Oktober 2013Pagi ini langit sangat cerah, matahari bersinar dan langit dipenuhi dengan awan-awan yang bergerombol membentuk seperti kumpulan kapas. Seperti biasa, aku berangkat ke sekolah menggunakan bus nomor 026. Perjalanan dari halte menuju ke sekolah tidak memakan waktu yang lama, mungkin sekitar 20 menit. Tidak ada hal menarik selama perjalanan jadi aku memutuskan untuk memasang earphone dan memutar salah satu lagu dari penyanyi kesukaanku, Yerin Baek.
Tepat pukul 07.30 aku sampai di sekolah dan langsung disambut dengan guru BK yang senantiasa selalu berdiri di depan gerbang untuk memeriksa kelengkapan atribut yang digunakan oleh para siswa. Hari ini aku aman karena aku menggunakan atribut lengkap. Aku melihat ada beberapa siswa yang dihadang dan diberikan "ceramah" karena tidak menggunakan atribut lengkap. Ada salah satu anak yang menarik atensiku karena bukan karena ia tidak menggunakan atribut yang lengkap tapi karena ia menggunakan seragam yang seharusnya tidak digunakan hari ini.
Sesampainya di kelas, aku langsung duduk di kursiku dan disambut dengan salah satu teman dekatku, Gia. "Eh, Bul, gue denger ada anak baru di kelas sebelah, laki-laki." Bukan sapaan selamat pagi, melainkan Gia langsung mengajakku untuk bergosip. "Oh, ya?" jawabku singkat. "Mau caper, nggak?" Tanya Gia yang langsung ku balas dengan pukulan di lengannya dan kemudian ia berteriak kesakitan. Sebelumnya jangan salah paham dulu, Gia bukan tipikal perempuan yang "suka caper" dalam artian serius tapi dia memang suka bergaul dan temannya ada di mana-mana.
Aku bukan tipikal orang yang suka bergaul dan cenderung menghindari tempat-tempat yang ramai. Aku lebih suka duduk di kelas sendirian ketika semua anak pergi ke kantin untuk makan siang. Atau aku lebih memilih untuk makan siang di taman belakang sekolah yang memang jarang dikunjungi oleh anak lain. Beruntungnya, teman-temanku tidak pernah memaksaku untuk ikut bergabung dengan mereka karena mereka tahu kalau aku kurang nyaman jika berada di tempat ramai.
Siang ini, aku memutuskan untuk makan siang di taman belakang sekolah. Ketika aku sedang menyantap potongan terakhir dari roti isi kesukaanku, aku melihat si anak "salah kostum" yang kulihat pagi ini di depan gerbang sekolah. Dia tidak terlalu tinggi, mungkin hanya 5 senti lebih tinggi dariku, memilki pipi gembul, dan hidungnya mancung. Tunggu, kenapa aku jadi memperhatikan perawakan dari orang yang bahkan aku tidak tahu siapa ini? Aku langsung merapikan kotak bekalku dan langsung beranjak pergi dari sana. Aku tidak tahu apakah dia menyadari keberadaanku karena sebisa mungkin aku tidak menimbulkan suara apapun.
***
Aku sedang berdiri di depan kelas bersama dengan Gia, Binta, dan Nina saat tiba-tiba Gia berbisik heboh "Eh, eh, itu si anak baru di kelas sebelah." Aku menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Gia menggunakan pandangan matanya, dan kemudian aku tersadar bahwa si anak "salah kostum" itu merupakan anak baru di kelas sebelah. Aku akhirnya paham mengapa ia bisa salah kostum karena ternyata beberapa hari lalu merupakan hari pertamanya sekolah di sini.
Setelah pertemuan pertamaku dengannya–atau bisa dibilang hanya aku yang menyadari pertemuan itu–hari-hariku berjalan seperti biasa karena memang hidupku sangat monoton. Tapi ada satu hal yang berubah menjadi cukup menarik, yaitu aku mulai merasa penasaran terhadap anak itu. Aku ingin mengetahui namanya, dari mana ia berasal, dan mengapa ia bisa pindah ke sekolah ini. Aku bisa saja mendapatkan informasi itu dari Gia karena ia bisa bertanya dengan temannya di kelas sebelah, tapi aku menahanannya karena aku tidak ingin teman-temanku heboh, terutama si Gia-Gia ini.
Pagi ini, aku berangkat lebih awal karena ada satu hal yang harus aku lakukan di klub melukis yang aku ikuti. Udaranya masih sangat dingin dan embun pagi masih membasahi daun-daun karena aku berangkat pukul 6.15 pagi. Selama perjalanan, aku melihat ke arah luar jendela seperti yang biasa aku sering lakukan ketika aku berada di bus. Ketika bus sedang berhenti di lampu merah, tiba-tiba aku melihat si anak "salah kostum" itu juga sedang menunggu lampu hijau menggunakan sepeda motornya. Aku cukup terkejut dan refleks menegakkan tubuhku. Ada perasaan senang karena dengan kebetulan aku bertemu dengannya di pagi buta ini. Tapi lagi-lagi, hanya aku yang menyadari pertemuan ini.
Selama perjalanan dari halte depan sekolah menuju ke ruangan klub, aku terus memikirkan pertemuan tidak sengaja tadi. Apakah tempat tinggalnya searah dengan tempat tinggalku, apakah tempat tinggalnya berada di lingkungan yang sama dengan tempat tinggalku, dan mengapa ia berangkat sekolah sepagi ini. Kemudian setelah aku sampai di depan ruangan klub-ku, satu dari tiga pertanyaan yang terus beputar di kepalaku mendapatkan jawabannya. Ternyata ia datang pagi karena harus ke ruangan klub olimpiade sains yang kebetulan ruangannya berada di sebelah ruang klub melukis.
Kali ini bukan hanya aku yang menyadari pertemuan ini, tetapi ia juga. Aku tidak tahu harus bereaksi apa karena aku sangat terkejut dan detak jantungku berdetak lebih cepat dua, tidak, mungkin tiga kali lebih cepat dari biasanya. Salah tingkah. Mungkin itu istilah yang tepat untuk keadaanku sekarang. Cepat-cepat aku masuk ke ruang klub tanpa menghiraukan pandangan apa yang ia berikan kepadaku. Aku yakin sekarang pipiku mulai memerah dan nafasku menjadi tidak beraturan. Tunggu, perasaan apa ini? Tidak mungkin aku menyukainya.
***
Halo! Selamat berkenalan dengan karya pertamaku hehe jadi aku sangat berharap ada feedback dan juga saran maupun kritik dari pembaca :)
Semoga cerita ini bisa meninggalkan kesan yang baik untuk kalian yaa <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit
Teen FictionBulan tidak tahu bagaimana hidup Langit. Bulan hanya sekedar tahu nama, tapi Bulan tidak tahu bagaimana kisah hidup Langit yang sebenarnya, Bulan tidak tahu bagaimana hari-hari Langit, dan Bulan tidak tahu hal-hal sulit apa yang Langit hadapi.