16. Seutuhnya

845 109 5
                                    

Part 16 Seutuhnya

Eiza dan Marcuss tak berhenti mendapatkan ucapan selamat dari setiap anggota keluarga besar Marcuss dan para tamu undangan. Kakinya terasa begitu pegal dengan banyaknya tamu. Ia sama sekali tak diberi kesempatan untuk duduk.

Satu-satunya orang yang Eiza ingat di antara banyaknya wajah asing tersebut hanyalah mama Marcuss. Wajah dingin dan datar tersebut masih mengamatinya dari salah satu meja yang berada paling depan. Melucuti penampilan dari atas hingga bawah. Dengan kecurigaan dan ketidak sukaan yang sama sekali tak ditutupi. Seperti yang selalu Maria Lee lakukan padanya. Tetapi kaki ini Eiza memahami sikap tersebut. Tiba-tiba saja keduanya menjadi pasangan mertua dan menantu di hari pertama mereka bertemu.

Ada sedikit harapan yang muncul di hatinya. Berharap wanita paruh baya yang terlihat sepuluh tahun lebih muda dari usia sebenarnya tersebut memiliki rencana untuk memisahkannya dengan Marcuss. Membuatnya bercerai dengan Marcuss seperti yang telah berhasil dilakukan Maria Lee terhadap pernikahannya dan Danen.

“Sepertinya kau perlu istirahat.” Suara Marcuss memecah bayangan menyenangkan di kepala Eiza.  Kepalanya tertunduk, mendekat tepat di samping telinga Eiza.

Eiza tentu saja tak menolehkan kepala ke samping. Yang malah akan memberi kesempatan bagi Marcuss untuk berbuat mesum. Sudah cukup ia menahan diri, ketika pria itu diam-diam meremas pantatnya di tengah mereka menerima ucapan selamat. “Apakah aku boleh pergi lebih dulu?”

“Ya, tentu saja. Marco akan membantumu.” Marcuss memberikan isyarat satu anggukan kecil pada sang sepupu yang langsung beranjak dari kursi. “Ada seseorang yang harus kau temui.”

Seseorang? Eiza tak bisa mencegah kepalanya berputar ke samping. seperti yang sudah ia tebak, Marcuss mencuri satu kecupan di bibirnya. Membuatnya tersentak dan menarik wajahnya menjauh.

“Pergilah.” Marcuss mendorong pelan tubuh Eiza ke arah Marco, yang memberikan tangan untuk membantu jalan Eiza tanpa memberik kesempatan pertanyaan di kedua mata wanita itu terucap.

Eiza membiarkan langkahnya dituntun Marco menuju area samping panggung. Melewati pintu kayu, lorong dan keduanya masuk ke dalam ruang tunggu yang sebelumnya. Saat pintu terbuka, Eiza dibuat terkejut dengan keberadaan Serra yang duduk di sofa panjang. Wanita itu mengenakan gaun pesta dengan lengan kanan yang dibebat perban, sama terkejutnya dengan Eiza.

“Serra.”

“Eiza?”

Keduanya saling berpelukan. Begitu erat. “Aku lega kau masih hidup. Maafkan aku telah melibatkanmu dalam masalah ini.”

“Tidak, Eiza. Aku akan tetap melakukannya meski tahu apa yang akan terjadi padaku. Itulah seorang sahabat.”

“Terima kasih, Serra.” Eiza memeluk tubuh Serra semakin dalam. “Apakah lenganmu baik-baik saja?”

“Sedikit. Tapi sudah dibius dan dijahit. Pelurunya juga udah diambil. Tidak semengerikan seperti yang ada di bayangan kita.”

Eiza bernapas dengan penuh kelegaan. “Aku sungguh-sungguh minta maaf, Serra.”

“Aku akan keluar.” Marco menyela di tengah pelukan yang tampaknya akan berlangsung penuh haru tersebut. “Tapi mungkin kau perlu kembali diingatkan, Eiza. Jangan melakukan kekonyolan lainnya yang akan membuatmu berada dalam masalah lebih besar dengan Marcuss. Setidaknya kejadian hari ini sudah cukup memberimu pelajaran.”

Kata-kata Marco berhasil membuat pelukan Serra dan Eiza melonggar. Kedua wanita itu hanya menatap Marco yang meski tampak datar, ada kehangatan di kedua mata pria itu. Pria itu kemudian berbalik keluar, dan tepat sebelum pintu benar-benar tertutup, pintu kembali terbuka. Dan Dashia menerobos masuk, menghampiri kedua sahabat.

Billionaire's LustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang