Pelayan-pelayan itu membuka tirai, membiarkan sinar mentari masuk kedalam kamar putri Arcduke.
Kepalanya terasa berat, Sakura meringis pelan. Dia ditengah rasa kantuknya mencoba untuk duduk bersandar pada sandaran ranjang.
Kelopak matanya berkedip beberapa kali, menyesuaikan pupil mata dengan sinar cahaya yang masuk.
Pandangan yang awalnya kabur kini mulai terlihat jelas, beberapa pelayan tampak sibuk akan tugas masing-masing.
"Kapan aku kembali ke kamar?" gumam Sakura, bertanya.
Ingatannya tentang kemarin terputar bagai kaset, bukankah terakhir dia membajak dapur kotor dan meminum alkohol. Mungkinkah Sakura berhasil sampai ke kamar dengan sendirinya?
Meringis karena rasa pusing, Sakura tidak ingin memikirkannya lagi. Dia menatap pada Karin-dayang pribadinya, yang berdiri patuh disamping ranjang.
"Karin."
Perempuan bersurai merah mengangguk hormat, kala namanya di panggil. "Lady, memerlukan sesuatu?"
Suara itu masih sama, Karin- di dunia tempatnya berasal merupakan sahabat dekatnya. "Tamu dari kuil masih disini?"
Sakura tersenyum ramah, menatap dayang pribadi dengan tatapan bersahabat.
Yeah, meski dalam novel ini Karin di jelaskan sebagai karakter yang akhirnya berada disisi Hinata serta mengkhianatinya.
But... Karin tetap teman dekatnya.
"Masih nona, saintess Hinata telah di putuskan akan tinggal sementara disini," ucap Karin, memberitahu dengan sopan.
Kepala Sakura mengangguk acuh, dia sudah menduganya. Alur dunia novel menyedihkan ini tidak mungkin begitu cepat berubah. "Baiklah," balasnya.
Saat ini, hanya ada satu hal yang perlu di pastikan. Sebuah tanda tanya besar di benaknya, tentang pangeran ke-II.
Uchiha Sasuke.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hinata, masih mengenakan gaun dengan warna 'putih' seolah tidak ada corak atau warna lain yang dapat melekat pada tubuhnya.
Dia berjalan di taman, langkahnya mendekat pada sebuah gazebo di tengah hamparan tumbuhan yang di rawat secara baik dan indah.
Nona muda bangsawan berkumpul di tempat yang sama, itu jelas sebuah pesta teh. Hinata tersenyum senang, ini sebuah kesempatan baginya. Sangat sayang untuk di lewatkan.
"Permisi." Dengan lembut, Hinata berbicara ditengah-tengah obrolan Sakura dengan bangsawan lainnya.
Iris emerlad melirik, Sakura yang menyeruput teh meletakkannya kembali di atas meja. "Saintess Hinata," ucapnya, tersenyum.
Bangsawan-bangsawan lain yang hanya diam, memperlihatkan raut terkejut. "Nona Saintess berada disini?" tanya putri Earl Yamanaka Ino.
Kikuk, Hinata dengan cepat membungkuk. "Ah, aku mengganggu kalian, maafkan aku," ucapnya terdengar tulus.
Untaian rambut Hinata turun menutupi wajahnya, membuat dia menyeringai kecil. Adegan ini seperti di dalam novel yang dibuat, menggiring opini publik tentang Sakura yang berbuat jahat padanya.
"Kenapa kau tidak mengundangnya, Sakura?" Ino bertanya, putri bangsawan yang sangat berpengaruh di dunia dagang itu merupakan teman dekat Sakura.
Bertopang dagu, Sakura mendengus pelan. Gadis ini pintar memainkan situasi, "Saintess itu bukan masalah, kau tidak mengganggu sama sekali, jangan berasumsi jahat begitu bahwa kau menganggu kami."
Memainkan peran, Sakura berucap sedih. "Kau bukan seorang bangsawan, jadi aku tidak mengundangmu ke pertemuan ini karena takut itu akan membebanimu."
Suara Sakura terdengar begitu lembut, sarat akan rasa khawatir dan merasa sedih akan tuduhan Sakura. "Tapi sepertinya aku salah, maafkan aku," sambung Sakura, menambahkan kata-katanya.
Ino beraksi cepat, dia menggapai tangan Sakura. "Oh Sakura itu bukan kesalahanmu, kau begitu peduli pada Saintess Hinata hingga memikirkannya padahal dia hanya anak angkat keluarga Arcduke."
Semua pasang mata para lady muda tertuju pada Sakura, "Benar, Lady. Kau tidak perlu meminta maaf, kau tidak melakukan kesalahan apapun," timpal salah seorang lady lainnya.
Hinata yang tidak lagi membungkuk, terdiam membatu. Kala pusat perhatian semua orang teralihkan pada Sakura dan dia tampak seperti orang jahatnya disini.
~~~~~~~~~~~~~~~~
"Sebentar lagi acara perburuan tahunan akan di adakan." Sasori berucap, dia melirik ke samping pada Sakura yang berjalan di sebelahnya dan sedikit lebih pendek.
Emerald memandang pada Sasori, kening Sakura mengerut. "Lalu?" tanyanya.
Tangan Sasori bergerak mengusap pucuk kepala Sakura. "Berikan aku sapu tangan."
Tiap musim dingin tiba, kekaisaran melakukan perburuan bersama dan tiap keluarga wajib mengikut sertakan putra keluarga mereka. Tradisi sapu tangan juga di lakukan, hadiah para Lady pada bangsawan pria yang mereka sukai.
Memperlihatkan sorot mata tidak bersahabat, kala Sasori mengacak surainya. "Tidak akan."
"Berikan satu..." Sasori tidak menyerah, dia menarik pipi bungsu kesayangannya. "Mengerti?"
Meringis, Sakura mengangguk. "Singkirkan tanganmu, tuan muda," ucapnya, masih dengan tangan Sasori yang memegang pipi.
Seperti memenangkan hadiah, Sasori tersenyum. "Gadis pintar," pujinya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Merajut itu sulit," ucap Sakura, menyimpulkan. Dia meletakan benang wol dan jarum yang dari tadi berada di tangannya. Setengah dari apa yang Sakura harapkan bahkan belum terbentuk.
Dongkol, Sakura memandang keluar jendela. Seekor burung elang bertengger di pohon, dengan sebuah surat kecil di ikat benang merah ada di kakinya.
Kursinya bergeser, Sakura berdiri menuju ke arah jendela dan membukanya. Burung elang itu tanpa basa-basi hinggap mendarat di bibir daun pintu. Seolah-olah surat di kakinya memang tertuju untuk bungsu Arcduke.
Melepaskan ikatan di kaki, Sakura memegang kertas kecil yang kini ada di tangannya. Dan burung itu kembali terbang pergi, "Ini apa?" gumamnya, pada diri sendiri.
Berikan satu sapu tangan untukku, cherry- US.
Barisan kata itu membuat Sakura tertegun, tubuhnya mematung diam, dengan emeraldnya mengejap beberapa kali. "Cherry?"
Panggilan itu sama seperti panggilan khusus yang Sasuke- kekasihnya berikan, pangeran ke-II mengetahuinya?
Emerald beralih memandang pada langit yang memang sudah gelap, memperlihatkan bulan purnama bersinar terang meski salju perlahan turun.
~~~~~~~~~~~~~~~~
Tenda-tenda dengan lambang masing-masing keluarga itu berdiri, kuda-kuda yang akan di kenakan untuk acara perburuan telah di siapkan. Tiap orang memakai pakaian tebal dan terhangat karena suhu yang rendah dan salju yang turun
"Ini." Hinata menunduk, dia menyerahkan sapu tangan indah dengan rona merah memenuhi pipinya. "Untukmu," lanjut Hinata.
Acara perburuan akan segera di mulai, pangeran ke-II itu menatapnya datar. "Menyingkir lah," jedanya, manik hitamnya memandang tanpa minat. "Dan lain kali, jangan mengusikku," sambung Sasuke dingin.
Uzumaki Naruto, menghampiri Hinata. Kstaria suci itu senantiasa mendampingi Saintess. "Saintess," panggilnya.
"Dia tidak menyukaiku, tapi kenapa?" Hinata berucap lirih, dia memegang erat sapu tangannya. Bibir Naruto menipis, merasa iba dengan apa yang di terjadi pada nona-nya.
TBC.
Next?
200 vote next
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villainess Princess
FanfictionHaruno Sakura, seorang mahasiswi cantik dan terampil, namun ada satu hal yang paling tidak dia suka. Jika seseorang, mengusik hidupnya. Dia mengira itu pagi yang cerah seperti biasanya. Tapi jelas tidak sesimple itu. Saat dia, mendadak menjadi pemer...