"It's not my fault, you know. Kita berdua sama-sama nikmatin kejadian kemarin, bahkan Om yang lebih dulu mulai grepe-grepe. Jadi berhenti diemin aku seolah aku yang salah." Tandasku tak terima.
Kami berdua kini sedang dalam perjalanan pulang dari sekolahku. Om Galahad sibuk menyetir, sedangkan aku hanya bisa melipat tangan di depan dada sambil merasa tak nyaman karena didiamkan terus.
Seharian penuh Om Galahad sama sekali tidak bicara. Bahkan pesan minta dijemput yang aku kirim pun hanya dibaca saja. Untungnya karena sudah larut, mau tak mau ia menjemputku dari tempat les.
"Om..," Tandasku merengek. "Ayo ngomong, jangan diem aja nyebelin tau gak."
"Om!"
"Ck. Shut up, Bri." Katanya tanpa menatapku.
Aku hanya bisa memasang wajah cengo dengan mulut terbuka lebar. Tentu saja, ini pertama kalinya Om Galahad mengumpat. Ia adalah laki-laki yang selalu mengayomi sekaligus orang paling tenang yang aku kenal.
Jadi saat ia mengumpat barusan, aku nyaris tak percaya dengan apa yang aku dengar.
Om Galahad lalu menghela nafas jengkel lalu beralih menatapku.
"Mulai sekarang, Om mau kita berdua jaga jarak. Jangan ganggu Om, jangan deket-deket dan jangan pernah bicara kalo gak penting."
Seketika aku semakin terkesiap tak percaya. "What? Are you serious? Cuman gara-gara kejadian kemarin Om harus bertindak sejauh ini?"
Om Galahad lantas berdecih sinis. "Ya, Bri, of course. Om gak peduli seberapa binal kamu di luar sana, tapi inget batasan saat kamu sama Om. Mungkin bagi kamu itu cuman main-main, but for me, you have no idea how much I hate myself right now. Gak ada satu detik pun yang terlewat tanpa Om ngerasa jijik sama diri sendiri karena menikmati apa yang kita lakukan kemarin." Ucapnya menggebu.
Untuk sesaat aku memaku, terlalu terkejut mendengar pengakuan Om Galahad. Aku tidak tahu kalau kejadian kemarin akan berdampak sebesar ini.
Tahu begitu, sudah dari dulu aku lakukan!
"Om tau ini memang salah. But I'm a human after all. Kalo kamu kaya gini terus, Om takut kehilangan kendali." Lirihnya penuh keputusasaan.
Aku kemudian mencondongkan diri lalu menatapnya intens. Kami begitu dekat hingga aku bisa merasakan hembusan nafasnya yang memberat. Omku sempat menegang, namun meski begitu ia tak terlihat akan menjauhkan wajahku yang kurang ajar.
Sedangkan kini kedua sudut bibirku tertarik, menampilkan seulas senyum penuh arti dengan tatapan sensual.
"Kalo gitu jangan di tahan, Om. Lakuin apapun yang Om mau sama aku." Bisikku menggoda.
Tanpa permisi, aku kemudian menarik rahangnya lalu melumat bibir penuhnya yang kenyal. Awalnya hanya lumatan lembut, namun perlahan berubah menjadi cumbuan yang intens.
Mulanya Om Galahad tidak menyahuti ciumanku, namun perlahan ia mulai membalasnya sedikit-sedikit. Saat ciuman kami semakin liar, aku menjauhkan diriku lalu menjilat sisi bibirnya sampai ke tepian rahang.
Ia terlihat kaget, sedangkan aku hanya tertawa kecil. Aku menatap sisi rahangnya yang kini mengkilap karena jilatanku tadi.
Kini ia mengetatkan rahangnya sambil menatapku dengan tatapan berkilat karena—nafsu?
"Fuck you, Bri." Ia lalu mengangkat tubuhku dengan enteng ke atas pangkuannya.
Posisiku sekarang mengangkanginya hingga rok sekolahku terangkat sampai ke pangkal paha. Bahkan tepian short pants-ku sampai terekspos begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Tension
Romance❗Mature Story | 21+ Briana tak sadar kalau ia memiliki perasaan pada Omnya sendiri. Sampai kemudian saat Om Galahad memperkenalkan seorang calon istri─ia nekat melakukan segala cara untuk mengikat laki-laki tersebut. Bahkan meski dengan cara paling...