"Oh, sudah bangun rupanya." Suara O'Hare terdengar dari balik pintu. Beberapa detik setelah pria asing itu pergi, kini O'Hare kembali masuk. Tampaknya hari ini Papa memiliki beberapa tamu. "Kepala Desa sudah menyiapkan sejumlah perlengkapan untuk kalian."
Papa biarkan aku berbaring di pangkuannya sementara pandangan dia tertuju pada O'Hare yang melangkah mendekat. Ayahku tersenyum walau terlihat canggung. "Kalian begitu baik."
O'Hare tampak tidak menunjukkan reaksi apa pun mendengar ucapan tadi, masih memandang Papa dengan sorot mata tenang tapi tajam di saat yang sama. "Kau pikir bisa hidup sendiri setelah semua kejadian itu?" Lagi-lagi, suaranya terdengar sinis. "Biarlah sesekali orang membantumu, toh, mereka tidak keberatan."
"Tapi, ini terlalu banyak ..."
Belum sempat Papa melanjutkan ucapannya, O'Hare langsung memotong kalimatnya. "Kau tidak mungkin bakal membangun rumah sendirian habis ini. Lihat dirimu, berjalan sendiri saja masih tidak sanggup. Kau juga perlu baju baru."
Mataku tertuju pada baju yang telah lama Papa pakai, walau dia sudah sering memakainya, belum pernah kulihat keadaan kain dipenuhi robekan dan goresan hitam akibat api. Malam kemarin, meski kondisiku tidak separah Papa, Nyonya O'Hare memilih untuk memberiku baju baru bekas dari anaknya.
Sadar dengan tatapanku, Papa menunduk. Pandangan kami bertemu sesaat, hanya dia balas dengan senyuman sekilas sebelum beralih pada pakaian yang membalut tubuhnya. Meski luka di tubuh tampak membaik walau membekas, cairan merah telah sirna, tapi bajunya masih dipenuhi bekas dari itu semua.
"Dengar, semua penduduk desa ini tidak mengharapkan balas budi apa pun darimu, kami hanya ingin membantu." Suara O'Hare kembali melembut walau dia masih memasang ekspresi yang sama seperti sebelumnya. "Kau hanya perlu fokus memulihkan diri."
Wajah Nyonya O'Hare muncul dari balik pintu, senyuman lembutnya menyinari ruangan ini. Tangan dia menggenggam sebuah baju warna gelap. "Ini baju dari Kepala Desa, dia tidak memerlukannya lagi."
Kening O'Hare berkerut melihat kain yang dipegang istrinya. "Itu baju saat dia masih bujangan, dia tidak bisa berikan baju yang lebih bagus?"
Nyonya O'Hare menggaruk rambut cokelatnya, masih tersenyum walau senyuman itu terlihat sedikit miring begitu mendengar komentar suaminya. "Sudahlah, hanya sementara. Kita tidak bisa memberi Lambert baju kita."
O'Hare melirik pakaiannya sendiri, hanya berupa baju putih polos, berbeda dengan kemarin di mana dia memakai lapisan kain tambahan guna melindungi tubuhnya dari bercak cairan merah. Suaranya pelan tapi masih terdengar. "Mana muat."
"Nah, tahu sendiri." Nyonya O'Hare mendekat pada Papa dan meletakkan baju itu di sisi kasur. Dia langsung berbalik dan menutup pintu, membiarkan kami bertiga terdiam memandangi pintu yang tertutup.
O'Hare menatap Papa. "Kuberi kau waktu semenit untuk berganti. Setelahnya aku perlu bicara denganmu." Dia pun pergi tanpa menunggu balasan dari Papa.
Papa mengangkatku dan kembali membiarkan aku duduk di kasur sembari memandangnya. Ayahku bergeser sedikit demi meraih baju yang diberikan tadi, dia pandang sesaat seakan mencoba memahami benda di depan matanya itu.
Papa mulai berganti, separuh tubuhnya yang dibaluti luka bakar kini tampak kentara. Cakar yang menghias tubuhnya juga tidak luput dari perhatianku, aku teringat akan geligi para serigala pernah menusuk Papa dulu. Meski saat ini dalam suasana tenang, masih terbayang jelas seakan terjadi detik ini juga.
Rupanya dia sadar akan tatapanku, senyuman lembut terukir di wajahnya. "Ini bekas luka, Nak. Tidak apa-apa." Dia tunjuk salah satu luka bakar yang membalut dadanya. Kembali dia pasang baju baru, menutupi sebagian bekas luka meski masih kentara pada bagian wajah dan tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Lamb Adventure
Fantasía[Baby POV] Bayi kecil bernama Lamby jadi saksi tragedi yang merenggut nyawa ibunya. Sekelompok serigala menyerang keluarga dombanya, mengubah pegunungan yang dingin diselubungi cahaya merah. Ayahnya berjuang untuk menyelamatkan Lamby, membawa mereka...