1. Tamu Tek Tek Tek (a)

690 91 8
                                    


Hari buruk Aurel dimulai dengan lip tint yang habis, pensil alis yang patah, dan sunscreen yang harus digunting dan dikorek-korek. Lalu, ada cicak mati kejepit di engsel pintu kamar.

Itu udah pertanda banget nggak sih?

Perasaan Aurel mulai nggak enak. Ia melempar lip tint kosong ke keranjang sampah dengan lemparan three point shot yang tidak akurat. Alhasil, dia meleset. Terpaksa deh, dia bangkit dari kursi dan memungut kemasan pemulas bibir itu dan membuangnya ke keranjang sampah secara manual, padahal aslinya dia sedang mager.

Aurel pada akhirnya memaksa dirinya bersikap qonaah. Yakni, merasa cukup hanya dengan mengoles lip balm pada bibir seksinya dan tidak memulas alis, lalu keluar kamar.

Suasana rumah normal-normal saja. Suaminya, Okan, sedang sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Setahun menikah, Aurel masih tetap nggak mau masak. Dia memang pribadi yang konsisten. Mau bagaimana lagi? (Dibaca sambil angkat bahu). Oh, Aurel bisa masak olahan ikan untuk usaha Brainy Fish-nya, tapi semua takaran sudah ditentukan oleh Okan. Aurel cuma tinggal menimbang bahan-bahan dan cemplung-cemplung saja, lalu minta karyawannya untuk menggoreng, memanggang, atau mengukus.

Begitu melihat Aurel memasuki dapur, Okan memasang senyum paling cemerlang untuk menyambut sang istri. Okan itu tipe cowok yang ganteng pakai baju apa aja. Pakai kemeja batik, ganteng. Pakai kaus oblong bolong-bolong saat sedang memanen ikan gurami di kolam, ganteng. Pakai celemek saat sedang memasak di dapur, juga ganteng. Nggak pakai baju juga ganteng, tapi bagian itu nggak akan di-spill di sini.

"Udah mateng, Mas?" tanya Aurel. Hidungnya mengendus udara, menghirup aroma sedap nasi goreng teri yang dimasak Okan.

Walaupun ayah Aurel adalah pedagang nasi goreng, bakat itu sama sekali tidak menurun pada Aurel. Malah Okan yang terampil memasak aneka resep makanan.

"Sudah matang," jawab Okan. "Kamu mau makan sekarang atau nanti?"

Hari masih sangat pagi. Belum juga jam setengah enam. Namun, Okan sudah terbiasa memasak di pagi buta. Dia harus mengisi tenaga sebelum mengangkat boks-boks berat berisi ikan.

"Aurel makan nanti saja, Mas. Belum lapar."

"Oke. Mas makan duluan ya. Nanti kamu panasin aja nasi gorengnya sebelum dimakan."

Aurel mengangguk. Ia menuangkan air putih dari dispenser, mencampur dengan imbang agar suhunya hangat, lalu menghidangkannya di samping piring Okan.

"Hari ini kamu mau ikut ke pasar?"

"Enggak, Mas. Hari ini kita ada pesanan banyak kan? Schotel gurami 25 porsi. Arem-arem ikan kembung 20 porsi. Aurel mengawasi produksi di rumah aja."

"Oke."

Belum juga Aurel sempat menyuapkan nasi goreng sarapannya, terdengar suara gerendel pagar yang coba dibuka. Aurel dan Okan bertukar pandang. Siapakah gerangan tamu tak diundang yang datang sepagi ini?

"Siapa ya, Mas?"

"Mas juga nggak tahu." Okan mengangkat bahu. "Mungkin tetangga mau beli ikan sebelum Mas berangkat ke pasar."

Si tamu sekarang sepertinya mengetuk besi pagar dengan batu. Suaranya nyaring. Tek tek tek!

Firasat tak enak yang tadinya sempat memudar gegara menghidu aroma sedap nasi goreng kini kembali mendera jiwa Aurel. Siapa pun yang sedang mengetuk pintu pagar, pasti membawa kabar buruk. Sebab, ini bukan jam yang wajar untuk bertamu.

"Okan!"

Tek tek tek!

"Aurel!"

Tek tek tek!

Aduh, itu mau bertamu atau jualan mi tek tek?

"Okan!" panggil tamu di luar rumah.

"Rel, itu seperti suara Bunda," ujar Okan setelah menyimak dengan saksama.

"Apa? Bunda?" Mata Aurel membelalak lantaran ngeri. Your Highness Dian Aminati sang ibu mertua adalah orang terakhir yang Aurel inginkan sebagai tamu di rumahnya.

Mau tahu kenapa? Tunggu bab berikutnya.

***

Hehehe, ini cerita sekuelnya Cowok Gue Tukang Ikan. Yang belum baca, baca dulu ya. Biar tahu gimana cerita konyol Okan dan Aurel.

Aku mau nulis yang absurd-absurd gaje aja dulu. Belum siap tema cerita yang serius. Nunggu vote-nya banyak baru dilanjut.






Tukang Ikan itu SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang