mona?

Kenapa dirinya merasa semua orang tidak menyukainya? Padahal memang kenyataannya seperti itu?

Tapi, apa yang membuat orang lain tidak menyukainya? Apakah ia melakukan suatu hal yang merugikan orang lain? Atau bagaimana?

Apakah ini memang benar salahnya? Salahnya karena ia terlahir ke dunia?

Ah, sudahlah. Ia tidak mau memikirkannya.

Semakin di pikirkan, semakin pusing kepalanya.


––––––––🌸🌸–––––––

-🦋 BATAS HALU 🦋-

Halow epribadeh, aku update lagii😜🤍

SORRY, IT'S MY FAULTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang