Wafatnya Adjie Gumilar menjadi kehilangan terbesar bagi Kania Wedari. Sejak kecil perempuan itu sangat dekat dengan sang ayah. Adjie Gumilar sangat memanjakan Kania, tetapi tetap menerapkan disiplin yang sama seperti yang diterapkan pada Damar. Adjie Gumilar tidak pernah membeda-bedakan keduanya. Apa yang dibelikan untuk Kania, pasti Damar mendapat barang sesuai dengan harga yang sama.
Kania Wedari lahir tiga tahun setelah Damar Langit dipungut Kartini Gumilar dari sebuah panti asuhan. Damar diambil sebagai pancingan bagi Kartini yang sudah hampir lima tahun tidak memiliki anak. Sebuah langkah yang mujarab. Saat Kania Wedari lahir, pasangan Gumilar lengkap mempunyai sepasang buah hati.
Pertama kali Kania Wedari tahu bahwa Damar bukan abang kandungnya adalah dari perkataan seorang teman. Saat itu Damar sudah berusia dua belas tahun, sudah hampir lulus sekolah dasar. Damar pulang berjalan kaki dengan seragam yang lusuh berlumuran debu. Kania mengikuti dari belakang sambil menangis. Tangisan yang tidak berhenti sejak ia melihat Damar bergumul dengan seorang bocah lelaki di belakang sekolah. Tangisan itu terus berlanjut ketika Kania mengintip dari sela-sela pintu saat Mbok Mirah membersihkan luka Damar di teras.
“Aku memukulnya karena dia bilang aku bukan anaknya Bapak.” Kalimat Damar itu yang paling Kania ingat. “Dia bilang aku anak pungut.”
“Siapa bilang kamu bukan anaknya Bapak?” ucap Mbok Mirah saat itu. “Kamu itu tetap anaknya Bapak, meskipun bukan lahir dari rahim Ibu.”
Sejak hari itu, Damar seolah berhenti menjadi abang bagi Kania. Damar seolah menjauh. Jarang sekali mau pulang berjalan kaki dengan Kania seperti dulu. Terkadang Damar baru pulang saat maghrib. Seperti sengaja ingin memberontak pada keadaan. Sampai akhirnya Adjie Gumilar memutuskan mengirimkannya ke kotamadya selepas lulus sekolah dasar. Damar dititipkan pada sepupu keluarga Gumilar agar dapat melupakan kesedihan akan statusnya sebagai anak angkat.
Kania selalu menunggu jadwal libur sekolah sepeninggalan Damar, karena hanya saat liburlah Damar diantar pulang. Damar menjadi lebih pendiam. Terkadang cuma mengangguk dan menggeleng jika Kania ajak bicara. Damar lebih suka duduk membaca buku dari pada bermain sepeda berkeliling desa dengan Kania. Kata Mbok Mirah, itu karena Damar sudah mulai remaja. Kania yang harus menyesuaikan diri jika ingin bermain dengan sang kakak.
Berkali-kali ditolak saat mengajak Damar bermain, Kania akhirnya hanya berani mengintip dari balik pintu kamar Damar jika tak sengaja terbuka. Ia akan sangat senang jika Damar sedang berbaik hati, lalu memanggilnya masuk. Kania rindu bercengkrama dengan Damar Langit.
Apa yang Mbok Mirah katakan benar. Kania hanya perlu menyesuaikan diri dengan perubahan sikap Damar. Kania berusaha untuk tidak semanja dulu. Kania harus bisa menjadi gadis kecil yang mandiri. Bagaimana pun juga, Damar pasti sulit menerima kenyataan bahwa ternyata hanya Kania yang sebenarnya anak kandung keluarga Gumilar.
Adjie Gumilar memanggil Damar pulang untuk melanjutkan sekolah lanjutan di desa saat Kartini terkena stroke dan harus berakhir di kursi roda. Kania sangat senang dengan keputusan sang ayah. Ia tak lagi harus menunggu hingga waktu liburan sekolah untuk bertemu Damar. Apalagi saat mengetahui Damar didaftarkan di sekolah yang dekat dengan sekolah Kania.
Harapan Kania saat mengira ia bisa pergi dan pulang sekolah bersama Damar seperti dulu, pupus saat melihat siapa yang sang kakak bonceng di belakang sepeda motornya suatu hari. Gadis cantik berambut panjang separuh ikal, dengan kulit putih bersih dan wajah secerah rembulan.
Untuk pertama kalinya Kania merasa dadanya sesak. Ia cemburu. Namun, bukan bentuk cemburu seorang adik kepada sang kakak. Yang Kania rasakan adalah bentuk cemburu seorang perempuan akil baligh terhadap kekasihnya. Cemburu karena sang kekasih membagi perhatian pada yang lain.
Perkataan Mbok Mirah yang ia curi dengar saat membersihkan luka Damar kecil, terngiang kembali di telinga Kania. Jika tidak terlahir dari rahim Kartini Gumilar dan bukan merupakan anak dari benih Adjie Gumilar, maka tidak ada halangan bagi Kania Wedari untuk memiliki Damar Langit sebagai kekasih.
***
Bahu Kania yang disentuh berkali-kali membuatnya terjaga dari mimpi masa kecil. Mobil sudah berhenti, mesinnya sudah tak lagi menyala. Di luar, Damar Langit sedang berusaha mematikan puntung rokoknya dan melemparnya jauh.Hati Kania terasa hangat meski udara terlampau dingin. Saat baru terbangun, ia mendapati helai selimut yang tadinya ia sampirkan pada tubuh Damar, kini sudah berganti menyelimuti dirinya semalaman. Damar tahu kalau Kania telah memberinya selimut saja itu sudah cukup. Damar memberi Kania selimut yang sama, itu menjadi lebih dari cukup dari yang Kania harapkan.
Kania mengubah fungsi selimut itu sebagai pelapis bahunya dan mulai beranjak turun. “Kita sudah di mana?”
“Sudah sampai di vila yang dimaksud Ibu.” Damar Langit menjawab. “Aku sudah hubungi penjaganya, dia sedang menuju ke mari.”
Entah sudah berapa puntung rokok yang dihabiskan Damar Langit saat menyetir sampai-sampai bau asapnya melekat parah di baju dan rambut Kania. Ia butuh mandi yang betul-betul bersih selepas ini.
Seorang perempuan muda bermotor bebek datang mengantar kunci beberapa saat kemudian. Sambil tersenyum ramah ia menunjukkan isi vila yang dimaksud. Sebuah vila mungil berisi satu kamar tidur yang dilengkapi dapur dan ruang tamu kecil. Sangat cocok untuk pasangan bulan madu yang ingin menghabiskan waktu lebih dari sehari.
“Tapi yang di-booking yang satu lantai, Pak. Memang hanya ada satu kamar untuk tipe vila satu lantai. ”
Samar-samar Kania mendengar perempuan muda tadi menjelaskan dari ruang tamu. Kania sudah lebih dulu duduk di atas ranjang, membuka ikatan rambutnya dan melepas jaketnya.
“Yang dua lantai masih ada yang kosong?” Kali ini suara Damar yang terdengar.
“Masih, Pak. Tapi vila yang ini sudah dibayar penuh oleh pemesan.”
“Saya minta tolong di-upgrade ke vila yang dua lantai, ya, Mbak. Nanti kekurangannya akan saya bayar.” Damar Langit memberi alasan.
“Baik, Pak. Maaf sebelumnya apakah tidak sayang harus pesan yang dua lantai?” Kali ini perempuan muda tadi melirik Kania yang akhirnya mencuri lihat dari pintu kamar.
“Saya perokok berat, kadang saya butuh berbaring sambil merokok.” Damar menjawab. “Kasihan istri saya nanti terganggu asapnya.”
Kania menutup perlahan pintu kamar. Mengikat ulang rambutnya dan mengenakan jaketnya lagi. Seprai di sisi kanan tempat tidur yang tadinya kusut karena terlanjur ia duduki, cepat-cepat Kania rapikan kembali. Dengan seluruh kekuatan yang ia miliki, Kania mendongak agar air matanya tidak jatuh saat Damar datang ke kamar untuk menemuinya.
“Ndari, kita pindah ke vila yang lain. Mana barang-barang kamu yang mau dibawa?”
Harusnya Kania tegar. Harusnya ia kuat andai Damar Langit tidak memanggil namanya dengan panggilan sayang yang seumur hidup hanya sang ayah dan Damar Langit yang pernah menyebutnya seperti itu. Sejak kematian sang ayah, baru hari ini Kania menangis lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/355122418-288-k545909.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Kunci Tiga Hati
RomanceHutang budinya pada keluarga Adjie Gumilar membuat Damar Langit tak kuasa menolak saat lelaki yang sudah ia anggap ayah itu memintanya untuk menikahi Kania Wedari, sang adik angkat. Damar Langit punya tambatan hatinya sendiri. Ia hanya tinggal menun...