nine: as buzzed as a bee

786 169 24
                                    

Jeno melepas genggamannya dari pergelangan tangan Lisa ketika sampai di depan kelas.

Gadis itu nampak lemah seolah baru saja berlari mengitari lapangan sekolah meski kenyataannya tidak.

Manik Jeno pun mengikuti sosok gadis berkacamata yang berjalan gontai menuju kursi mereka. Sembari duduk, Lisa menghela nafas dalam-dalam untuk kemudian menunduk tajam seakan lehernya tak memiliki tulang.

Dari banyaknya suara yang mengelingi, suasana kelas jelas sudah ramai terisi. Begitu pula dengan Karina yang baru saja kembali bersama Jungkook. Pandangannya jelas tertuju kepada dua oknum penarik perhatian yang meninggalkannya beberapa saat lalu.

Karina, sembari menarik kursinya, ia tengah menatap sang kawan dengan penuh selidik, "Lee Jeno, kau-" ucapannya terpotong begitu melihat Lisa terkulai lemas pada kursinya.

"Sepertinya kau membuat Lisa terkejut."

"Jangankan Lisa, akupun terkejut."

Karina dan Jungkook saling bersautan disana. Namun Lisa jelas tak mendengar perbincangan mereka sebab raganya tengah berlari entah kemana.

Sapaan menggelegar dari guru bahasa Inggris berhasil mengembalikan kesadaran Lisa dalam paksa. Begitupula dengan Karina beserta Jungkook yang sudah memutar kembali kursi mereka.

Disaat yang sama, Jeno mengetuk meja Lisa menggunakan ujung pensilnya.

"Kenapa?" Ucap lelaki itu dengan suara yang hampir tak terdengar.

Lisa terdiam selama sepersekian detik diiringi oleh rentetan pemikirannya.

Kenapa? Kenapa katamu? Kau... kau baru saja berhasil menggiring opini miring dan membangun kesalahpahaman besar kepada semua manusia yang menyaksikan kejadian tadi, Jeno-ssi.
Dan-kau-masih-tanya-KENAPA????
Bukankah seharusnya aku yang bertanya??
Kenapa, kenapa kau pakai acara menarik tanganku segala?
Bagaimana jika gadis-gadis yang memfitnahmu itu juga ada disana? Menyaksikannya??

Berbagai jawaban sudah tertata di dalam otak Lisa. Namun ia tak mengucapkannya.

Lisa pikir, tindakan Jeno pastilah sama sekali tak ada maksud apapun di dalamnya selain untuk menolongnya dalam menghindari senior bernama Mark itu.

Ah, kalau dipikir-pikir. Semua ini karena Mark. Kepalanya dijahit di hari pertama sekolah juga karena Mark. Peristiwa tadi terjadi pun karena tindakan sembarangan Mark. Lelaki itu bahkan bertingkah seakan tertarik pada Lisa dengan menanyakan nomor ponselnya.
Atau jangan-jangan... Mark sengaja menjahili Lisa sebab aura bullyablenya terpancar begitu kencang?

Apa aku pernah membuat salah kepadanya, ya? Tapi... bukankah aku bahkan baru mengenalnya? Ugh, sepertinya aku sedikit tak menyukai si Mark itu. Mulai sekarang, aku akan berhati-hati dan serius menghindarinya.

"Tidak apa-apa." Ucap Lisa dengan senyum pasrah. Pun ia kembali menghadap ke arah papan tulis -memperhatikan sang guru yang entah sedang membahas perihal apa.

"Ah, ngomong-ngomong, gambarmu sangat bagus." Timpalnya kemudian, berusaha memuji Jeno agar tak membuat lelaki itu berpikir jika Lisa merasa terganggu akan apa yang sudah terjadi.

Bagaimanapun, Lisa pikir niat Jeno sangat baik -meski tentu saja tindakan lelaki itu sedikit berbeda dengan pengetahuan dalam 'kamus pertemanan' Lisa.

Terima kasih sudah menggambar begitu apik hingga aku bahkan tak dapat mengenali diriku sendiri.

Lisa tak tahu jikalau ketika ia kembali memperhatikan sang guru sembari tersenyum getir, Jeno, lelaki itupun tengah tersenyum seakan sedang membalas senyumannya.

Blue WavesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang