Bagi sebagian orang, jurusan kedokteran itu mengasyikan dan menyebalkan. Seperti yang kalian tahu, Wulan termasuk orang yang sangat menyukai dunia kesehatan yang berbau biologi juga. Untuk masuk ke dalam jurusan ini tentu saja butuh perjuangan yang berat. Tapi untuk manusia seperti Wulan, sepertinya hanya membalikan sebelah telapak tangannya. Dengan jiwa ambisius yang sudah melekat dari lahir, Wulan hanya butuh belajar fokus sampai akhirnya ia diterima di Fakultas Kedokteran.
"Lan!" panggilan itu membuat Wulan menoleh cepat.
"Lo ada kelas Pak Bon-Bon kan?" tanya seorang gadis yang dikepang satu dengan wajah panik.
"Boni, bukan Bon-Bon, Sera! Lo nggak boleh ngomong gitu tahu!" tegur Wulan.
"Ih, Lan, iya-iya maaf,"
"Mau nitip apa buat Pak Boni?" tanya Wulan langsung pada intinya.
Sera langsung membuka tas gendongnya dan memberikan kertas itu pada Wulan. "Ini, laporan penelitian gue, kemarin gue lupa ngasihin,"
"Oke," Wulan mengambil laporan itu. "Gue masuk dulu ya," Wulan pun berbalik badan untuk segera berjalan menuju kelasnya.
"Lan! Tunggu!"
Wulan berdecak. "Apa lagi sih, Sera? Kurang?"
"Ih, bukan gitu, nanti setelah selesai kelas lo, kita ke kafe shop seberang kampus ya? Temenin gue ngopi,"
Wulan memutar bola matanya. Bagaimana bisa ia lupa dengan Sena kalau ia dipertemukan dengan manusia-manusia penyuka kopi?
"Iya, nanti ketemuan di parkiran FEB aja,"
Sera tersenyum senang. "Makasih Wulan Sayang! Dadahhhh!!!"
Wulan mengangguk sembari memutar bola matanya. Aneh, entah kenapa Wulan bisa berteman dengan Sera Ayuningtyas ini. Katanya keturunan keraton, tapi nyatanya bobrok sangat. Bagaimana bisa seseorang yang mengaku keturunan keraton ini datang telat dan memakai celana sobek-sobek?
Sebegitu uniknya kah seorang calon dokter?
✓✓✓✓
Orang Indonesia tuh jarang yang bisa dipegang omongannya. Katanya disuruh nunggu lima menit, tapi nyatanya Wulan berdiri di parkiran FEB sudah hampir setengah jam. Sebenernya Sera ini niat nggak sih mengajak Wulan?
"Hai,"
Wulan terperanjat melihat seseorang yang tiba-tiba berdiri di sampingnya.
"Wulan ya?" tanyanya.
Wulan mengangguk. "Maaf, siapa ya?" ia merasa nggak enak.
Laki-laki itu memberikan tangan kanannya. "Albi Geovano," katanya.
Mau tak mau Wulan mengamit tangan Albi. "Wulan Sheinata,"
"Bingung ya kenapa saya bisa tahu nama kamu?"
Wulan mengangguk.
"Waktu itu Pak Bara nyeritain kamu ke saya. Katanya kamu menangin olimpiade biologi berturut-turut dan bikin saya kagum." Jelasnya.
"Makasih ya,"
Albi tersenyum manis melihat Wulan. Sampai akhirnya Sera datang.
"Eh Albi, ngapain lo?" celetuk Sera seperti orang yang sudah kenal lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSHEINATA II
RomansaKisah perjalanan hubungan Wulan dan Sena dimulai ... Copyright by cakehemo96 2020