Zenaya memutuskan untuk tinggal kembali di panti yang membesarkan dirinya sebelum di adopsi oleh mamah-papahnya.
Ia merindukan tempat ini, karena kesibukannya yang menarik perhatian orang sekitarnya, ia sampai melupakan ada tempat yang di mana dirinya bisa di hargai dan di cintai.
"Kak Aya." Teriak Wiwik memeluk Zenaya dengan erat. "Kak Aya kemana aja? Wiwik kangen banget sama Kakak."
Kak Aya nama panggilan masa kecilnya dan juga anak panti. Hanya orang tertentu yang memanggilnya Aya, di pastikan orang yang memangilnya 'Aya' adalah orang spesial dalam hidupnya.
"Kak Aya sibuk sekolah, kakak juga kangen sama Wiwik. Yuk, masuk ke dalam." Ajak Zenaya yang masih menggendong Wiwik dan menciumu wajah Wiwik.
Wiwik anak berusia enam tahun anak yang ceria dan menggemaskan. Siapa sangka, Wiwik di temukan oleh ibu panti di dekat solokan dengan keadaan yang memprihatinkan.
Kejam bukan? Ia benar-benar kesal, mengapa tega membuang anak yang tidak berdosa? Bahkan jika Zenaya menemukan orang tua kandung Wiwik, ia akan menjambak dan membenturkan wajah orang tuanya.
Kisah Wiwik dan dirinya berbeda, ia masih beruntung bisa menemukan keluarga angkat yang baik, walaupun baiknya hanya sesaat. Tapi setidaknya, Zenaya pernah merasakan hangatnya di cintai dan di sayangi.
Sedangkan Wiwik? Berulang kali di adopsi malah berakhir dengan penganiayaan, di saat ingin melayangkan gugatan sayangnya mereka kalah.
Karena orang yang lemah, akan kalah dengan orang yang kuat. Terdengar tidak adil, tapi ia tahu jika Tuhan maha adil.
Anak-anak panti sangat antusias karena kedatangan Zenaya. Mereka bahkan tidak mau melepaskan pelukannya, sampai akhirnya ibu panti atau biasa di panggil Bure alias Bunda Rere itu turun tangan.
"Kasian kak Aya capek, jangan di peluk terus. Kalian main dulu sama yang lain, nanti kalau kak Aya udah istirahat kalian boleh main sepuasnya." Ucap Bure yang diangguki oleh anak-anak panti.
Zenaya memeluk dan mencium Bure yang sudah membesarkan dirinya. Ia benar-benar merasa sangat senang karena bisa bertemu dengan Bure.
"Bure apa kabar?" Tanya Zenaya masih memeluk Bure dengan erat.
"Baik, gimana keluarga angkatnya?" Zenaya memilih tidak menjawab. Ia menenggelamkan kepalanya di perut Bure.
Bure yang paham mengelus rambut Zenaya. "Nggak mau cerita? Yaudah, kamu mandi dulu abis itu tidur. Eh, kamu udah makan?"
Zenaya menggeleng. "Maaf, ya, Bure. Aya belum mau cerita nanti kalau Aya udah nyiapin mental, Aya bakal cerita, kok." Zenaya tersenyum dengan lembut. "Aku belum makan Bure, aku belum mood makan."
"Yaudah, kamu mandi dulu. Udah mandi langsung ke ruang makan, ya? Bure mau nyiapin dulu."
Zenaya mengangguk. Dan beranjak pergi menuju kamar dirinya. Di panti ini, Zenaya termasuk senior. Orang pertama yang di temukan Bure, jadi dia memiliki kamarnya sendiri. Zenaya sudah menolak tapi Bure memaksa, jadi mau tidak mau ia nurut saja.
Di panti ini terdiri dari tiga puluh kamar, masing-masing kamar anak panti berisi dua orang. Ada halaman sekaligus taman yang di tumbuhi pepohonan hijau, juga berbagai macam bunga yang membuat taman itu menjadi lebih cantik.
Makin ke sini keadaan panti menjadi lebih baik, tidak seperti dulu, ketika ia pertama kali tinggal di sini. Bagaimana Zenaya tau? Karena Bure memberikan foto masa kecilnya di saat pertama kali ia bisa berjalan.
Perbedaan yang sangat berbeda juga dari penguninya, dulu hanya dirinya yang di asuh oleh Bure. Tapi sekarang? Hampir tiga puluh anak yang di asuh Bure, hanya tersisa sepuluh orang. Banyak orang yang mengadopsi anak dari panti, awalnya juga Bure sempat keberatan.
Tapi dengan bagai petimbangan, akhirnya Bure menyetujui kesepakatan dengan orang tua angkat dari anak-anak panti.
✨✨
Selesai membersihkan badannya Zenaya menuju dapur, untuk membantu Bure. Zenaya tersenyum geli, karena melihat tingkah Bure yang tidak pernah berubah.
"Sakitnya di sini, di dalam hati ini." Bure menyangi dengan pedenya sambil menggerakan badannya dengan lincah, bahkan Bure sepertinya tidak peduli jika suaranya menganggu orang yang mendengar.
"Bure ngapain." Kata Zenaya menahan tawanya, karena Bure malu tingkahnya ketahuan Zenaya. "Nggak usah malu, gitu Bure. Aku udah tau, kok, kebiasaan Bure yang ini."
"Bure bukan malu, Bure cuman kaget kamu tiba-tiba datang." Sanggah Bure. Bure menatap ke arah Zenaya. "Kamu mau bantuin Bure? Itu kamu bantu potongin aja."
Zenaya mengangguk dan memotong bahan-bahan sembari bercerita, ia juga memberitahu Bure bahwa dirinya bekerja paruh waktu. Tentu saja Bure penasaran, tapi malu bertanya untungnya Bure tidak tersesat di jalan.
"Bure penasaran, ya?" Goda Zenaya karena merasa lucu melihat wajah Bure yang penasaran.
"Iya tapi enggak."
Zenaya menjelaskan kepada Bure secara rinci dan detail. Ia juga memberitahu alasan yang sebenarnya, Bure hanya menyimak sekaligus memberikan pertanyaan yang menurut Bure, membingungkan.
"Terus kak Raikanya ke mana?" Tanya Bure penasaran. Ekspresi Zenaya berubah menjadi sedih, ia berusaha menahan air matanya agar tidak terjatuh.
"Zenaya belum tau kabar terbarunya, bahkan Reindra nggak ngechat Zenaya." Lirih Zenaya.
"Mungkin Reindra nungguin kakaknya, jangan mikir yang negatif terus. Kamu juga kayanya salah mengartikan sikap Reindra, saran Bure kamu chat duluan, jangan nunggu di chat. Bure nggak mihak kamu ataupun Reindra, Bure ngasih saran. Kalau kamu mau denger, bagus. Kalau nggak juga, itu pilihan kamu."
"Setiap perbuatan pasti ada alasan, tapi apapun alasannya tidak boleh membenarkan perilaku yang salah. Sama halnya, perilaku Reindra ke kamu, begitupun sebaliknya. Paham? Sekarang kita makan dulu, udah makan kita lanjut lagi. Sekalian panggilin adik-adik kamu buat makan." Perintah Bure yang di angguki Zenaya.
Mereka menikmati makan malam dengan nikmat, sesekali mereka tertawa karena tingkah anak-anak yang saling menyalahkan dan merebutkan Zenaya.
"Kak Aya, mau tidur sama Wiwik?" Ucap Wiwik dengan penuh harap.
"Wiwik tidurnya sama Bibil aja, biasanya Wiwik suka tidur sama Bibil." Ucap Cey tidak terima.
"Kak Aya tidur sama aku aja, sama mereka berisik suka teriak-teriak kalau tidur." Ucap Vine melebih-lebihkan.
Sedangkan anak-anak panti yang laki-laki, hanya diam menonton aksi mereka yang meributkan Zenaya.
Zenaya memijat kepalanya. Beginilah pusingnya menghadapi anak-anak panti yang tidak mau mengalah, ia juga tidak bisa memihak salah satu saja. Bisa-bisa mereka bertengkar setiap hari.
"Udah kalian jangan rebutan kak Aya. Kak Aya tidur sama Bure, kalian tidur kaya biasanya. Adil, bukan? Udah selesai? Nggak usah pada ribut lagi." Bure mengakhiri pertengkaran anak-anaknya. Hal seperti ini memang sudah biasa, jadinya Bure yang menjadi penengah di antara anak-anak panti yang bertengkar.
Mendengar ucapan Bure membuat mereka kesal, mereka saling menyalahkan. Yang akhirnya, mereka di berikan sedikit hukuman, membersihkan rumah panti selama dua minggu lamanya.
Zenaya menggelengkan kepalanya. Suasana panti yang dia rindukan, sudah lama ia tidak merasakan kehidupan yang seperti ini. Biasanya kehidupannya penuh dengan kesunyian dan kesepian. Tapi di sini? Zenaya tidak merasakan itu.
––––––––🌸🌸––––––––
-🦋 BATAS HALU 🦋-
KAMU SEDANG MEMBACA
SORRY, IT'S MY FAULT
Teen Fiction[STORY 2] Kisah seorang Zenaya yang di jauhi oleh orang sekitarnya. Dia tidak tahu kenapa orang-orang menjauhi dirinya. Hingga suatu hari, Zenaya merasa benar-benar merasa bersalah karena mengetahui sebuah fakta yang menyakiti dirinya dan juga ora...