Setelah melompat, Hinata mengambil posisi bertarung seperti biasa saat sosok tinggi itu tiba-tiba muncul tepat di depannya. Tidak ada waktu sedetikpun untuk bereaksi sebelum ia merasakan sisi dingin logam menempel di lehernya. Hinata menyentakkan tangannya ke depan untuk meraih Tenketsu di leher si penyerang, tapi si penyerang itu memundurkan badannya ke belakang sedetik sebelum Hinata bisa mencapainya.
"Tinju lembut? Hm." Pedang itu mendorong dengan lembut ke kulitnya. "Aku tidak akan mencoba menyerangku lagi jika aku jadi kau. Itu peringatan terakhirku."
Mendengar suara pelan itu membuat Hinata membeku. Bukankah ia pernah mendengarnya sebelumnya di suatu tempat? Melirik sekilas ke arah si penyerang, ia terkesiap. Rambut hitam pendek, mata yang tak serasi, satu merah, satu ungu, wajah datar, dan chakra itu...
"Sa-Sasuke?" Gumam Hinata. Neji, di mana kau? Apa yang harus aku lakukan sekarang?
Keheningan pun terjadi. Keduanya saling menatap satu sama lain. Hinata terengah-engah dengan gugup sementara napas Sasuke rileks dan terkendali.
Kerutan di wajah Sasuke terlihat jelas. Mereka pernah bersekolah dan mengikuti ujian Chuunin bersama, tapi mungkin Sasuke telah melupakannya, dan semuanya akan baik-baik saja?
"Hyuuga." Sasuke akhirnya melepaskan pedangnya dan melangkah mundur. "Hyuuga Hinata?"
Hinata menjawab dengan anggukan kecil. Ia berharap Sasuke tidak akan mengingat namanya, tapi bagaimanapun juga mereka pernah bersekolah dan mengikuti ujian Chuunin bersama.
Dengan mata menyipit, Sasuke menatap tepat ke wajah Hinata. "Apa kau habis bertarung?"
"Aku... tidak."
"Tidak?"
"T-tidak."
"Ada darah di wajahmu." Ekspresi wajah Sasuke menunjukkan campuran emosi yang aneh yang tak bisa dibacanya. Jika Hinata harus memilih, ia akan menggambarkannya sebagai rasa ingin tahu dan jengkel.
"Aku... aku tahu." Mengerucutkan bibirnya, ia memikirkan jalan keluar dari situasi ini. Saat Hinata menatap Sasuke, ia menyadari bahwa pria itu tidak terlihat lebih baik. Pakaiannya kotor dan usang. Rambutnya berminyak, dan debu menempel di wajahnya. Tidak ada darah, tapi tetap saja, Sasuke terlihat kotor.
Neji, kau di mana? Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana aku bisa keluar dari situasi ini?
Sasuke menyela pikirannya. "Kau sendirian?"
"Tidak," bohong Hinata.
Sasuke memiringkan kepalanya. "Jadi, di mana timmu?"
"Mereka... ada di dekat sini." Hinata terus berbohong, berharap Sasuke tidak akan menggali lebih dalam jika pria itu tahu ia tidak sendirian.
"Pada malam hari?"
"Umm. Ya." Matanya terfokus pada mata Sasuke. Sasuke berhati-hati; ia merasakannya. Mata merah Sasuke memindai setiap gerakannya. Kenapa Sasuke tidak menonaktifkannya? Getaran kecil menjalar di kulit Hinata.
"Jadi, di mana kalian akan bertemu?"
"S-siapa?"
Sasuke memiringkan kepalanya. Pria itu menatapnya seolah-olah ia adalah orang dungu. "Timmu."
"Umm. Mereka beberapa kilometer dari sini. Aku sedang mengintai wilayah," kata Hinata pelan.
Alis Sasuke yang terangkat menunjukkan bahwa pria itu masih curiga. "Mengintai wilayah?"
"Ya."
"Untuk apa?"
"Misi," jawab Hinata samar-samar. Sial, Sasuke sangat banyak bicara. Tidak bisakah pria itu pergi begitu saja?
KAMU SEDANG MEMBACA
Looking at the Ghost of Me
FanfictionSasuhina "Menyerahlah, Hinata," suara Neji terngiang di telinganya. Tepat setelah perang, Hinata mulai mendengar dan melihat sepupunya yang telah meninggal. Untuk menemukan kedamaian batin, ia memutuskan untuk memecahkan rahasia hubungan mereka. Nam...