20. Persahabatan Yang Kembali Utuh

686 98 7
                                    


Part 20 Persahabatan Yang Kembali Utuh

Selain Marcuss yang memang sejak awal memanfaatkan perasaan tulus Dashia untuk memenuhi obsesi pria itu terhadapnya, Eiza menjelaskan semuanya ketidak berdayaannya menghadapi kekuasan Marcuss dalam pernikahan mereka. Terutama dengan putrinya, yang bahkan hanya dua kali ia lihat setelah ia melahirkan dua bulan yang lalu.

Dashia menampilkan raut penuh iba dan penyesalannya. Menggenggam tangan Eiza. “Aku mengerti, Eiza. Maafkan kemarahanku pada hari itu, a-aku bahkan tak tahu apa yang kukatakan padamu. Tanpa memikirkan perasaanmu yang juga tak berdaya di bawah ancaman Marcuss.”

“”Terima kasih sudah memahamiku, Dashia.”

Senyum Dashia melengkung untuk sang sahabat. Melepaskan pegangannya dan membuka kedua lengan untuk memeluk Eiza. “Kau sudah seperti saudariku, Eiza. Bahkan sebelum kau menikah dengan Danen. Sekali lagi maaf untuk kata-kata kasarku.”

Eiza membalas pelukan sang sahabat, merasakan matanya yang mulai memanas oleh rasa haru.

“Lalu bagaimana denganku?” Serra yang duduk di seberang meja, lekas beranjak. Memutari meja, membungkuk di antara keduanya dan menjatuhkan pelukan untuk Eiza dan Dashia. Saking kuatnya pelukan tersebut membuat Eiza dan Dashia sesak. Buru-buru mengurai pelukan, tetapi usaha keduanya tertahan dengan tubuh Serra yang paling besar dan tinggi di antara keduanya. Ketiganya pun terkikik, penuh kebahagiaan.

Pelayan datang membawakan pesanan mereka. Serra kembali ke kursinya. Ketiganya mulai berbincang ringan, tertawa kecil ketika salah satu membicarakan hal yang lucu sembari menyantap makanan masing-masing.

“Serra,” delik Eiza ketika Serra berhasil memasukkan potongan terakhir croissant di piringnya ke dalam mulut dan mengunyah dengan penuh kenikmatan.

“Rumput tetangga memang selalu lebih hijau, Eiza. Pahami pepatah itu.”

Dashia tertawa dan Eiza hanya menggeleng-gelengkan kepala dan ikit tertawa kecil. “Kau benar-benar tak bisa menghilangkan kebiasaanmu, Serra.”

“Salahkan kalian berdua yang masih tak memasang penjagaan di detik-detik terakhir,” jawab Serra dengan penuh kebanggaan.

"Danen?" Suara memanggil Dashia membekukan canda tawa di antara ketiga wanita itu, Eiza yang pertama kali menoleh. Melihat Danen dan Jessi yang melangkah masuk ke dalam restoran.

Jessi yang pertama kali menyadari keberadaan sang adik ipar. Dengan bergelayut manja pada lengan Danen, wanita itu menyeret sang suami mendekati meja Dashia, Serra, dan Eiza.

Danen sempat terkejut dengan keberadaan Eiza yang duduk di samping Dashia. Keduanya saling pandang.

"Kalian juga ada di sini?" Lirikan tak tertarik Jessi segera berubah menjadi senyum lebar ketika beralih pada Dashia dan Serra.

Dashia mengangguk. "Kalian akan makan siang bersama?"

Jessi mengangguk. "Danen bilang ini tempat yang bagus. Tapi sedikit sulit untuk reservasinya. Dan itu bukan masalah. Berkat mama, kami bisa datang ke sini kapan pun."

Dashia tersenyum membenarkan. Pandangannya sempat turun ke arah Eiza yang masih saling pandang dengan Danen. "Ya. Mama mengenal keluarga Rodrigo. Itulah sebabnya aku juga ada di sini."

"Oke. Selamat menikmati. Aku dan Danen butuh tempat yang lebih privasi." Jessi yang menyadari sang suami malah sibuk bertatapan dengan Eiza, lekas menyeret lengan Danen menjauh. Setengah memaksa karena langkah Danen yang memberat.

"Hubungan mereka sangat buruk," gumam Dashia menatap punggung Danen dan Jessi yang semakin menjauh. "Kau tahu, Danen masih mencintaimu," ucapnya pada Eiza.

Billionaire's LustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang