Bagian 16

679 58 5
                                    

Pagi ini Ningning terbangun lebih awal dari biasanya. Dia melirik ke arah samping dan menemukan Renjun yang masih tertidur lelap. Sudah terhitung tiga kali dia bangun pagi dengan sosok Renjun di sampingnya. Bahkan mungkin kedepannya dia akan lebih sering menjumpai lelaki itu berada di ranjang yang sama dengan dia.

Mereka berdua sebenarnya sudah merencanakan sebuah pernikahan semalam. Walaupun kesannya cukup terburu-buru, namun mereka berdua sudah memikirkan dengan matang. Terlebih lagi dengan kondisi Ningning yang berbadan dua membuat Renjun semakin yakin untuk menikahi Ningning dalam waktu dekat. Hari ini setelah pergi ke dokter kandungan, mereka berdua berencana mengunjungi orang tua Ningning untuk meminta restu.

Hal paling berat yang dirasakan Ningning adalah ketika dia harus berkata jujur kepada kedua orang tuanya. Dia tidak bisa membayangkan reaksi kedunya mengetahui putri semata wayangnya ini hamil duluan sebelum melakukan sebuah pernikahan. Padahal dari awal, Ningning sudah diberikan kepercayaan yang sebenarnya sulit didapatkannya waktu itu yaitu hidup mandiri dan jauh dari orang tua.

Lamunan Ningning seolah terbuyarkan ketika dia merasakan pelukan di pinggangnya melonggar dan mendengar suara Renjun berbisik di telinganya.

"Pagi, Yi!"

Ningning mencoba mengusir pemikiran negatifnya dan berusaha menampilkan senyumannya di depan Renjun.

"Pagi kak!" Ucapnya sambil menghadap ke arah Renjun dengan senyuman yang masih menghiasi wajahnya.

"Kok udah bangun? Kamu lapar? Atau butuh sesuatu?" Tanya Renjun.

"Ngga kak."

"Terus? Ngerasa mual lagi?" Tanya Renjun sekali lagi.

"Ngga kak. Aku baik-baik aja ini."

"Kamu ngerasa takut, Yi?" Kali ini pertanyaan Renjun berhasil membuat Ningning terdiam.

"Kenapa hm? Sini cerita." Renjun mulai mendesak Ningning ketika melihat perempuan tersebut terdiam dan mengalihkan pandangannya.

"Aku takut mama sama papa bakalan kecewa nanti." Setelah menunggu, akhirnya Ningning mau membuka mulutnya dan menjawab pertanyaan dari Renjun.

Mendengar ketakutan Ningning membuat Renjun maklum. Dirinya pun juga merasakan hal yang sama. Perbuatan yang dia lakukan pastinya membuat kedua orang tuanya kecewa. Namun, disini dia harus berusaha menenangkan Ningning karena dia tidak mau perempuan itu berpikiran macam-macam yang akan membuat dirinya stress.

"Yi, kalau mereka nanti kecewa wajar kok. Yang terpenting, kamu udah berusaha buat jujur dan berusaha memperbaikinya untuk kedepannya. Dan yang jelas kamu ngga ngehadapinnya sendirian, kita hadapin sama-sama nanti. Jadi, jangan terlalu dipikirin ya? Biar kakak yang ngomong nanti."

Mendengar penjelasan dari Renjun seketika membuat kerisauan yang ada pada hati Ningning memudar. Dia yakin bahwa apa yang dibicarakan Renjun bukan hanya bualan semata namun dia tahu kalau Renjun pastinya akan bertanggung jawab penuh atas dirinya.

"Maaf ya, Yi. Karena kakak, kamu harus berada di situasi kayak gini."

"Jangan bilang kayak gitu kak. Aku juga salah disini. Jadi stop nyalahin diri kamu sendiri ya? Lupain yang lalu dan lebih baik kita fokus untuk kedepannya." Jawab Ningning sambil mengulas senyum kepada Renjun. Dia juga semakin merapatkan tubuhnya ke arah Renjun dan memilih menyandarkan kepalanya ke dada bidang Renjun.

Renjun menjadi gemas sendiri ketika Ningning merapatkan tubuhnya ke arah dia. Dia tidak berani memeluk Ningning terlalu erat sehingga dia hanya bisa mengelus pelan rambut Ningning dan sesekali mengecup puncak kepalanya.

"Yi, kira-kira usia 'dia' udah berapa ya?" Pertanyaan yang terlontar dari mulut Renjun membuat Ningning mendongak untuk menatap ke arahnya.

"Mungkin sekitar 4 atau 5 minggu. Nanti kita tanya ke dokter langsung aja ya."

Until We Meet Again || Renjun × NingningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang