Part 6 Kembali Tertangkap
Eiza berusaha mendorong pintu kembali tertutup, tetapi ujung sepatu Marcuss menyelip lebih dulu.
“A-apa yang kau lakukan di sini?” Eiza berusaha mempertahankan pintu tetap merapat. “Bagaimana kau menemukan tempat ini?”
Seringai Marcuss berubah menjadi tawa geli. “Kupikir kau terlalu polos, rupanya kau memang tolol dan bodoh, ya.” Hanya cukup satu kali dorongan ringan, tubuh Eiza terhuyung dua langkah ke belakang. Marcuss menerobos masuk dengan langkah santainya. Kedua tangan masuk ke dalam saku celana sembari mengedarkan pandangan ke sekeliling.
Langkah pria itu terhenti di tengahruangan yang cukup luas tersebut. Berhenti mengamati dan memutar kepala menatap Eiza yang tetap bergeming di samping pintu. Sama sekali tak tercemaskan jika wanita itu akan kabur dengan pintu yang terjemblak terbuka. Toh ada anak buahnya yang berjaga di sekitar unit apartemen cukup mewah ini. Yang secara kebetulan juga merupakan salah satu gedung miliknya.
“Marcuss Rodrigo. Aku sudah memperkenalkan diriku di pertemuan pertama, ah kedua kita. Kemarin kau tak sadarkan diri, jadi itu tidak masuk hitungan.” Tangan Marcuss bergerak mengibas ke depan wajah.
Eiza tentu saja tak peduli dengan ocehan tersebut. “Apakah nama itu harus menjadi penting sehingga aku perlu mengingatnya?” desisnya. Mengabaikan rasa takut yang merebak di dadanya dengan tanpa alasan.
Marcuss tertawa kecil, kali ini memutar tubuhnya. Sepenuhnya menghadap Eiza. “Pertanyaan yang menarik,” gumannya dengan tawa geli. “Dan ya, kau perlu mengingatnya. Aku bukan orang baik.”
Eiza tahu itu tanpa diberitahu. Ekor matanya melirik ke arah pintu yang terjemblak terbuka, tetapi ia tak bisa melarikan seorang diri. Serra … baru saja ia membatin nama sang sahabat, langkah dari arah lorong pendek di samping ruangan membuat keduanya menoleh bersamaan.
Langkah Serra terhenti menyadari ada orang asing di dalam apartemennya. Wanita itu menatap Eiza dan Marcuss bergantian.
“Serra Rema?” Salah satu alis Marcuss terangkat.
“Y-ya?” Serra berjalan mendekat dengan hati-hati. Cukup kepucatan dan kecemasan di raut wajah Eiza memberinya bekal untuk bersikap waspada pada orang tak dikenal yang tengah berdiri di tengah ruangan tersebut. Ditambah dengan tinggi dan besar tubuh pria itu yang memancarkan aura dominasi yang begitu kuat, berhasil membunyikan alarm di telinganya. “A-anda?”
Senyum Marcuss melengkung. Menampilkan raut ramah yang dibuat-buat. “Perkenalkan, saya Marcuss Rodrigo.”
Serra nyaris terpekik keras, matanya membeliak terkejut dan nampan di kedua tangannya nyaris tumpah oleh goncangan tubuh wanita itu. Dengan kepucatan yang lebih pekat dari wajah Eiza. “M-marcus Rodrigo?”
Eiza menautkan kedua alisnya. Melihat reaksi Serra, tampaknya sang sahabat cukup mengenal siapa sebenarnya Marcuss Rodrigo. Keheningan sempat menyelimuti seluruh ruangan. Eiza berjalan menepi, mendekati dan memegang lengan Serra yang masih bergetar. Bahkan minuman di atas nampan sudah setengah tumpah. “Kami sudah tahu siapa kau, lalu apa yang kau inginkan sekarang?”
“Kau.” Jawaban Marcuss keluar dengan ringan, bola matanya yang tajam mengarah lurus pada Eiza.
“Aku bahkan sama sekali tak mengenalmu, Marcuss. Bagiku kau hanyalah orang asing …”
“Yang pernah menghabiskan malam panas denganku?” lanjut Marcuss.
Eiza merapatkan mulutnya sesaat. Berusaha mengabaikan ketakutan Serra yang ikut merambatinya. Juga bisikan sang sahabat. “D-dia Marcuss Rodrigo, Eiza,” lisih Serra.
Eiza hanya melirik tak tertarik pada Serra. Memangnya kenapa dengan nama itu? Apakah itu nama tabu yang harus dihindarinya? Nama keramat yang akan membawa sial di hidupnya yang wajib diketahuinya? Sejujurnya ia lebih percaya yang terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Billionaire's Lust
RomanceEiza, menemukan hasil tes DNA janin dalam kandungannya bukan milik sang suami. Terpukul dan meragukan kesucian cintanya pada sang suami, membuatnya mengalami pendarahan dan di tengah rasa sakit tersebut, sang mertua datang. Memaksanya menandatangani...