Chapter 8 | Minta Maaf

17.3K 105 1
                                    

Om Galahad melepaskan penyatuan kami begitu saja. Ia menarik diri yang sontak membuat tubuhku ambruk ke sisi kursi meja makan. Tatapan Om Galahad beralih horor menatap bercak merah dari kondom yang membalut penisnya.

"Jawab Om, Briana! Kamu masih virgin?!" Bentaknya panik.

Aku sempat ikut melirik penis Om Galahad. Ini pertama kalinya aku melihat secara jelas. Daging gemuk dan panjang, dengan urat-urat menonjol juga bulu pubis yang tidak terlalu lebat. Bentuknya sungguh indah—namun menyeramkan.

Aku sedikit bergidik, sumpah demi tuhan ukurannya sama besar dengan milik para pemain bokep luar negeri.

Pantas saja vaginaku terasa amat sakit meskipun sudah becek saat dimasuki. Penisnya saja sebesar penis kuda. Tapi sepertinya kalau aku sudah terbiasa bakal enak sih.

Astaga, cukup Briana! Ini bukan waktu yang tepat. Sepertinya Om Galahad sedang marah.

Meskipun batang kejantanannya masih berdiri namun kilat nafsu yang semula membara di kedua mata Omku kini menghilang. Tatapannya menyorot dengan kilat amarah, panik dan kekecewaan yang bercampur padu.

"Shit! What the fuck are you doing, Bri? WHAT THE FUCK?! DID YOU FUCKING LOST YOUR MIND?!" Om Galahad terus membentak sambil menatapku tak habis pikir.

"Kamu bikin Om jadi bajingan yang ngerenggut kesucian kamu? What the hell is wrong with you, Bri? What have we done?" Om Galahad melirih frustasi.

Kedua matanya kini berkaca-kaca. Amarahnya meluap menjadi kekecewaan yang penuh penyesalan. Aku sendiri tak bisa berkata-kata. Hatiku mencelos. Ini jauh lebih buruk daripada saat aku melihat Om Galahad marah untuk pertama kalinya.

Ia menangis, iya-Om Galahad benar-benar menangis yang membuatku langsung ingin menggampar pelakunya. Yang mana itu diriku sendiri.

Om Galahad mendesis dengan tangisan frustasi. Ia sungguh terlihat kacau saat berbalik untuk menyambar boxernya lalu memakainya lagi.

"Maaf, Bri, maaf.., Om bener-bener minta maaf..," kini suaranya melemah. Matanya meneduh dengan penyesalan yang kentara.

Om Galahad menghampiriku sambil menyeka pipiku yang basah sisa air mata. Ia lalu berjongkok di depanku, meraih hotpants yang teronggok di lantai lalu memakaikannya. Aku sedikit berjinjit sambil mencengkram bahunya supaya celana berbahan katun jersi itu bisa terpasang dengan benar.

"Maaf Bri, pasti sakit ya. Om minta maaf..," Om Galahad terus menggumamkan maaf penuh penyesalan, dengan buliran bening yang bergantian jatuh dari pelupuk matanya.

Sial, aku brengsek sekali. Dadaku terasa sesak. Kedua alisku tertaut menahan tangis sebelum isakanku meledak begitu saja.

"Hiks hiks hiks, Om jangan begini dong, hiks hiks," aku menyeka air mataku yang terus berjatuhan dengan deras.

Sumpah bukan ini yang aku mau. Aku merasa seperti bajingan. Om Galahad seharusnya tidak perlu menyalahkan dirinya sendiri, ini kemauanku juga. Apalagi sampai menangis begini, astaga pasti ia sangat mengutuk dirinya sendiri sekarang.

Om Galahad mencoba memapahku berdiri, namun sesaat kemudian aku meringis. Aku tidak tahu apakah saat pertama kali sex memang sesakit ini tapi rasanya benar-benar perih.

Ia lantas beralih menggendongku. Kedua tangan kekarnya dengan mudah mengangkat tubuhku lalu membawanya ke lantai atas. Setelah memasukkanku ke dalam kamar ia lalu beranjak pergi tanpa mengatakan apa-apa selain kata maaf.

——— ˗ˋ ୨୧ ˊ˗ ———

Aku tahu aku keterlaluan. Ya, semua umpatan dan sumpah serapah yang diberikan teman-temanku sudah mempertegas kalau apa yang aku lakukan memang di luar batas.

Bad TensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang