Part 1 Bukan Darah Daging Sang Suami
0% ketidakcocokan?
Tubuh Eiza meluruh, jatuh terduduk dengan terlunglai. Tangannya meremas lembaran putih di tangan, menahan gemetar yang menyerang dan membuat pandangannya mengabur oleh air mata.
Bagaimana mungkin?
Bagaimana mungkin anak dalam kandungannya bukan milik suaminya?
Jika calon putri mereka bukan milik Danen, lalu milik siapa?
Siapa yang telah menodai kesucian dan ketulusan cintanya pada sang suami dengan keburukan semacam ini?
Bagaimana mungkin buah hatinya bukan milik suami tercintanya?
Eiza membekap mulutnya dengan telapak tangan, meredam isakan tangis yang semakin menjadi. Keraguan menggerogoti hatinya, rasa sesak mencengkeram dadanya dengan keras. Oleh satu lembar kertas putih yang berhasil menampar keras keyakinan dan kepercayaan akan kesetiaan cintanya.
Suara langkah dari balik pintu yang semakin jelas menghentikan isakan Eiza. Ia lekas menyeka air matanya, pandangannya mengedar di lantai, mencari lembaran hasil tes DNA nya. Tubuhnya membungkuk, menangkap kertas tersebut tepat ketika pintu kamarnya terbuka.
Maria Lee, sang mertua melangkah masuk dengan kedua alis yang saling bertaut ketika mengamati ekspresi wajah Eiza.
"Kau belum menyiapkan meja makan. Apa kau tahu jam berapa ini?" Suara dingin Maria menyerupai desisan ketika berjalan semakin dekat. "Dan kau sibuk menangis di kamar? Apa kau tahu kalau kami semua kelaparan? Jangan menggunakan alasan kehamilanmu yang semakin besar untuk membebaskanmu dari kewajibanmu, Eiza?"
Eiza menggeleng, salah satu tangannya yang tersembunyi di belakang punggung bergerak menyeka sisa air mata yang masih menjejak di pipinya.. "Eiza akan segera turun."
Maria terdiam. Kerutan di keningnya semakin menukik tajam mengamati tangan Eiza yang lain masih tersembunyi di belakang. "Kenapa kau menangis?"
Eiza menggeleng dengan cepat.
Tatapan Eiza menyipit curiga. "Apa yang kau sembunyikan di belakangmu?"
Wajah Eiza yang sudah pucat semakin sepucat mayat. Menggeleng dengan cepat. "Tidak ada, Ma."
Maria mendengus keras. Maju ke depan dan menangkap lengan Eiza, sesaat keduanya saling beradu kekuatan tetapi akhirnya Maria berhasil merebut apa yang berusaha disembunyikan Eiza. "Apa ini?"
Eiza menggelengkan kepala, dengan air mata yang kembali jatuh. "I-ini hanya kesalah pahaman, Ma. Eiza tidak tahu…"
"Tes DNA? Apakah ini milikmu?"
Eiza menggeleng. Tak sepenuhnya berbohong karena memang bukan hasil tesnya.
Maria tampak berpikir, tatapannya menelisik lebih dalam raut wajah Eiza sebelum kemudian bergerak turun. Berhenti di perut wanita. "Ah, milik anak di perutmu dan Danen?"
Eiza menggeleng. Dengan kebohongan yang tak lagi mampu tersembunyi di permukaan wajahnya.
“Jadi kau benar-benar melakukan tes DNA?” Maria mencemooh hasil yang tertulis di kertas kusut tersebut. "Kau mendengar pembicaraanku dan Danen?"
Eiza tak menjawab. Dengan air mata yang semakin mengalir deras.
"0% ketidakcocokan. Jadi anak itu memang bukan anak Danen?
“Tidak, Ma. Eiza tidak pernah mengkhianati Danen.”
Maria mendengus. Melempar kertas tersebut ke wajah Eiza. “Apa Danen tahu?”
Eiza menempelkan kedua telapak tangannya di depan wajah. "Eiza mohon jangan beritahukan hal ini pada Danen, Ma."
"Kau menyelingkuhi putraku dan sekarang kau memohon padaku untuk menyembunyikan kebusukan ini."
Eiza menjatuhkan tubuhnya ke lantai, memeluk kaki Maria dengan isak permohonan yang semakin menjadi. "Eiza tidak pernah berselingkuh dari Danen, Ma. Eiza mengatakan yang sejujurnya."
Maria mendorong pundak Eiza menjauh, menendang tubuh dan perut besar wanita itu dengan kaki dan seluruh tenaga yang dimilikinya. "Bersiaplah untuk bercerai dengannya atau kau akan membuatnya kecewa dengan hasil tes DNA ini, Eiza. Kau bilang kau begitu mencintainya, kan? Apa kau tega melukai perasaannya yang lemah dengan pengkhianatanmu?"
Isakan Eiza terhenti, dengan tangisan yang mulai tak bersuara. "A-apa?"
"Aku akan menyembunyikan kebusukanmu ini, hanya dengan satu syarat. Ceraikan putraku. Kau sudah tak layak mendampinginya dengan dosa besarmu ini."
Kepala Eiza bergerak menggeleng dengan pilu. Bibirnya yang sudah kelu tak lagi mampu mengeluarkan sanggahan maupun permohonan.
Maria melangkah keluar. Tak memedulikan rintihan Eiza yang meringkuk di lantai. Ujung bibirnya menyeringai ketika menutup pintu di belakangnya.
Plaakkk …
Suara tamparan yang membelah kesunyian malam menghentikan langkah Eiza yang sedang melintasi ruang santai.
“Jangan tolol, Danen. Mama sudah muak dengan omong kosong tentang cinta yang kau katakan itu. Anak dalam kandungannya bukan milikmu.”
“Eiza tak mungkin mengkhianati Danen, Ma. Semua itu hanyalah gosip dan foto-foto yang tak jelas asal usulnya.”
“Cukup!” Maria mengangkat tangannya di depan wajah sang putra. “Mama tidak mau tahu. Ceraikan dia dan menikah dengan Jessi. Dia bisa menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan. Kau ingin kita semua berakhir di jalanan? Jangan egois, Danen. Kebahagiaanmu tak menjamin kita semua bisa hidup dengan nyaman.”
“Tidak, Ma. Danen akan melakukan apa pun. Apa pun itu asalkan tidak dengan berpisah dengan Eiza.”
Maria terdiam, mengamati kesungguhan di wajah sang putra. “Apa pun?”
“Ya, Ma. Apa pun.”
“Buktikan kalau anak dalam kandungannya adalah darah dagingmu. Mama akan mempertimbangkannya.”
Ingatan itu berputar di benaknya. Yang mendorongnya pergi ke rumah sakit secara diam-diam meski dokter sudah memberitahukan resiko yang cukup serius sebelum dokter melakukan tes DNA tersebut. Dengan penuh keyakinan yang tak akan mungkin terpatahkan. Dengan kesetiaan yang diberikan hanya pada sang suami sepenuh hati.
Namun, bagaimana mungkin tamparan keras ini menghantam semua kesucian dan ketulusan cintanya. Membawa pernikahannya berada di ujung tanduk. Menunggu detik-detik kehancuran.
Hanya Danen yang pernah menyentuhnya. Hanya sang suamilah yang pernah tidur dengannya. Tetapi bagaimana mungkin hasil tes DNA tersebut menyatakan bahwa anak dalam kandungannya tidak cocok dengan DNA Danen.
Mungkinkah hasilnya direkayasa?
Dan sang mama mertua adalah dalang di balik semua ini?
Maria Lee akan melakukan apa pun untuk keinginan wanita itu? Apa pun.
Ya, pasti ini adalah perbuatan mama mertuanya. Ia harus mencari bukti untuk membuktikan kebohongan ini.
Tubuh Eiza masih bergetar hebat oleh isak tangis. Berusaha bangkit dari ringkukannya. Namun, tubuhnya sudah berhasil berdiri dengan kedua kaki saat rasa sakit menusuk di perut. Kepalanya tertunduk, menatap perutnya yang besar. Meringis menahan isak tangis yang semakin menjadi karena rasa sakit tersebut semakin tak tertahankan. Tubuhnya kembali jatuh ke lantai, bersama kesadaran yang perlahan menutup pandangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Billionaire's Lust
RomanceEiza, menemukan hasil tes DNA janin dalam kandungannya bukan milik sang suami. Terpukul dan meragukan kesucian cintanya pada sang suami, membuatnya mengalami pendarahan dan di tengah rasa sakit tersebut, sang mertua datang. Memaksanya menandatangani...