Lisa tertatih mengikuti langkah Jeno dengan kakinya yang tak sepadan.
Sepanjang peristiwa ini, Lisa tak memikirkan hal lain melainkan berharap tak ada satu dari sekian banyak 'para wanita pencinta Lee Jeno' yang melihat mereka.
Tentu saja harapan itu sudah kandas sebab Yuna menyaksikan mereka di tempat pertama.
Dan saat ini, ia terlihat sedang memberi perlawanan dengan menahan kakinya ketika berada pada persimpangan. Pun Jeno, lelaki itu nampak telah menghentikan langkahnya untuk menoleh ke arah si kacamata.
"Anu–" ucap Lisa dengan wajah pucatnya yang seperti biasa, "K-kita mau kemana?"
"Ke suatu tempat. Aku butuh bantuanmu." Jawab Jeno dengan acuh sembari berbalik, hendak meneruskan langkahnya namun Lisa enggan mengikuti.
"Anu.. bisakah ini dilepas?" Lisa menunjuk tangannya yang di genggam erat oleh lelaki itu.
Jangan sampai ada yang salah paham dengan tindakan–
"Tidak." Sanggah Jeno dengan tegas setelah maniknya mengikuti telunjuk Lisa yang sedikit gemetar saat menunjuk tangan mereka yang bertaut.
Tentu saja jawaban itu membuat Lisa membatu dan terhuyung di saat yang bersamaan. Karena setelahnya, ia hanya mampu mengikuti kemana langkah lelaki itu membawanya.
Akal sehat Lisa kembali teraih ketika mendapati Jeno menghentikan lajunya.
Sebuah toko yang seharusnya familiar dengan ingatan Lisa.
"P-pet shop?" Gadis itu melirik tak yakin ke arah Jeno.
"Bantu pilihkan."
"Pilihkan... apa?"
"Hadiah untuk temanku." Jeno terdiam sebelum menggeleng pelan, "Tidak. Tidak. Untuk kucingnya."
Lisa mengangguk paham. Prasangkanya luntur seketika dengan hipotesis yang saat ini terangkai di dalam otaknya. Lee Jeno menarikku kemari karena ingin meminta pendapat dalam menghadiahi anabul kawannya.
Sebuah irama lonceng yang tergeser oleh derik pintu pun terdengar hingga menampilkan sang pramuniaga yang nampak terkejut dengan kehadiran mereka berdua, "Lisa?" Ucapnya sembari tertawa cerah saat melihat pelanggan setianya. Namun pandangan jahil si wanita pramuniaga itu seakan menyadarkan Lisa jikalau Jeno masih menggenggam tangannya.
Dengan panik dan segera, pun ia menarik lengannya dari Jeno yang tak awas, "Selamat sore Unnie." Sapanya sembari menunduk kaku.
"Wah, kekasihmu tampan sekali."
Lisa melotot disana. Pikir Lisa, kalimat seperti itu pasti akan membuat Jeno merasa tak nyaman, "B-bukan begitu! Sama sekali bukan seperti yang Unnie pikirkan. J-jangan salah paham! Kumohon jangan salah paham!" Lisa menggeleng keras sembari melambaikan tangannya berulang kali sebagai bentuk menentangnya.
Pada detik selanjutnya, Lisa sudah pergi menuju rak-rak setinggi dua meter yang bisa menutupi wajahnya dari senyum jahil sang Unnie pramuniaga.
"Sebegitu tidak terimanya kau dengan kalimat Noona itu hingga menggeleng seperti kincir angin yang lepas kendali." Jeno, sedang mengikuti langkah Lisa dengan tangannya yang dimasukkan ke dalam saku celana —Lelaki itu seakan memerlukan sebuah penjelasan atas sikap Lisa yang nampak enggan.
Yang diajak bicara hanya mampu berpura-pura sibuk dengan display yang berjejer di hadapannya sembari berdeham pelan, "K-kau mau menghadiahi temanmu, kan? Mau diberikan apa?"
Jeno terkekeh kecil. Menertawakan kemulusan trik Lisa dalam mengalihkan pembicaraan, "Tidak tahu. Maka dari itu aku mengajakmu."
Lisa terdiam. Sedikit termenung disana. Jujur saja, ya. Karena selama ini ia tak mempunyai teman, pun dirinya tak tahu harus memberi saran seperti apa meski hadiahnya ditujukan untuk seekor anak bulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Waves
FanfictionI've been waiting and longing Youth is just a little cruel, isn't it? I'm surely someday we will miss this moment The day I met you and we laughed together