12 Hari H-1

707 130 9
                                    

Part 12 Hari H-1

Kepala Eiza terangkat, dari bayangan cermin ia bisa melihat Marcuss yang muncil dibalik gorden dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana. Pandangannya mengamati penampilan pria itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mengenakan setelan tuxedo berwarna putih dengan hiasan bunga dan sapu tangan di dada. 

Dan bayangan tubuh pria itu yang berada tepat di sampingnya, membawa ekor mata Eiza mau tak mau mengamati pantulan tubuhnya di cermin. Baru menyadari gaun yang sempurna indah tersebut membungkus tubuhnya dengan cara yang tepat. Gaun penganti off shoulder tersebut begitu rendah. Menampilkan belahan dadanya yang cukup rendah.

“Anda memberikan ukuran yang tepat, Tuan,” balas salah satu yang memperbaiki hiasan bunga di pinggang. 

Marcuss melangkah lebih dekat. matanya bersinar penuh ketakjuban dengan penampilan Eiza yang jauh lebih sempurna dari yang ia perkirakan.

“Anda memilih model yang tepat. Tunangan Anda memiliki leher dan pundak yang indah.”

“Seluruh tubuhnya penuh keindahan,” canda Marcuss, tanpa melepaskan pandangannya dari pantulan wajah Eiza di cermin. Perancang busana yang belum selesai menautkan kancing di punggung Eiza bergeser ke samping. Marcuss menggantikan tempatnya. “Aku akan menyelesaikannya.”

Ketiga perancang tersebut serempat mengangguk dan berpamit pergi.

Napas Eiza tertahan dengan kepergiannya ketiganya yang mendadak ia butuhkan. Tubuhnya berjengit ketika ujung jemari Marcuss sengaja menyentuh kulit punggungya disetiap tautan yang pria itu buat. Tak sampai di situ, tubuhnya dibuat menegang saat kedua lengan pria itu bergerak melingkari perut dan satu ciuman mendarat di pundak. “Kau terlihat sangat cantik,” pujinya penuh kekaguman.

Eiza tak menjawab. Munafik jika ia tidak melambung dengan pujian tersebut. Tetapi ia lekas menyadarkan diri bahwa pujian itu datang bukan dari orang yang ia inginkan. 

“Aku tak sabar menunggu lima hari lagi.”

“L-lima hari lagi?” pekik Eiza. Rona merah yang menghiasi wajahnya seketika memucat dengan kalimat Marcuss. 

“Ya. Tepat di hari pernikahan mantan suamimu.”

Eiza memutar kepalanya ke samping, yang nyaris membuat bibirnya dan Marcuss saling bersentuhan. Kepalanya langsung bergerak menjauh dengan pinggang yang ditahan tetap tak bergerak. Ada tawa kecil di ujung Marcuss, yang segera ia tepis.

“Kenapa? Kau tak suka kita akan merebut kemeriahan perayaan pernikahan mereka dengan pernikahan kita?”

Eiza masih mencoba menelaah apa yang diucapkan oleh Marcuss.

“Kau tak ingin membalas sakit hatimu setelah dibuang dengan cara menyedihkan oleh mantan mertuamu?” Salah satu alis Marcuss terangkat.

Niat tersebut sama sekali tak terpikir di benaknya.  Berapa banyak kesedihan dan pengkhianatan yang sudah diberikan keluarga Lee, ia sama sekali tak memiliki niat untuk membalaskan sakit hatinya. Terutama Maria Lee adalah ibu kandung dari Danen dan Dashia.

Senyum Marcuss membeku dengan kepolosan yang terlalu jelas di kedua mata Eiza. “Rupanya kau memang setolol itu, ya?” dengusnya mencemooh. 

Eiza kembali menatap ke depan. Ia jelas tak punya kuasa untuk melakukan semua itu, dan meski ia memilikinya, niat tetap tak ada di batinnya. Dan bukan karena ia tolol. Cintanya pada Danen dan persahabatannya dengan Dashia, bagaimana mungkin ia akan menghancurkan kedua hal terpenting di hidupnya tersebut.

“Bahkan setelah semuanya.”

“Bukankah pernikahan kita tak ada hubungannya dengan mereka?”

“Dan kau ingin melupakan semua sakit hatimu begitu saja?”

Billionaire's LustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang