SEVEN √

85 6 0
                                    

happy reading
......

"KETEMU!" Sorak salah satu bawahan pria berjas itu.

Bibi Jang mendengar suara itu menjadi semakin panik, dengan sekuat tenaga ia mencoba untuk mendobrak pintu kamar Jae. Namun nihil, karena keadaan tubuh nya yang sudah renta, bibi Jang jatuh tersimpuh di depan pintu kamar sang majikan karena merasakan sakit di tubuhnya.

Sedangkan seorang bawahan yang mengetahui keberadaannya itu lantas berjalan mendekat dengan pistol di tangan nya. Semakin dekat dan semakin dekat, jarak mereka hanya sekitar 2 meter lagi, namun dengan sigap bibi Jang bangkit lalu menghadang bawahan itu dengan berani. Bawahan yang merasa tertantang itu pun hanya berdecih sinis meremehkan.

"Cih! Minggirlah, Nek." Decihnya meledek.

"Tak akan!" Jawab bibi Jang dengan berani, dan merentangkan kedua tangan yang ia gunakan sebagai perisai.

Bawahan itu memutar mata malas melihat kelakuan wanita tua di depannya itu. Dengan santai bawahan itu menodongkan senjata nya ke arah bibi Jang.

"Minggir atau timah panas ini akan menembus jantung mu sekarang, nenek tua!" Ancam sang bawahan tak main-main.

"...."

Bibi Jang tak membalas perkataan dari bawahan itu, ia tau sekarang nyawanya tengah terancam tapi ia juga tak tau harus berbuat apa.

"Ku peringkatkan sekali lagi, minggir atau---"

Cklek

Di tengah suasana ketegangan itu, tiba-tiba pintu kamar jae terbuka dan menampakan jae dengan rau wajah datarnya. Tanpa rasa takut Jae berjalan mendekat ke arah bawahan yang masih menodongkan pistol nya kearah bibi Jang.

Melihat kehadiran mangsanya bawahan itu menyeringai senang. "Hahaha ternyata sangat mudah memancing mu keluar."

Jae tak menanggapi, lalu dengan santainya jae mengarah keningnya tepat di depan ujung pistol si bawahan. "Tembak," suruh Jae tenang seolah tak ada beban.

Sedangkan bawahan itu menyerit bingung dengan tingkah Jae yang tak seperti sandera lainnya yang akan takut dan memohon untuk tak di bunuh, namun berbeda dengan Jae yang menyerahkan dirinya dengan suka rela untuk di bunuh.

Melihat bawahan yang masih terdiam, sekali lagi Jae berkata dengan geram. "Kenapa diam?! Bunuh aku! Itu bukan yang kau mau?!"

Bawahan itu menurunkan pistolnya perlahan. "Bukan aku yang berwewenang untuk membunuh mu, tapi tuan besarlah yang berhak untuk itu."

Dengan kasar bawahan itu menyeret Jae dengan kasar dan membawa nya menuju tuan besar yang di maksud sedang berada di ruang tamu tengah berdebat dengan Ryu. Jae meringis karena cengkraman kuat dari bawahan itu.

"Shh... pelan-pelan, bodoh!" Bentak Jae. Bawahan itu tak menggubris bentakan Jae dan terus menyeret Jae dengan kasar.

Mendengar keributan dari arah tangga, dia manusia yang tengah berdebat itu mengalihkan pandangan nya ke sumber suara.

Mata Ryu membelalak saat melihat istri yang ia benci di seret dengan kasar oleh bawahan pria yang ia ajak berdebat.

"APA YANG KAU LAKUKAN BAJINGAN!" Amarah Ryu meledak saat melihat perlakuan kasar dari pria berbaju hitam.

Sedangkan pria tua yang ada di depannya itu hanya menatap mereka dengan pandangan santai.

"Hei! Tenanglah, itu hal biasa untuk nya." Pria tua itu berucap santai, dengan nada penuh kelicikan di dalamnya berusaha untuk memancing amarah lawan. "Bukankah kau biasa melakukan hal itu padanya, atau mungkin, lebih?"

Licik, picik, dan manipulatif. Sebutan yang cocok untuk, Damian Velsesus. Rekan Ryu yang merangkap menjadi musuhnya saat ini.

Ryu menatap tajam Damian. Nafas nya memburu dengan wajah yang sudah memerah padam.

"Katakan. Apa yang sebenarnya kau inginkan?!" Dengan penuh penekanan Ryu bertanya dengan menahan emosi nya. Ryu tau ia tak boleh gegabah sekarang, jika tidak Jae yang akan menjadi korban nya.

Damian berjalan memutari Ryu, hingga sampai di belakang sang empu. Damian pun berkata. "Kehancuran kalian semua."

Dapat Ryu rasakan. Hembusan nafas hangat Damian, alarm dalam otaknya berbunyi pertanda akan bahaya. Dengan sigap Ryu menyikut perut Damian dengan sikunya. Dan membuat Damian mundur beberapa langkah.

"Jangan macam-macam dengan ku, Damian!" Ucap Ryu dengan nada penuh peringatan.

Damian masih terlihat santai, berjalan mendekat kearah Jae yang masih di tahan bawahnya. Damian meneliti Jae dari atas sampai bawah, hingga seringai mencurigakan tercetak di wajah keriputnya.

"Istri mu cukup menarik, harganya akan sangat tinggi, ku rasa." Seperti nya Damian menghiraukan peringatan dari Ryu, sehingga mengeluarkan ucapan itu.

Cukup! Ryu sudah tak bisa menahan emosi nya lagi. Ucapan keji dari pria tua di hadapannya itu sukses membuat amarah Ryu meledak.

"JAGA UCAPAN MU BAJINGAN!!"

Bugh

Bugh

Bugh

Ryu melayangkan pukulan bertubi-tubi pada Damian. Tanpa segan, meski Damian lebih tua darinya. Ucapan tak pantas yang keluar dari mulut nya di balas pukulan oleh Ryu.

Setelah merasa puas Ryu menyudahi pukulan nya. Duduk di atas Damian dengan nafas terengah-engah raut wajah yang masih keras dan memerah menandakan amarah Ryu masih belum bisa di kendalikan.

"Tadi aku masih menghormati mu karena kau lebih tua dari ku," ucap Ryu dengan nada datar, namun tangan nya masih mengepal erat. Seolah siap memukul lawan kapan saja. "Tapi mulut kotor mu itu telah menghapus rasa hormat itu, Sialan!"

Damian tak membalas, tapi pria tua itu terkekeh. "Ck, ck, Kenapa kau begitu marah mendengar hinaan untuk istri penipu mu itu?" Remeh Damian.
"Apa kau mencintai nya? Benar?"

Ryu terdiam tak menjawab. Mencintai Jae? Di rasa hal itu akan sangat mustahil setelah kejadian waktu itu. Dimana semua kejahatan istri nya itu terungkap. Kecewa itu yang di rasakan Ryu sekarang.

Damian menoleh kearah Jae yang masih terpaku di tempatnya. "Hey! Lihat lah suami bodoh mu ini, " ucapnya dengan nada penuh cemoohan. "Lihatlah, betapa bodohnya nya dia, sampai tertipu dengan sesuatu yang belum pasti kebenarannya."

Damian kembali menatap Ryu yang masih terdiam. "Bodoh! Lebih baik kau berikan istri mu pada ku, ak--"

Bugh

Belum sempat Damian menyelesaikan ucapan nya wajah itu kembali menerima pukulan dari Ryu.

"Jangan harap kau bisa membawanya pergi. Kau tak tau apapun, tua sialan!" Ancam Ryu.

Damian berdecak malas. "Ck, ayolah. Aku akan membantu mu untuk membunuh nya," tawar Damian. Dan perkataan sangat menyakiti perasaan seseorang di sana. "Dan kau akan tenang, dendam mu terbalas juga tangan mu tak akan ternoda dengan itu. Bagaimana?"

Ucapan itu membuat semua orang disana diam.
Tak berselang lama ada yang membuka suara.

"Dia benar, Ryu. Rasa sakit dan kecewa mu akan terbalas tanpa harus mengotori tangan dengan darah ku. Dan kau hanya akan melihat mayat mu nantinya." Ujar Jae. Masih dengan tatapan kosong nya, ia berusaha untuk menetralkan rasa sesak yang menghimpit dadanya.

"Setelah itu terjadi, maka kehidupan mu akan jauh lebih damain tanpa harus di bayang-bayangi dengan rasa sakit dan kecewa yang sudah ku beri untuk mu." Sambungan nya dengan nada serak menahan tangis.

Ryu terdiam mendengar perkataan Jae. Semua nya menjadi hening beberapa saat, denting jam terdengar jelas dalam kesunyian itu.



























TBC


















REVENGE FOR THE FUTURE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang