Albi berhenti di depan apartemen yang ditempati Wulan. Wulan pun turun dari motor Albi dengan hati-hati.
"Albi, makasih ya. Maaf gue jadi ngerepotin lo terus ..."
Albi menggeleng cepat. "Apasih? Justru saya seneng loh nganterin kamu begini. Nggak ngerepotin sama sekali." Katanya dengan senyuman manisnya.
"Seneng kenapa?" Wulan penasaran dengan kata-kata Albi.
Albi tiba-tiba tersentak. Ah, kenapa mulutnya tidak bisa dikontrol sih? "Ya ... seneng aja, soalnya saya seneng motoran ngeliat pemandangan." Jawab Albi berharap Wulan tidak curiga.
"Oh gitu ya. Ya udah sekali lagi makasih ya Al, hati-hati di jalan."
"Oke! Sampai ketemu besok Lan!"
Setelah Albi melesat jauh barulan Wulan memasuki kawasan apartemennya. Matanya menyipit ketika melihat Naura sedang keberatan membawa kantong belanja. Wulan berlari kecil untuk menghampirinya.
"Halo Mbak!" sapa Wulan.
Naura sedikit tersentak dan tubuhnya hampir oleng karena tangannya keberatan membawa dua kantong belanja penuh.
"Halo Wulan! Baru pulang kuliah ya?" tanyanya.
Wulan mengangguk. "Mbak mau naik ke atas kan? Sini sekalian aku bawain Mbak," tanpa meminta persetujuan Naura, Wulan langsung mengambil satu kantong belanjan yang ada di tangan kiri Naura.
"Duh, maaf ya jadi ngerepotin kamu. Harusnya tadi Sena yang bawa ini cuma anaknya bilang ada urusan di kafenya." jelas Naura.
Wulan ber-oh ria. Dan kini keduanya sudah memasuki lift.
"Kamu teman SMA-nya Sena ya?" tanya Naura memecah keheningan.
"Iya Mbak," jawab Wulan sekenanya. Ia ingin bertanya Naura itu siapanya Sena, tapi Wulan tidak berani.
"Kamu pasti bingung ya kenapa Sena bawa perempuan yang lebih tua dari dia ke apartemennya?" tebak Naura.
"Eh?" Wulan terperanjat. "Nggak kok Mba, aku--"
Naura terkekeh. Perempuan yang lebih muda darinya ini terlihat sangat menggemaskan. "Aku tuh korban tabrak mobilnya Sena..."
Mata Wulan melotot kaget.
"Sebenernya nggak semuanya salah Sena sih. Akunya aja yang nggak lihat-lihat pas mau nyebrang. Untungnya yang nabrak aku Sena. Dia mau bertanggung jawab buat semuanya. Kebetulan juga aku memang lagi ada masalah sama keluargaku. Jadi Sena nyuruh aku tinggal di unit sebelahnya."
Mendengar penjelasan itu entahlah Wulan merasakan hal aneh di dalam dirinya.
Tidak mendapatkan reaksi apapun dari perempuan di hadapannya ini, Naura menyenggol lengan Wulan. "Lan! Kamu bengong? Ayo keluar dulu," akhirnya Naura menggandeng tangan Wulan.
Wulan jadi bingung sendiri. Sebenernya, dia ini kenapa sih?
"Makasih banyak ya Wulan kamu udah bantu aku bawain belanjaan ini,"
"Eh? Nggak apa-apa Mbak, selagi aku bisa bantu pasti aku bantu."
"Nanti aku mau masak ayam rica-rica. Kamu suka nggak?" tanya Naura.
"Suka kok Mbak,"
"Nanti kalau udah jadi, aku bawain ya ke kamu,"
"Loh? Jangan repot-repot Mbak ... aku nggak mau ngerepotin Mbak," Wulan merasa sangat nggak enak. Karena ia membantu Naura itu benar-benar tulus tanpa ingin meminta imbalannya.
"Ayolah Lan, hobi aku tuh masak. Jadi aku seneng banget kalau ada orang yang mau makan masakanku. Mau kan?" tatapan Naura begitu memohon kepada Wulan.
Wulan pun akhirnya mengangguk pasrah. Ia menyetujui tawaran Naura. Lalu, sebelum Wulan melangkah menuju unitnya ia mengucapkan sesuatu yang membuat Naura terseyum manis seperti merasa gemas sendiri.
—aksheinata 2—
"Ngapain lo senyam-senyum gitu?" celetukkan Utha berhasil membuat Wulan berhenti tersenyum. Ia juga nggak sadar kalau ternyata dari tadi ia senyum-senyum sendirian.
Wulan mendelik. Kenapa ya, melihat Utha itu sangat membuat emosinya menggebu-gebu. "Lo kenapa jam segini ada di rumah sih? Lo bener-bener nggak punya kerjaan apa?!"
"Loh?! Emangnya kenapa? Kok lo sewot? Kan yang bayar unit ini juga gue!"
Wulan mendekat ke arah Utha, mengambil bantal kecil yang ada di samping Utha lalu langsung melempar dengan kencang ke depan wajah Utha. Utha yang jelas kaget itu langsung terpental ke belakang.
"Sukurin lo!" ketus Wulan lalu ia langsung pergi berlari masuk ke kamarnya.
"WULAAAAAAANNNNNNNNNNNN!!!!!!!!!!"
Wulan terkekeh mendengar teriakan itu. Kesabaran Utha terhadap dirinya benar-benar setipis tisu. Wulan mengambil ponselnya lalu ia melihat ada beberapa pesan dari Sera. Tapi ada satu pesan yang menarik perhatiannya.
[+62 8761xxx : Halo Wulan, ini saya Albi.]
Wulan mengeryitkan keningnya. Albi? Kenapa laki-laki itu bisa mengetahui nomor ponselnya? Apakah nomor ponselnya sudah disebar oleh temannya?
Belum sempat pertanyaannya terjawab, kini ponselnya berdering menampilkan nama Sera di sana.
"Halo? Kenapa Ser?"
"Hehehe, maaf ya Lan," kekehan Sera terdengar jelas di sana.
"Oh, jadi lo ya yang ngasih nomor gue ke Albi? Emangnya buat apa sih?"
"Katanya dia mau kenal lo lebih jauh! Lagipula lo kan jomlo jadi yaudah deh gue iyain aja," jelas Sera.
Wulan berdecak. "Harusnya lo izin dulu sama gue. Jangan suka kasih nomor gue ke sembarang orang."
"Ihhhh, iya-iya, gue minta maaf banget ya. Habisan gue ngerasa kalian berdua itu cocok. Jadi, ya udah deh gue kasih nomor lo ke Albi." Sera mengerucutkan bibirnya walaupun Wulan tidak melihatnya.
"Ya udah terserah lo deh Lan mau lo bales atau enggak. Kalau Albi buat lo nggak nyaman, nggak usah dibales ya."
Akhirnya Sera memutuskan sambungan teleponnya dengan Wulan.
Wulan hanya bisa menggelengkan kepalanya. Mau bagaimanapun juga,Wulan nggak bisa marah terlalu lama kepada Sera.
Akhirnya Wulan pun membalas pesan Albi lalu menyimpan nomor ponselnya.
to be continued
Halo! apa kabar semuanya? Apakah ada yang masih membaca ceritaku? Untuk yang masih bertahan, aku mengucapkan banyak terima kasih.
Doakan aku supaya bisa lebih rajin update lagi.31 Oktober 2023

KAMU SEDANG MEMBACA
AKSHEINATA II
RomanceKisah perjalanan hubungan Wulan dan Sena dimulai ... Copyright by cakehemo96 2020