3. Kapan Hamil? (a)

163 28 5
                                    

"Nak, Azizah akan kamu carikan pekerjaan apa?"

Pulang dari berjualan di pasar, Dian langsung menagih janji Okan untuk membantu Azizah mendapatkan pekerjaan.

"Azizah maunya kerja apa, Bun?"

"Apa aja," sahut Dian. "Iya kan, Zizah?" Dian menoleh pada Azizah yang baru keluar dari dapur. Gadis itu baru saja membuatkan teh hangat untuk mereka berempat.

"Nah, gini dong. Minuman hangat itu ya minimal teh hangat."

"Iya, ya, Bun. Cocok untuk cuaca siang Jakarta yang panas menyengat. Panas dilawan dengan panas insyaallah menghasilkan energi dingin yang menyejukkan," timpal Aurel sedikit sarkas, tetapi ia sembunyikan di balik senyuman manis. Habisnya ... Negeri ini sedang dilanda kemarau panjang yang diperparah dengan fenomena El Nino, lha kok malah minum teh hangat. Es Teh Indonesia kek ...

Dian membalas sarkasme Aurel dengan tersenyum kecut, lalu menyeruput teh hangat buatan Azizah yang ternyata terlalu hangat alias masih panas. Telanjur memuji Azizah, Dian pun pantang mundur. Diabaikannya aliran keringat yang membasahi leher dan punggung. Gengsi dong. "Tehnya enak, Zizah. Makasih ya," ujarnya.

Azizah hanya mengangguk. Dia lalu menatap Okan. "Tadi Zizah lihat waktu Mbak Aurel dan karyawannya bikin pesanan. Apa Zizah bisa kerja di sini saja, Mas? Zizah bisa kok bikin arem-arem. Zizah sering bikin untuk yasinan atau selamatan di desa."

"Tapi Brainy Fish-ku dan Aurel nggak cuma jualan arem-arem, Zi."

"Zizah bisa bikin kerupuk ikan, Mas. Mas Okan belum punya produk kerupuk kan? Kerupuk ikan bisa jadi pilihan kerupuk yang bergizi dan enak."

Aurel mulai berpikir. Ibaratnya otak Patrick, colokan sudah bertemu steker dan listrik pun menyala. Begini alur pikiran Aurel:

1. Anak-anak suka kerupuk karena gurih dan renyah, sasaran utama Brainy Fish adalah anak-anak.

2. Jika Aurel terlihat seolah-olah menerima Azizah dengan tulus, maka Dian akan menyayanginya.

Kesimpulan: menerima Azizah sebagai karyawan adalah koentji menuju hati Dian.

"Tapi, Bun, Brainy Fish belum butuh karyawan baru. Kami masih bisa-"

"Nggak apa-apa, Mas," Aurel memotong kalimat Okan. "Kalau kita memang ingin menolong Azizah, kita izinkan saja dia ikut kerja di Brainy Fish." Aurel sadar benar bahwa dia tidak sepenuhnya jujur, tapi ini kan hanya sementara. Setelah Dian menyayanginya, Aurel akan mencarikan pekerjaan baru untuk Azizah yang lokasinya jauh tapi gajinya lebih besar, sehingga Azizah tidak kuasa untuk menolak. Dengan demikian, Aurel bisa mengusir Azizah dari rumahnya secara halus tanpa merusak citranya sebagai menantu baik hati yang gemar menolong sesama. Ya ampun, Aurel ingin bertepuk tangan memuji ide briliannya.

"Kamu yakin?" tanya Okan.

"Kerupuk itu produk yang bagus, Mas. Kita bisa titipin di mini market atau warung makan. Kerupuk juga nggak gampang basi. Kalau Azizah langsung ngajari kita cara bikin kerupuk ikan, kita nggak perlu trial dan error lagi."

"Nah, betul itu," Dian ikut nimbrung. "Azizah ya jelas sudah punya segudang pengalaman membuat kerupuk. Lha wong dia kerja di pabrik kerupuk."

Okan tidak punya lagi alasan untuk menolak. "Ya sudah, aku ngikut Aurel saja, Bun. Asalkan dia setuju, aku juga setuju," ujarnya pada sang bunda. Okan lalu meraih tangan Aurel dan menggenggamnya. "Sejak dulu Mas tahu kamu itu nggak tegaan."

Aurel tersenyum, teringat alasan Okan jatuh cinta padanya dulu.

"Aurel ini berhati emas lho, Bun." Pujian itu sengaja diucapkan Okan di hadapan Dian. Tentu saja dia tahu tentang perang dingin antara mertua dan menantu ini. Bagaimanapun juga, ia harus membela perempuan pilihannya.

Aurel diam saja dipuji Okan. Agaknya misi terselubung untuk meluluhkan hati Dian, biarlah menjadi rahasia Aurel Aurel saja.

_________

Maaf, rumahku sedang diserang virus cacar air.

Tukang Ikan itu SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang