Bagian 14

637 58 6
                                    

Ningning terlihat mengerjapkan matanya dan masih mencoba beradaptasi dengan cahaya lampu yang menyinari kamarnya. Hal pertama yang dia lihat adalah sosok Renjun yang sedang tertidur sambil memeluk pinggangnya. Ningning baru menyadari bahwa sejak tadi mereka tidur sambil berpelukan seperti ini. Seketika pipi Ningning terlihat merona merah karena malu.

Sadar akan pergerakan seseorang yang sedang dipeluknya, Renjun pun membuka matanya dan melihat Ningning yang sedang menatapnya dengan muka yang merah.

"Yi, masih sakit?"

Bukannya menjawab, Ningning malah menyembunyikan wajahnya ke dada Renjun yang membuat Renjun terkekeh geli.

"Kenapa? Malu ya?" Goda Renjun.

"Ngga tuh! Siapa coba yang malu?" Ningning mencoba menyangkal walaupun dia sendiri tahu kalau sia-sia.

"Yiyi lah. Masa kakak yang malu? Kan yang mukanya merah kamu. Perasaan juga ngga demam tuh kamu, Yi." Renjun terlihat masih setia menggoda Ningning sambil mengelus rambut si perempuan itu.

"Ih diem deh kak." Ningning mendongak menatap Renjun sambil mengerucutkan bibirnya tanda bahwa dia sedang kesal.

"Aduh ini mah Yiyi umur 7 tahun bukan 25 tahun lagi."

Bukannya berhenti, Renjun malah semakin gencar menggoda Ningning.

"Itu bibirnya kalau manyun terus nanti kakak cium lho." Renjun sebenarnya hanya bercanda ketika berkata seperti itu.

"Coba sini cium kak kalau berani."

Renjun cukup terkejut ketika mendengar jawaban Ningning yang tidak diprediksi sebelumnya oleh dia. Namun disisi lain dirinya merasa tertantang dan berakhir menyatukan kedua bilah bibir merea berdua.

Namun ciuman tersebut tidak berlangsung lama ketika dia merasa Ningning mendorong dadanya pelan.

"Kakakk, aku laper."

Benar kan omongannya tadi, temannya ini seperti seorang anak kecil yang berumur 7 tahun. Renjun tidak bisa menahan kegemasannya kepada Ningning sehingga sebelum dia bangkit, dia menyempatkan untuk mencubit pipi Ningning.

"Mau makan disini apa di meja makan, Yi?"

"Boleh ngga makan disini aja?"

"Boleh dong. Biar kakak angetin dulu ya sebentar."

Renjun segera bangkit dan berjalan menuju ke dapur untuk memanaskan bubur yang dia beli sewaktu perjalanan kesini tadi. Untungnya bubur tersebut tidak basi sehingga dia bisa segera kembali ke kamar Ningning sambil membawa bubur tersebut.

Dia melihat Ningning sudah menyandarkan dirinya di head board ranjangnya sambil memandang kedatangannya dengan mata yang berbinar. Renjun berpikir bahwa Ningning benar-benar lapar saat ini ketika Ningning terlihat kesenangan melihat semangkuk bubur yang sebenarnya biasa saja itu.

"Mau kakak suapin?"

Dengan antusias Ningning menganggukkan kepalanya. Melihat hal itu membuat Renjun tersenyum kecil dan segera mengambil tempat di pinggiran ranjang untuk menyuapi temannya itu.

Renjun dengan telaten menyuapi Ningning dan Ningning pun menerima suapan bubur dari Renjun dengan lahapnya.

"Yi, aku baru tau kalau pas lagi sakit kamu bisa se-clingy ini."

"Malahan sebelum ini aku ngga pernah kayak gini kak. Ngga tau kenapa tiba-tiba pengen ditemenin terus dariadi. Maaf ya kalau aku ngrepotin kamu. Padahal kamu pasti juga capek banget sama kerjaan."

Mendengar Ningning meminta maaf kepadanya membuat Renjun merasa tidak enak. Dia menyinggung hal tadi bukan karena merasa direpotkan namun malah senang ketika Ningning akhirnya mengeluarkan sifat manjanya ke dia. Semenjak pertemuan mereka waktu itu, dia melihat Ningning telah menjadi sosok perempuan dewasa yang mandiri. Berbeda dengan Ningning kecil dulu yang selalu mengandalkan dia dalam hal apapun.

"Kakak ngga ngerasa di repotin kok, Yi. Malahan liat kamu clingy gini jadi keinget pas kita kecil dulu deh. Kamu dulu kan dikit-dikit suka minta ditemenin."

Ningning hanya tersenyum mendengarnya karena memang benar sewaktu kecil dulu dia suka meminta Renjun untuk menemaninya di rumah apalagi ketika kedua orang tuanya pergi bekerja.

"Emm kak, maaf kalau pertanyaanku bikin kamu ngga nyaman. Tapi kenapa kamu tiba-tiba batalin pernikahamu?"

"Shuhua selingkuh, Yi."

Berbeda dengan Renjun yang menjawab pertanyaannya dengan raut muka yang biasa, Ningning malah terkejut ketika mengetahui fakta bahwa Renjun diselingkuhi.

"Sebelum kamu nanya atau bahkan khawatir, kakak udah ngga papa kok. Jujur aja, kalau ditanya kecewa sih pasti kecewa, Yi. Tapi kalau sedih atau bahkan sakit hati entah kenapa kakak ngga ngerasain waktu mengetahui fakta itu." Lanjut Renjun.

"Sekarang kamu masih ada rasa sama Kak Shuhua, kak?"

"Entahlah. Yang jelas hubungan kita udah kerasa hambar banget beberapa bulan ini."

Ningning terdiam mendengarnya. Dari spekulasinya memang mereka berdua udah sama-sama lost feeling satu sama lain walaupun perlakuan Shuhua ke Renjun sangat tidak dibenarkan juga.

"Ah begitu rupanya. Yaudah sekarang fokus ke diri kakak dulu aja. Urusan jodoh nanti bakalan dateng sendiri kok. Apalagi kalau itu sama kakak pasti banyak yang mau."

"Kalau kamu mau ngga?" Renjun bertanya sekaligus menyuapkan 1 sendok bubur terakhir kepada Ningning.

"Mau apa kak?" Ningning menjawab setelah dia berhasil menelan bubur terakhirnya.

"Mau nikah sama kakak." Lanjut Renjun.

Seketika rona merah terlihat di kedua pipi Ningning. Dengan gugup dia menjawab. "E-eh ngga tau deh kak."

"Kok ngga tau? Itu beneran ngga tau apa kamu malu, Yi?" Goda Renjun ketika sadar pipi Ningning terlihat merona sekarang.

"Ngga tau ih. Mending kakak makan malam dulu sana sekalian taruh piringnya di dapur." Ningning mencoba mengalihkan pembicaraan dan menghindari tatapan Renjun dengan membaringkan dirinya membelakangi lelaki itu.

Renjun yang melihat tingkah Ningning seketika tertawa. Temannya satu ini menggemaskan sekali ketika salah tingkah. Daripada dia diomeli Ningning, dia memilih bangkit dan berjalan keluar kamar. Kebetulan dia juga merasa lapar sehingga dia berencana memakan sisa bubur tadi di meja makan.

Ningning yang mendengar langkah Renjun menjauh menghembuskan napasnya lega. Dia masih menetralkan detak jantungnya setelah mendapat jawaban tidak terduga dari Renjun. Sebisa mungkin dia berusaha tidak menganggap serius perkataan tadi daripada dia berujung mendapat kekecewaan.

20 menit berlalu sampai akhirnya Ningning merasakan ranjangnya dinaiki seseorang disusul dengan pelukan erat pada pinggangnya.

"Belum tidur?"

Suara berat Renjun yang terdengar sangat dekat di samping telingnya membuat tubuh Ningning menegang. Sejujurnya pelukan Renjun kali ini membuat dia berkali-kali lipat lebih gugup daripada biasanya.

"Hadap sini dong, Yi!" Renjun mulai jengah ketika dia tidak mendapat jawaban apapun padahal dia tahu Ningning belum memejamkan matanya.

Ningning berusaha memberanikan dirinya menghadap ke arah Renjun yang ternyata sedang menatapnya lekat.

"Ngga bisa tidur ya?"

Bukannya menjawab, Ningning malah menyembunyikan mukanya ke dada Renjun.

"Pengen dipeluk sampai pagi."

Tanpa menjawab lagi, Renjun segera memeluk Ningning erat dan mengelus pelan rambutnya. Disisi lain, Ningning yang sudah mulai mengantuk secara perlahan memejamkan matanya dan pergi ke alam mimpi.









─ ─ to be continue ─ ─







Hai, masih ada yang nungguin ngga? Maaf ya kalau upnya agak lama. Btw karena beberapa bagian lagi bakalan end dan kemungkinan aku mau buat cerita baru lagi, coba kalian komen cerita yang kayak gimana yang pengen kalian baca hehe. Oh iya, feel free buat dm kalau kalian ada request atau mau ngasih kritik juga gapapa kok. Thank you!

Tertanda, Na.

06 November 2023

Until We Meet Again || Renjun × NingningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang