THIRTEEN √

81 4 0
                                    

Happy reading
..........

"Ingatlah untuk selalu bersyukur."

"Tuan, direktur Lee telah menunggu di ruang rapat." Suara si sekertaris membangunkan Ryu dari tidur nya. Ia sempat memejamkan mata sejenak, menetralkan penat yang menggerogoti.

"Baiklah." Ryu bangkit dan merapikan penampilan nya. "Kau bawa berkas yang di perlukan." Si sekertaris mengangguk mengerti, Ryu lebih dulu keluar menuju ruang rapat.

Sampai di sana sudah ada Tuan Lee berserta sekertaris nya. Sekertaris Na menyambut Ryu dengan ramah.

"Selamat malam, Tuan Kim Ryu." Sapaan itu hanya di balas anggukan singkat dari si pemilik nama. Sedangkan Tuan Lee masih bungkam tak bersuara.

Selang tiga menit sekertaris Yoon datang dengan beberapa berkas di tangan nya. "Ini berkas yang di perlukan, Tuan." Berkas itu di letakkan di depan Ryu. Ryu memberi kode pada sekertaris Yoon untuk segera memulai rapat.

"Baik, kita mulai rapat kali ini."

Dalam rapat ini ada beberapa hal penting yang di bahas, seperti penamaan saham dan perencanaan pembangunan salah satu dermaga yang masih di diskusikan. Ryu sempat ragu karena ia tak melihat banyak keuntungan dari kerja sama ini, namun setelah di pikir-pikir tak ada salahnya mencoba, toh itu tak akan membuat nya bangkrut.

Dua jam berlalu, rapat di tutup dengan jabat tangan kedua pemimpin perusahaan raksasa itu. Ryu masih dengan wajah datarnya dan Tuan Lee yang tampak tersenyum karir.

"Senang bekerja sama dengan anda, Tuan Kim."

"Ya. Aku harap semua berjalan lancar kedepannya."

Jabat tangan di lepas lebih dulu oleh Ryu. Lalu mengalihkan pandangan nya ke sekertaris Yoon yang masih berkutat dengan laptop yang memperlihatkan grafik rumit yang sulit di mengerti.

"Ada agenda lagi setelah ini?" tanya Ryu. Sekertaris Yoon mengangkat kepalanya, kemudian menoleh ke arloji di yang melingkar di tangan kirinya. Pukul sembilan malam.

"Tidak, Tuan." Ryu mengangguk dengan jawaban sekertaris Yoon.

"Menantu bisa kita berbincang?" Tuan Lee memecah keheningan di sana. Ryu menatap dengan pandangan bertanya. Tuan Lee mengerti tatapan itu, lalu terkekeh serak.

"Hanya obrolan mertua dan menantu, Ryu."

"Yoon, kau bisa pergi–dan siapkan apa yang di perlukan untuk rapat dengan dewan direksi besok di jam makan siang." Sekertaris Yoon mengangguk mengerti.

"Baik, saya permisi." Sekilas Yoon membungkuk dan berlalu meninggalkan ruang rapat.

"Na, kau juga pergi. Tunggu aku di mobil, ada hal yang harus aku bicarakan dengan menantu ku." Sekertaris Na mengangguk mengerti, membungkuk lalu pergi dari sana.

Ryu menatap ayah mertua nya lalu bersuara, "Aku rasa ruang rapat tak cocok dengan obrolan kita, ayah?"

Tuan Lee setuju, "Ya, kau benar. Bagaimana jika di ruangan mu? Dengan sebotol wine, aku rasa bukan ide yang buruk."

Ryu berjalan lebih dulu tanpa membalas ucapan sang ayah mertua. Tuan Lee mengikuti dari belakang dengan langkah santai dan masih terlihat berwibawa.

Sampai di ruangannya, Ryu langsung mendudukkan diri di kursi kebesarannya. Sedangkan Tuan Lee memilih duduk di sofa panjang di ruangan itu, ia tampak nyaman.

"Jadi apa, ayah?" Ryu lebih dulu membuka pembicaraan. Walau jarak mereka sedikit berjauhan itu bukan masalah.

Tuan Lee bangkit menuju rak khusus minuman di sudut ruangan Ryu, di sana ada beberapa jenis minuman beralkohol yang Ryu simpan untuk sewaktu-waktu jika ia ingin mengecap minuman yang membuka orang mabuk.

Tuan Lee mengambil salah satu jenis wine dengan kadar alkohol rendah. Ia cukup sadar diri, orang tua seperti dirinya lebih baik tidak banyak mengonsumsi minuman haram itu. Sekaligus juga mengambil gelas kecil untuk menikmati nya.

"Segelas wine untuk membuka obrolan?" Tuan Lee menawarkan gelas berisi air alkohol itu pada Ryu yang langsung di ambil tanpa basa-basi oleh di pemilik minuman.

"Tentu," ucapnya dan langsung meminum alkohol itu dengan sekali teguk.

Tuan Lee menuangkan lagi di gelas miliki nya lalu berjalan menuju kaca besar yang membentengi ruangan Ryu dari suasana luar dinding kaca yang terletak di belakang tempat Ryu duduk sekarang, jadi posisi mereka saat ini saling membelakangi. Dari atas sana lampu-lampu terlihat seperti bintang hanya saja ini di darat.

"Bagaimana hubungan kalian?" tanya Tuan Lee tanpa mengalihkan pandangan.

Ryu dengan posisi membelakangi, tersenyum sinis tanpa sepengetahuan Tuan Lee. "Lumayan," balas Ryu.

"Aku harap kau bisa menjaganya, aku akan sangat berterimakasih untuk itu." Satu tegukan Tuan Lee menghabiskan minuman nya.

Ryu memutar kursi ke belakang dan langsung berhadapan dengan punggung Tuan Lee yang masih membelakangi nya.

"Aku sangat menyayangi nya, dia menjadi pelita kehidupan ku setelah kepergian istri ku enam tahun lalu."

Kalian percaya? Tapi Ryu sama sekali tak mempercayai bualan dari mulut pria tua bau tanah yang gila harta itu. Semuanya omong kosong, Ryu sudah mengetahui semuanya, tapi ia memilih diam dan mengikuti sandiwara yang sedang di mainkan saat ini.

"Ya, memang terlihat seperti itu."

Tuan Lee berbalik menatap Ryu yang juga menatapnya. "Kau menyakiti nya?" tanya Tuan Lee. Terlihat seperti seorang ayah yang sesungguhnya.

Ryu berusaha menahan tawanya agar tidak keluar dan membuat pak tua itu bingung nantinya.

"Mungkin."

Tuan Lee terlihat menghela nafas, wajah keriputnya terlihat lihai memainkan ekspresi, sudah cocok menjadi aktor dengan bayaran mahal, sepertinya. Ryu tau, ia tau semua nya.

"Sejauh apa kau menyakiti nya?" Suara Tuan terdengar lirih dan serak.

Ryu seolah berfikir sebelum menjawab, "Sejauh sandiwara kalian berjalan, mungkin?"

Pas, jawaban Ryu dapat membungkam Tuan Lee hingga tidak dapat mengeluarkan suara. Dari gerak-geriknya Ryu tau, Tuan Lee sedang berusaha untuk mengelak.

"A–pa yang kau bicarakan, menantu?"

Ryu menyeringai melihat raut wajah Tuan Lee yang terlihat tidak tenang.

"Bukan hal besar, itu hanya drama kecil yang kau buat, tak mungkin kau tidak mengetahuinya 'kan?"

"Aku tak mengerti," sanggah Tuan Lee masih berusaha mengelak.

Ryu berdecih, "Cih...." Lalu bangkit dan ikut berdiri di samping pria tua itu dengan menghadap keluar.

"Sudahlah, Lee. Sandiwara mu tak akan bisa lagi membodohi ku, semuanya sudah terbongkar, kau tau?"

"Jangan bicara omong kosong, Kim." Raut wajah Tuan Lee nampak mengeras karena emosi.

Ryu terkekeh, "Tidak ada omong kosong, semua itu–kenyataan."














Tbc

REVENGE FOR THE FUTURE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang