Aretta berjalan sendirian disebuah mall yang berada dekat dirumahnya, awalnya ia mengajak Noina, tapi gadis itu memilih untuk melanjutkan marathon seriesnya. Huhh, gitulah kalo fangirl garis keras!
"Kenapa banyak hal yang beda ya, disini?" Aretta heran melihat beberapa hal di dunia barunya.
"Apa yang beda?" Tanya seseorang dari arah belakang membuat Aretta terlonjak kaget.
"Lo cowok yang kemaren itu, kan?" Tanya Aretta setelah melihat siapa yang menyahuti gumamannya. Seorang laki-laki seumuran dengannya yang juga masih menggunakan seragam sekolah. Hanya saja seragam yang digunakan berbeda dengan miliknya.
"Masih inget ternyata, gue pikir lupa." Laki-laki itu terkekeh kecil hingga menampakkan lesung pipinya.
"Yakali lupa, btw gue belum sempet bilang makasih kemaren, lo keburu pergi. Makasih ya udah bantuin gue, gue tak tau gimana nasib gue kalo gak ketemu lo." Ujar Aretta tulus. Ya, sebenarnya dua hari yang lalu ia jatuh pingsan ditaman saat sedang jogging pagi. Dan untungnya laki-laki didepannya itulah yang menolong dan membawanya ke klinik, tapi belum sempat ia sadar dan mengucapkan terima kasih, laki-laki itu sudah pergi entah kemana.
"Santai aja, lagi pula gue heran sama lo, kayaknya sering banget pingsan, ya?"
Aretta mengernyitkan dahi, "Nggak juga, kemaren pertama kalinya."
Laki-laki itu menggeleng, "Itu bukan pertama kalinya, gue udah liat lo pingsan kaya gitu untuk yang ketiga kalinya. Dan tiga-tiganya, gue yang nolong." Kata laki-laki itu membuat Aretta melotot kaget.
"T-tiga kali?!" Seru Aretta tak percaya.
"Iyaa, dan kita udah saling kenal juga." Tambahnya yang semakin membuat Aretta bingung.
"Jangan-jangan dua kali yang dia bilang itu waktu tubuh ini masih milik Aretta yang asli? Terus mereka udah kenalan, tapikan yang kenalan Aretta asli bukan gue. Kalo tiba-tiba dia nanyain gue masih inget nama dia atau nggak, gue harus jawab apaan anjir?! Aretta, ayo kasih gue ingatan tentang nama cogan satu ini." Aretta bergumam dalam hati.
"Callis, lo ngelamun, ya?!" Sentak laki-laki didepan Aretta itu.
"H-hah? Siapa tadi lo manggil gue? Nama gue Aretta, lo salah orang kali?"
Kini gantian laki-laki itu yang kebingungan, "Waktu itu lo ngenalin diri dengan nama Callisha, jadi gue pikir itu nama lo. Berarti waktu itu lo bohongin gue?"
"Anjir! Aretta sialan, kenapa ingatan lo banyak skip-nya sih!" Refleks Aretta mengumpat pada dirinya sendiri.
"Lo ilang ingatan, Call?" Tanya laki-laki itu.
Tanpa pikir panjang, Aretta mengangguk sebagai jawaban. Lebih baik pura-pura amnesia daripada dituduh penipu. Lagi pula ini juga salah Aretta asli, kenapa memberinya memori yang singkat-singkat.
"Kita kenalan ulang aja deh, nama gue Aretta. Aretta Callisha Putri." Aretta segera menjulurkan tangannya yang disambut baik oleh laki-laki itu.
"Gue Nevandra, panggil Nevan aja." Sahut laki-laki itu.
Aretta tersenyum kecil, "Lo kelas berapa? Sekolah dimana?"
"12 Smanwa"
"Shiaa, dulu gue sempet mau daftar di Smanwa tau! Cuma karena keluarga gue mau gue di Smansa, jadi gue batalin." Ujar Aretta yang tahu jika Aretta asli dulu lebih ingin bersekolah di Smanwa. Tapi karena paksaan dari ayah dan bundanya Sagara, dengan terpaksa ia membatalkan pendaftaran di Smanwa.
Jika kalian tidak tahu apa itu Smansa dan Smanwa, itu adalah singkatan dari SMA Satu dan SMA Dua. Sebenarnya kedua sekolah itu sama-sama bagus dan penuh prestasi, tapi entah bagaimana Aretta lebih tertarik pada Smanwa.
"Kenapa tertarik sama Smanwa? Bukannya Smansa jauh lebih baik dan banyak prestasinya? Kalau bisa dibilang, Smanwa itu tempat buangan dari anak-anak yang gak keterima di Smansa." Kata Nevan membuat Aretta terdiam.
"Kata diary yang pernah gue tulis, gue pernah ada cerita yang bikin suka sama Smanwa, tapi sayangnya gue gak inget. Ditambah gue gak nulisin cerita apa-apa dibuku itu."
Aretta menepuk pundak Nevan pelan, "Gak ada yang namanya tempat buangan, entah Smansa atau Smanwa itu sama-sama sekolah. Gunanya buat cari ilmu, nemuin jati diri, tujuan hidup, dan harapan yang ingin dicapai. Mau sekolah favorit, mau nggak, kalau muridnya gak bener-bener serius belajar juga dimasa depan bakal kebuang. Yang kebuang itu bukan sekolahnya, tapi murid yang nggak ada usahanya, Nevan."
Nevan tersenyum mendengar jawaban Aretta, "Lo bijak juga ternyata."
Aretta tertawa sambil menepuk dadanya pelan, "Aretta gitu loh!"
"Lo laper gak, Call? Makan, yuk!" Ajak Nevan membuat Aretta mengangguk.
"Lo traktir, kan?"
Nevan terkekeh, "Baru kenal udah minta traktiran, bisa-bisa besok lo minta mahar."
"Emangnya kalo gue minta mahar, lo gak mau kasih? Limited edition loh perempuan didepanmu ini." Kata Aretta percaya diri.
"Gue jabanin, minta air laut juga gue kuras! Tapi dengan satu syarat..."
Aretta menatap Nevan penuh tanya, "Apa syaratnya?"
"Jangan bilang terserah, iya tapi nggak, nggak tapi iya, dan gak boleh bilang gapapa padahal aslinya kenapa-napa." Sontak perkataan itu membuat Aretta tertawa lepas.
"Hahahaa, lo trauma, ya? Kasihan banget! Tapi sebagai kaum cewek garis keras, gue gak bisa menuhin syarat lo. Kata-kata kayak gitu tuh udah nempel banget sama kita-kita." Ujar Aretta maih dengan tawanya.
"Udah gue duga sih."
Aretta tertawa lepas, "Udah ah, jadi makan gak nih? Calon penerima mahar udah kelaperan."
Nevandra menggeleng-gelengkan kepalanya, tak ayal tangannya menggandeng Aretta menuju sebuah restoran dimall itu. Keduanya berhenti direstoran jepang, sesuai permintaan Aretta. Tidak tahu diri memang, sudah minta traktir, melunjak memilih tempat!
"Lo mau makan apa, Call?" Tanya Nevan setelah membuka buku menu.
"Ramen," Sahut Aretta cepat.
"Waiters!" Nevan memanggil seorang waiters yang kebetulan berjalan melewati mejanya.
"Mau pesan apa, kak?" Tanya waiters itu.
"Ramen dua, minumnya lechy tea." Ujar Nevan yang langsung diangguki waiters itu.
Aretta mengedarkan pandangannya hingga tatapannya bertubrukan dengan seseorang yang Aretta kenali, walaupun sosok itu berada diluar restoran, tapi ia yakin jika laki-laki itu adalah Sagara. Tak hanya Sagara, ia juga melihat Zifa dan kedua teman Sagara disana.
"Pulangnya gue anterin ya, Call." Tawar Nevan membuat Aretta terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk setuju.
"Lo kenapa masih manggil gue Callisha, sih? Kan udah gue bilang, panggil Aretta aja kaya yang lain."
"Berani beda aja, siapa tahu jadi nilai plus." Jawaban Nevan sungguh diluar logistik!
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Penulis Novel
FantasyBagaimana jika seorang Aletta Kalira, seorang penulis novel romansa yang sedang naik daun tiba-tiba terlempar pada raga seorang gadis cantik dengan segala masalah dan problematika hidup yang tengah dilaluinya? Dan sialnya, gadis itu adalah salah sat...