Hari-hari berjalan seperti biasanya, tidak terlalu sibuk tapi juga tak bisa terlalu santai. Dan entah kenapa di hari kamis yang begitu cerah ini Jeongwoo tiba-tiba berencana ingin pergi ke pantai. Ia pikir sangat di sayangkan jika hari-hari seperti ini dibiarkan untuk bekerja. Jadi Jeongwoo meliburkan cafe dan menyiapkan motor van untuk mengajak karyawan cafenya ikut. Ia juga berniat menjemput Haruto yang hari ini memang jadwal pulang lebih awal, tadinya.
Tapi saat tangannya baru ingin meraih gagang pintu, yang Jeongwoo temukan adalah Haruto yang sudah lebih dulu membukanya. Menyadari satu sama lain dengan reaksi kaget, Haruto malah terkekeh aneh lalu tiba-tiba saja menyimpan kedua tangannya ke belakang punggung. "Eh, mau kemana Woo?"
Jeongwoo tak langsung menjawab, ia mencoba menatap Haruto di bola matanya yang bergerak kesana kemari. Lama-lama Jeongwoo akan seperti seorang ahli psikologi karna terus mencoba mengerti arti raut wajah Haruto akhir-akhir ini.
"Tadi gue mau jemput lo"
"Duuhh kan udah gue bilang gak usah Woo, gue nebeng temen aja, pulangnnya searah kok"
Jeongwoo hanya menghela nafas. "Yaudahlah terserah, sekarang siap-siap deh ikut gue"
"Lah, mau kemana lagi?"
"Pantai. Gue juga ngajak anak-anak cafe, kita berangkat pake van"
"Sekarang?"
"Iya Watanabe Haruto sayangku..."
Jeongwoo tertawa saat melihat reaksi Haruto yang seperti ingin muntah. Lalu dengan cepat Haruto lari masuk kedalam rumah, masih dengan tangan yang disimpan di punggung. Bedanya yang Jeongwoo lihat tangan Haruto mencoba menurunkan lengan bajunya yang awalnya di lipat sampai siku. Lagi-lagi Jeongwoo terpikir tentang 'ruam' yang memerah.
Ya, bukan untuk pertama kalinya. Belakangan ini jika Jeongwoo tanpa sengaja melihat tangan Haruto yang terbungkus kain baju dengan lengan panjang itu, pikirannya selalu tentang bekas merah yang Haruto sebut 'ruam'.
Entah Jeongwoo percaya atau tidak dengan itu, tapi ia pikir Haruto baik-baik saja. Maksudnya, Haruto tidak menunjukkan seperti orang kesakitan, atau apapun itu yang menurutnya menderita. Haruto juga tidak menunjukkan kalau ia butuh bantuan atau semacamnya. Atau hanya Jeongwoo yang tidak peka ya?
Tapi Jeongwoo bersumpah Haruto masih terlihat seperti biasanya, ia juga masih sering asik jika mengobrol satu sama lain. Tapi ya itu, tentang tangan, tidak ingin di jemput lagi, sering linglung, layar ponselnya yang tiba-tiba rusak, suka mengalihkan pembicaraan tentang kampus, beberapa hal itu sering mengganggunya.
Oh tidak. Di pikir-pikir itu bukan beberapa hal lagi,
...sebanyak itu? Dan kenapa Jeongwoo baru menyadarinya sekarang?
"Sip Woo! Udah siap nih, gas lah!"
Lamunan Jeongwoo buyar saat Haruto menepuk bahunya. Reflek Jeongwoo merogoh ponselnya di kantong celana lalu mencari nomor kontak salah satu karyawannya untuk dihubungi.
Selanjutnya?
Tidak ada. Jeongwoo yang tadinya sangat antusias dengan perjalanan ini tiba-tiba terdiam seperti orang malas bergerak. Membiarkan telinganya berdengung mendengarkan suara nyanyian sumbang dari karyawannya di kursi belakang. Haruto juga tertawa terbahak-bahak di sampingnya. Ingin sekali Jeongwoo bertanya sesuatu padanya, tapi ia sendiri tak tau sesuatu itu apa maksudnya.
Belum cukup sampai di situ. Saat di pantai pun Jeongwoo lebih banyak melamun. Padahal yang lain sedang sibuk dengan jagung bakar masing-masing, Jeongwoo hanya memerhatikan Haruto yang menggerogoti jagungnya. Ia pikir lucu juga melihat Haruto dengan dahi yang berkerut berusaha melahap habis seluruh biji jagung yang tersisa. Sampai tak sadar dirinya tertawa sendiri.
"Hmm? Kenapa Woo?"
Jeongwoo menggeleng "Nggak"
Bergegas pergi meninggalkannya menuju bibir pantai untuk menceburkan diri, Jeongwoo pikir ia bisa hentikan pikiran-pikiran negatifnya terhadap Haruto jika ia berhenti menatapnya.
Ia hanya tak mengerti. Sikap Haruto kadang-kadang terlihat aneh tapi juga terlihat seperti biasanya pada waktu bersamaan. Mungkin ia akan menanyakan pada Haruto nanti. Tapi, apa? 'Tangan lo beneran ruam?' atau 'Kenapa lo gak mau bawa motor Nmax gue?' atau 'Lo gak mungkin gigitin hp lo sampai retak begitukan?'. Apa tidak aneh jika ia bertanya seperti itu.
"KAK JEONGWOO HARUTO PINGSAN!"
Berhenti dari lamunannya dan berlari menuju tepi pantai. Jeongwoo lihat didepan sana Haruto yang terbaring dengan jagungnya yang tergeletak di pasir. Yang lain sedang mencoba mengipaskan tangan mereka untuk Haruto dan menyeka darah yang terus ke―HARUTO MIMISAN?!
"Kak, badan Haruto panas banget, kita pulang aja ya?"
Jeongwoo meraba-raba wajah dan badan Haruto. Benar, di hari yang panas seperti ini pun ia rasakan panas Haruto bahkan lebih menyengat di telapak tangannya.
"Kalian gak papa kan kalo pulang sekarang?"
Yang lain mengangguk setuju. Jeongwoo kemudian mengangkat tubuh Haruto untuk di gendong dan menyuruh mereka untuk membereskan barang-barang sambil membawa Haruto lari ke dalam van.
Saat di perjalanan tak banyak yang bersuara. Jeongwoo sesekali mencek keadaan Haruto lewat kaca spion atasnya. Ia lihat yang lain sibuk mengelap darah yang terus mengalir di hidungnya.
"Kak, darahnya gak abis-abis nih mau di bawa ke rs aja?"
Jeongwoo mengangguk, saat ingin menyetujuinya suara Haruto yang lemah menginterupsi terlebih dahulu.
"Gak u-sah"
Jika yang lain panik melihat Haruto sadar dari pingsannya, yang di lakukan Jeongwoo setelah mendengar suara Haruto adalah langsung melajukan kecepatan mobilnya.
"Nggak. Gue gak terima penolakan."
Sudah cukup! Jeongwoo tidak ingin lagi menuruti kata-kata Haruto untuk tidak mengikuti kemauannya. Sudah terlalu banyak hal janggal dan Jeongwoo juga belum bisa menangkap apa sebenarnya yang Haruto coba sembunyikan darinya.
Kali ini Haruto harus menurut dengannya. Atau ia sendiri yang akan cari tahu semuanya.
🐺🦋🦋🐺
Jiaaakkhhh, update pertama di tahun 2024😫👍🏻