Hari ini aku pergi diantar Om Galahad. Namun sejak pagi, aku bisa merasakan aura kecanggungan diantara kami. Omku mencoba memecahkannya dengan perbincangan kecil tapi tetap saja, aku tahu dia merasa awkward.
Sepertinya ia sadar kalau semalam aku memergoki mereka bercinta. Sudah jelas, aku membanting pintu cukup keras semalam. Padahal aku tidak sengaja, tapi baguslah kalau itu disadari mereka.
Meskipun hubungan kami jadi canggung, aku sendiri tidak peduli. Sepanjang perjalanan aku lebih memilih memainkan ponsel daripada berbincang dengan pria di sebelahku ini.
Begitu sampai di kawasan sekolahku, aku berpamitan lalu berniat turun dari mobil. Namun sebelum tanganku membuka handle pintu, ucapan Om Galahad selanjutnya membuat niatku urung.
"Bri, soal semalam, kamu lihat sesuatu ya? It's a horrible thing, I know. Maaf kamu harus lihat sesuatu yang gak pantas buat dilihat." Katanya.
Aku lantas menoleh, menatap wajah Om Galahad yang memperlihatkan raut penyesalan.
"Om sama Tante Yasmin kelewatan. Tapi kamu udah dewasa, kamu pasti bisa bijak menyaring apa yang kamu lihat. Om harap—"
Ucapan Om Galahad terpotong karena aku menghela nafas kasar.
"Aku muak Om." Kataku. "Lebih baik Om putusin Tante Yasmin. Om gak perlu nikah sama dia. Aku bisa gantiin buat jadi partner ranjang Om. Kita bisa ngentot, dan Om gak perlu bayar sepeserpun kaya ke pacar Om itu."
Om Galahad sempat tertegun, bahkan mulutnya sedikit terbuka saking kagetnya. Untuk seperkian detik ia tak berkata-kata, mungkin terlalu speechless untuk mencerna ucapanku barusan.
"Apa-apaan kamu, Bri? Siapa yang ajarin kamu bicara kurang ajar kaya gitu?" Tandasnya masih tak percaya.
Aku melipat tanganku di depan dada sambil berdecih sinis. "Gak usah munafik Om. Aku udah sering liat Om sama Tante Yasmin ngentot, itu kan yang Om mau? Gak usah sok-sokan bilang kalo she's the one, kalian itu sama sekali gak saling cinta. Kalian cuman butuh satu sama lain buat ngelampiasin nafsu." Tandasku emosi.
Hening, Om Galahad menatapku dengan tatapan tak habis pikir. Entahlah, aku saja kaget dengan ucapanku sendiri.
Sesaat kemudian rahangnya mengeras. Entah darimana keberanianku barusan. Karena sekarang nyaliku ciut melihat tatapan Omku yang menusuk. Ia tidak pernah marah, jadi aku tidak tahu kalau ternyata kemarahannya bisa terasa semenyeramkan ini.
Namun bukannya minta maaf seperti orang normal, aku justru meloyor berniat keluar dari mobil. Tapi Om Galahad lebih dulu menarikku hingga tubuhku berbalik, terhempas ke sandaran jok.
Plak!
Iyap, betul sodara-sodara. Om Galahad baru saja menampar wajahku.
Aku mendongak tak percaya. Kulit pipiku rasanya perih, namun lebih perih lagi hatiku sekarang. Sedangkan Om Galahad menghunuskan tatapan dingin tanpa merasa bersalah sedikitpun.
"Om gak akan aduin omonganmu itu ke Papimu. Om akan anggap ini gak pernah terjadi. Renungi kesalahan kamu Briana, jangan karena selama ini Om bersikap santai kamu bisa bertingkah kurang ajar."
——— ˗ˋ ୨୧ ˊ˗ ———
Aku benci Om Galahad. Setidaknya untuk hari ini.
Sejak kemarin, tepatnya sejak kejadian aku yang digampar, kami berdua sama sekali belum bicara. Pagi inipun aku berniat untuk langsung berangkat tanpa sarapan dulu. Malas rasanya kalau harus bertemu Om Galahad di meja makan.
Bukan karena kesal sih, aku sendiri sadar kalau sikapku kemarin memang keterlaluan. Kalau dipikir-pikir, aku jadi malu sendiri.
Bagaimana bisa aku bicara sebar-bar itu pada Omku?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Tension
Romance❗Mature Story | 21+ Briana tak sadar kalau ia memiliki perasaan pada Omnya sendiri. Sampai kemudian saat Om Galahad memperkenalkan seorang calon istri─ia nekat melakukan segala cara untuk mengikat laki-laki tersebut. Bahkan meski dengan cara paling...