33. Pertengkaran Hebat

539 96 3
                                    

Part 33 Pertengkaran Hebat

Eiza sudah cukup dipusingkan dengan jambakan yang begitu kuat, ditambah rasa sakit di kulit kepalanya yang ditarik keras. Tubuhnya setengah diseret, memasuki kamar mandi sebelum kemudian dilempar ke dalam bath up.

Wajahnya sempat tenggelam, menelan air sedingin es yang mengejutkannya. Tergelegap dan mencoba kembali menaikkan wajahnya di atas permukaan air.

Marcuss duduk di tepian bath up, menghadap ke arah Eiza, yang berusaha duduk tegak, tetapi tertahan oleh cekalan tangannya di dada. Memastikan sekujur tubuh sang istri teredam air dingin.

"Kau sengaja mengabaikanku?" Pertanyaan Marcuss lagi-lagi diucapkan dengan penuh ketenangan. Senyum tipis tersungging di ujung bibir dengan bibir Eiza yang mulai bergetar. Menahan gigil yang mulai membuat wajah wanita itu memucat.

Tangan Marcuss merobek bagian depan pakaian Eiza, begitupun pakaian dalam yang dikenakan sang istri. "Kau tahu aku tak suka membiarkan milikku disentuh pria lain."

Eiza meraih keberaniannya yang seperti balon sabun. Begitu berhasil menyentuhnya, balon itu akan langsung meletus. Badai kemarahan di kedua manik hitam Marcuss terlalu menakutkan untuk dihadapi. Marcuss toh tak akan mendengar alasannya yang terdengar seperti omong kosong di telinga pria itu. Juga kata maaf yang selama ini berhasil menyelamatkannya, kali ini kata itu tak akan berguna. Ditambah, pasti Marcuss tahu ia telah bertemu dengan Danen.

"Tak ada yang ingin kau katakan?" Marcuss membuang semua pakaian Eiza ke tempat sampah.

"Apakah itu akan memberi perbedaan?" Entah apa yang mendorong Eiza membalas pertanyaan Marcuss.

Marcuss berdiri, seringainya semakin tinggi ketika menjawab tidak sambil melucuti pakaiannya sendiri. Dan bergabung di bath up.

*** 

Eiza tak bisa memejamkan matanya meski rasa lelah di tubuhnya terasa menyeluruh. Juga rasa menggigil di setiap inci kulit telanjang.

Jam di atas nakas memperlihatkan hari yang sudah mulai pagi. 04.17. Marcuss tidak tidur di kamar. Setelah meluapkan seluruh amarah dan nafsu pria itu padanya, Marcuss langsung meninggalkan kamar sejak dua jam yang lalu. Tak lagi muncul hingga sekarang. Setidaknya memberinya waktu baginya untuk menyendiri.

Putus asa tak akan bisa memejamkan mata, Eiza turun dari tempat tidur. Masuk ke kamar mandi hanya akan mengingatkan betapa berengseknya Marcuss memperlakukan tubuhnya di dalam sana, ia pun memutuskan untuk berjalan ke balkon kamar.

Langit masih gelap, hanya lampu taman di belakang rumah yang membantu sedikit arah pandangannya ke sekitar halaman belakang. Kolam renang juga tampak sunyi, hanya ada beberapa penjaga yang berdiri di tempat masing-masing. Yang langsung menyadari gerakannya di balkon dengan waspada, tetapi kemudian mengangguk hormat dan kembali mengawasi sekitar.

Eiza duduk di kursi, menaikkan kakinya dan meringkuk memeluk kedua kakinya. Baju yang dikenakan tak cukup tebal, tapi cukup untuk menahan dinginnya udara pagi.

Tak ingin mengingat apa yang dilakukan Marcuss padanya, benaknya mulai memutar apa yang terjadi di café sore tadi. Semua perubahan sikap Maria Lee yang membuatnya kebingungan, akan kemungkinan Marcuss yang menjebak Danen dalam pencurian desain tersebut, pernikahan Danen dan Jessi yang berada di ujung tanduk, bahkan belum genap tiga bulan. Sama seperti umur pernikahannya dan Marcuss. Untuk yang satu ini, Eiza tak merasa terlalu dipusingkan. Pernikahannya dan Marcuss pun jauh dari kata baik.

Entah berapa lama Eiza duduk di balkon. Saat cahaya kemerahan mulai muncul di ufuk timur, ia mendengar pintu kamar yang terbuka. Dari pintu kaca yang setengah terbuka dan gorden yang tidak tertutup, ia melihat Marcuss melangkah masuk. Sesaat pria itu melihat ranjang yang kosong dan pandangannya mencari, sebelum kemudian bertemu dengannya.

Marcuss tak mengatakan apa pun. Menyeberangi ruangan dan langsung ke kamar mandi. Pria itu seolah sengaja mendiamkannya, bahkan ketika di meja makan dan Eiza berusaha berbicara.

“Ehm, ha …”

“Hari ini, kau tidak akan ke mana pun,” penggal Marcuss. sebelum Eiza menyelesaikan kalimat pertamanya.

“Kenapa?”

Marcuss membanting garpu dan sendoknya. Mendorong kursi di belakangnya hingga jatuh terbalik ke belakang saking kuatnya dorongan tersebut.

Eiza tersentak, wajahnya terdongak. Menatap kegelapan di wajah Marcuss yang tiba-tiba saja memekat. Seketika menyesali bantahannya.

“Kau tahu kenapa, Eiza. Untuk seminggu ke depan, kau tak akan ke mana pun. Dan tak ada ponsel.” Desisan Marcuss penuh penekanan. “Lagipula tak ada siapa pun yang perlu kau hubungi. Tak ada siapapun yang kau miliki selain belas kasihanku.”

Mulut Eiza menganga. Bulu di tengkuknya mulai berdiri, membuatnya kata-kata protesnya tertahan di tenggorokan akan tatapan Marcuss yang menakutkan.

Marcuss meletakkan kedua tangannya di meja, punggungnya membungkuk, mencondongkan tubuh ke arah Eiza. “Jadilah boneka yang baik dan patuh. Memahami dengan baik posisimu di rumah ini, yang tak lebih dari pemuas nafsuku.”

Mata Eiza mengerjap, tercengang dengan keras akan kata-kata Marcuss yang meski adalah sebuah fakta, tetap saja terasa menusuk tepat di ulu hatinya. Rasa panas mulai merebak di ujung matanya. “A-apa?”

Marcuss menyeringai. “Kenapa? Kau tersinggung? Tubuh murahanmu membuatmu tak lagi berhak memiliki perasaan semacam itu, wanita muda.”

Eiza melompat berdiri, tangannya melayang dan mendaratkan satu tamparan di pipi Marcuss.

Marcuss bergeming dengan posisi yang sama. Tamparan yang dilepaskan dengan sepenuh tenaga oleh Eiza, seolah hanya seperti nyamuk yang hinggap di sana. Wajah pria itu tak bergerak, melekat pada wajah Eiza yang terengah oleh emosi yang membludak di dada wanita itu.

Eiza bisa merasakan tatapan Marcuss yang semakin menggelap, dengan kilat yang saling menyambar di kedua bola mata hitam tersebut. Ketakutan merebak, memenuhi dadanya hingga terasa sangat sesak. Tapi ia tak peduli. Kata-kata Marcuss memang sudah keterlaluan.

“Kau berani menamparku?” desis Marcuss sangat lirih. Tetapi ketajaman suaranya berhasil membuat kesunyian di antara mereka dipenuhi ketegangan.

Eiza tak diberi kesempatan untuk menjawab. Ketika tangan kiri Marcuss menyingkirkan semua barang-barang yang ada di meja dan tangannya yang lain menarik Eiza ke atas meja. Mendorong dada hingga punggungnya membentur kaca meja makan dengan keras. Kemudian tangan pria itu mencengkeram bagian depan pakaiannya dan merobeknya hanya dalam satu sentakan kuat. Menelanjanginya di atas meja makan. 

Kedua kakinya dicengkeram, dibuka dengan kasar. Benar-benar menjadikannya budak seks pria itu.

*** 

Sudah tiga hari berlalu sejak kejadian menjijikkan di meja makan yang membuat Eiza enggan turun untuk makan. Sepanjang hari, wanita itu menghabiskan waktunya hanya dengan berbaring di kamar. Sementara Marcuss, pria itu juga hanya datang untuk menidurinya. Setelah puas melecehkannya, pria itu akan keluar. Meninggalkan tubuhnya yang meringkuk telanjang di tengah kasur yang berantakan. Oleh pemberontakan Eiza yang selalu berakhir sia-sia.

Hasil akhir dari pergulatan tersebut adalah lebam di pergelangan tangan atau kaki, bibirnya yang bengkak oleh lumatan pria itu, rasa sakit di pangkal paha dan matanya yang membengkak karena terlalu banyak menangis.

Puncak dari pertengkaran hebat tersebut dimulai ketika pemberitaan di media internet tentang masalah dan keluhan dari produk elektronik keluaran terbaru miliknya beredar tak terkendali. Dan hanya dalam sekejap berhasil menurunkan harga sahamnya. Tak hanya itu, keluhan-keluhan para pemegang saham dan direksi semakin membuat suasana hatinya memburuk. Dan semakin ditekan dengan kedatangan sang mama yang mengabarkan bahwa proyek baru mereka akan terancam gagal karena para investor yang mulai menarik dana jika proyek tidak segera diakuisisi oleh orang lain.

Braakkk …

Kepalan tangan Marcuss mendarat di mejanya dengan keras. Matanya tampak memerah. Dengan gurat amarah yang menggaris di seluruh permukaan wajah pria itu.

“Dan Danen Lee, dia yang akan menggantikanmu sebagai penanggung jawab. Dia sudah mengirim desain miliknya yang akan merombak desain barumu,” tambah Loorena. Seolah sengaja menyiram bensin di tengah bara api amarah Marcuss yang sedang berkobar.

Billionaire's LustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang