:: Bertemu

120 8 5
                                        

Setelah pertemuan itu, Wulan langsung berlari menuju apartemennya. Awalnya Wulan ingin menceritakan semuanya pada Utha. Namun Utha melarangnya karena Wulan harus tidur. Jadi, Wulan pun menuruti ucapannya dan mulai bercerita pada malam berikutnya.

"Jadi, ada apa semalam?"

"Lo percaya nggak kalau gue bilang semalam ketemu Sena?"

Utha melotot. Ia merubah posisi duduknya menjadi tegap. "Gak mungkin,"

"Tapi serius Tha, gue lihat dia di depan mata gue. Gue nggak sengaja nabrak dia waktu gue mau buka pesan dari lo,"

"Ck ... nggak mungkin," Utha beralih dari tempatnya mengambil segelas air. "Lo halu kali Lan. Lo kan lagi dipusingin sama tugas kuliah," jelasnya.

"Nggak Tha! Mana mungkin gue halu! Walaupun tugas banyak gini gue masih bisa sadar kali mana Sena atau bukan!" Wulan masih mengotot karena Utha nggak mempercayai ucapannya.

Utha mendekat pada Wulan. "Terus, kalaupun itu bener Sena, lo mau apa Lan?"

Betul. Memangnya apa yang harus dilakukan Wulan kalaupun benar itu Aksena Drayana? Bukankah, hubungannya dengan Sena sudah selesai?

Tapi .... Wulan kan mau selesai secara baik-baik. Bukannya ditinggalkan begitu saja tanpa kabar. Bagaimana bisa Sena langsung mengurus kepindahannya setelah memberikan selembar surat yang membuat hati Wulan kecewa. Jenis manusia macam apa Sena?

"Udah lah, gue mau tidur," putus Wulan dengan nada malas.

"Tuh kan, udah gue bilang Lan dari dulu. Jangan pernah main hati kalau lo sendiri nggak siap untuk kecewa. Gue kan udah sering ngingetin lo, kalau lo berani kasih hati lo ke orang lain, lo juga harus terima risiko hati lo bakal beda dari sebelum lo kasih ke orang itu."

"Ya-ya-ya, serah lo ya Tha, yang terpenting sekarang adalah urus usaha distro lo dengan baik, jangan sampe bikin mama sama ayah kecewa," balas Wulan tepat pada hati Utha.

Wulan pun langsung masuk menuju kamarnya dan membersihkan dirinya. Sedangkan Utha memutar bola matanya malas.

"Cih, selalu nggak mau nerima omongan abangnya. Bisa-bisanya dia malah nasihatin gue balik," desisnya.

Sementara itu setelah selesai membersihkan dirinya, ia mematikan lampu karena memang sudah saatnya ia tidur. Matanya terpejam, tapi pikirannya menjelajah pada pertemuannya dengan Sena.  Apakah Sena masih sama seperti yang dulu? Atau malah sebaliknya? Dan, kenapa Sena terlihat buru-buru saat bertemu Wulan? Apa dia nggak mau mengenal Wulan lagi? Atau—ah! terlalu banyak kemungkinan yang masuk ke dalam pikiran Wulan.

Wulan menarik napasnya panjang. Jika ia bertemu Sena kembali, ia hanya ingin meminta penjelasan maksud dari surat itu. Kenapa ia bisa niat menulis surat itu untuknya. Wulan mau semuanya jelas keluar dari mulut Sena.

✓✓✓✓✓✓✓✓

"Wei Bro! Akhirnya dateng juga lo!" seru laki-laki yang sedang memegang secangkir kopi hitam miliknya.

Seseorang yang ia panggil Bro itu pun duduk dihadapannya.

"Sori ya kalau lo nunggu lama, ada urusan dari rumah sakit. Terus tadi balik dulu ke apart dompet gue ketinggalan," jelasnya.

"Santai Na, yang terpenting gue tahu lo nggak ingkar janji," katanya terkekeh.

Laki-laki yang bernama Sena itupun hanya tersenyum kecil. Lalu menatap seruangan kafe tersebut.

"Gimana kafe? Aman?" tanyanya.

"Ya seperti yang selalu gue laporin ke lo, semua aman dan tambah ramai,"

"Bagus deh,"

"Lo kenapa sih Na? Ada masalah?"

Sena menggeleng. "Sejak kapan gue punya masalah?"

"Cih, masalah lo tuh banyak Na! Ngurusin anak orang yang nggak sengaja lo tabrak lah akibat lo bengong karena mikirin mantan lo. Ngurusin kafe ini lah, ngurusin segala macem deh! Lo masih merasa nggak punya masalah?"

Sena menghela napasnya panjang. "Banyak juga ya masalah gue, dan ada masalah yang tumbuh lagi Jev," katanya menatap Jevon dengan pandangan isyarat yang sudah dimengerti Jevon.

"Demi apa?!" mata Jevon melotot kaget menerima sinyal dari Sena.

Sena mengangguk lemas. "Parahnya lagi satu apart sama gue,"

"Anjir! Gue mau lihat dong!!" seru Jevon.

"Ha? Kenapa jadi lo yang mau lihat?"

"Ya ... kan gue pengin tahu seberapa cantiknya dia, seberapa menariknya dia bisa bikin bos gue ini susah lupa,"

"Sialan lo Von, gue emang mau lupain apa? Dia juga kan temen gue,"

"Cih! Mantan berdalih teman, bisa ya lo Na," 

Sena bangkit dari tempatnya. "Udah lah Von, tutup aja. Udah malem juga,"

Jevon memberi hormat pada Sena. "Siap, Bos!"

"Gue balik dulu ya,"

"Oke, hati-hati Bos!" seru Jevon dengan senyuman besarnya.

Sena mengangguk lalu berjalan keluar dari kafe shop-nya. Pikirannya berkecamuk. Bertemu dengan Wulan setelah tiga tahun itu benar-benar menegangkan. Bahkan, sebelum Wulan sadar kalau itu Sena. Sena sudah lebih dulu melihatnya dari jauh. Jantungnya berdetak sangat cepat ketika tahu itu benar Wulan. Sampai akhirnya ia nggak sadar kalau Wulan menabraknya dan membuat mata yang sudah lama tak bertemu kini saling menjamu.

Semesta ... apakah ini karma untuk Sena karena mengecewakan Wulan dengan selembar surat tanpa ada kejelasan?

Semesta ... tolong jelaskan ...

TO BE CONTINUED

Haloha! Seneng banget bisa jumpa lagi di cerita ini. Doain yaaa semoga cerita ini cepat kelar. Aamiin!
Jangan lupa kasih komentar ya untuk saran dan kritiknya selalu aku tampung.
Luv u guys!
18 Mei 2020

AKSHEINATA IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang