:: Tugas dan Kencan

45 6 1
                                        

Langit sepertinya sedang nggak bersemangat. Sama seperti Sera yang sedari tadi memanyunkan bibirnya.

"Udah jangan manyun terus,"

Nggak ada jawaban dari Sera. Wulan menarik napas dalam lalu mengusap punggung Sera. "Besok kita ketemu sama Pak Guguh ya,"

"Kenapa bisa gitu sih Lan? Emang gue salah apa? Apa ada yang mau jahatin gue?" Sera masih nggak terima karena  nilainya tiba-tiba menjadi buruk. Sebelumnya Sera nggak pernah membayangkan hal ini akan terjadi padanya. iya selalu merasa kasihan kepada teman-temannya mendapatkan nilai jelek. Mereka terlihat sedih dan stress. Dan sekarang sekarang Sera merasakannya.

"Ssttt ... nggak baik berburuk sangka, besok gue bantu lo ngomong sama Pak Guguh ya? Sekarang kita tenangin diri lo dulu," Wulan terdiam sebentar memikirkan tempat yang cocok mengajak Sera supaya kembali ceria.

"Gimana kalau ke kafe favorit lo? Kali aja cowok idaman lo di sana," usul Wulan. Walaupun sebenernya Wulan nggak mau pergi ke sana.

Sera mengulum senyum. "Ide bagus!"

Wulan yang melihat reaksi Sera hanya bisa mengelus dada. Memang ya perempuan tuh nggak bisa dijauhkan dari yang namanya cowok ganteng.

Tunggu—apa Wulan baru saja mengatakan Sena ganteng? Ya memang benar sih.

Seperti biasa mereka memesan menu masing-masing. Sera dengan espresso-nya dan Wulan dengan milk tea. Sebenernya Wulan sering memesan frappuccino saat malam hari.

"Gimana? Seneng?"

Sera mengangguk dengan semangat. "Banget! Makasih ya Lan!"

Wulan mengulum senyumnya.

"Eh Lan, lo kan sama-sama dari Jakarta. Sebelumnya emang lo nggak kenal sama Sena?" tanya Sera tiba-tiba.

Wulan hampir tersedak minumannya. Untungnya ia bisa menahannya. "Kenapa?"

"Ya nggak papa sih, cuma mau tau aja tentang Sena,"

"Emang apa yang mau lo tau?"

"Mantannya,"

"Ha?" Wulan melotot kaget. "Mantannya? Emang kenapa lo mau tau tentang mantannya?"

"Kok lo kayak kaget gitu? Lo, tau?"

Wulan menggeleng cepat. "Nggak. Kan gue tanya aja ke lo,"

"Hmm ... gitu," Sera melihat sekeliling dan memelankan suaranya. "Waktu itu Mas Jevon pernah cerita kalau tujuan dibuatnya kafe ini itu untuk mantannya," jelasnya.

"Maksudnya?"

"Jadi, kafe ini tuh dibuat seperti mantannya Sena. Katanya mantannya tuh anaknya nggak banyak tingkah. Orangnya jutek tapi Sena tau kalau dia tuh sayang sama Sena. Dia sengaja ambil desain klasik untuk kafe ini ya karena mantannya nggak terlalu suka banyak warna. Intinya gitu sih," jelas Sera.

Wulan terdiam beberapa saat dan merasakan sesak di hatinya.

"So sweet banget kan dia?" ujar Sera senyum-senyum sendiri.

Wulan nggak mengindahkan ucapan Sera. Ia terdiam merasa bersalah terhadap Sena. Rasanya ingin mengulang tapi nggak bisa. Sena yang sekarang bukan Sena yang dulu mau mengalah begitu saja pada Wulan.

"Eh, ada Albi tuh!" seru Sera. "Albi! Albi!" Sera melambaikan tangannya pada Albi.

Dua laki-laki yang sedang sibuk mencari tempat duduk pun menoleh secara bersamaan ke arah Sera.

"Lagi nyari tempat ya? Sini aja gabung!"

"Nggak keberatan?" ujar Albi hati-hati. Mungkin merasa nggak enak pada Wulan.

AKSHEINATA IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang