"Dari mana kamu?" Tanya Sagara saat melihat Aretta baru pulang jam delapan malam. Sudah sejak sore ia menunggu gadis itu di teras, bahkan ia sudah menelfon Aretta puluhan kali namun ponselnya mati. Hatinya semakin bergemuruh saat melihat Aretta pulang diantar oleh laki-laki yang ia lihat di mall tadi siang.
Aretta terkejut melihat keberadaan Sagara yang duduk di teras rumahnya. Bagaimana dia bisa masuk? Gerbang rumah selalu ia kunci. "Ngapain disini? Masuk lewat mana?"
"Dari mana?" Ulang Sagara penuh penekanan.
"Dari mall, Ga." Jawab Aretta terpaksa.
"Jadi yang tadi itu beneran lo? Sama siapa? Selingkuhan lo, ya? si James James itu, kan?" Tuding Sagara membuat Aretta menggeram marah.
"Bukan urusan lo!"
"Jelas itu urusan gue, lo tunangan gue, Ta!" Seru Sagara sambil meremas lengat Aretta kuat.
"Shhh... Lepassh, Sakit, Saraga!" Seru Aretta berusaha melepaskan cekalan tangan Sagara, tapi usahanya sia-sia, bukannya lepas cekalan itu semakin kuat.
"Siapa dia? Selingkuhan lo?" Tanya Sagara dingin.
"Sakith, Gar, lepasin!"
"Jawab, Aretta!!"
"Namanya Nevan, temen aku!" Seru Aretta saat cekalan tangan Sagara semakin kuat pada pergelangan tangannya.
Mendengar itu Sagara melepaskan cekalannya, ditariknya punggung Aretta hingga menubruk dadanya. "Gue gak pernah tau lo punya temen yang namanya Nevan, dan dari sekolah lain. Sejak kapan lo kenal dia?"
Aretta berusaha melepaskan diri dari kungkungan Sagara, namun nihil, tenaganya tak sekuat laki-laki itu. "Temen baru, mungkin sebulan atau dua bulan yang lalu. Dia pernah nolongin aku waktu pingsan di taman kompleks. Lepas, Gar."
Aretta mendongakkan kepalanya dan melihat Sagara yang memejamkan matanya sambil menopang dagu diatas kepalanya. Ia hanya bisa menghembuskan nafas pendek."Lepas, gue mau masuk." Ujar Aretta sambil terus melepaskan diri dari pelukan Sagara.
"Buka aja, gausah lepas."
"Gue risih!"
Sagara mengambil kunci rumah yang Aretta pegang, dibukanya pintu rumah lalu ia berjalan kearah sofa tanpa melepas pelukannya, Aretta yang diperlakukan seperti itu merasa kesal. Tubuhya lelah dan butuh istirahat, tapi apa yang terjadi sekarang membuatnya mau tak mau menahan rasa lelahnya. Kini mereka duduk di sofa dengan Sagara yang tiduran dan menjadikan paha Aretta sebagai tumpuan, tangannya juga melingkar dengan santai dipinggang ramping Aretta.
"Lo kenapa sih, Gar?" Tanya Aretta lemah, energinya sudah terkuras habis. Ia sudah tidak kuat untuk sekedar memarahi laki-laki dipangkuannya itu.
"Kenapa ngehindarin gue terus? Kita udah beberapa hari gak ketemu. Lo gak pernah ke kantin, gak pernah nyamperin gue, gak pernah nemenin basket, kenapa, Ta?" Sagara mendongakkan kepalanya keatas, matanya bertubrukan langsung dengan mata Aretta.
Dengan cepat Aretta mengalihkan pandangannya, ia tak ingin tubuhnya bereaksi berbanding terbalik dengan otaknya. Dapat ia rasakan ada sesuatu yang mendorong Aretta untuk memeluk Sagara, tapi itu bukan dirinya. Ia yakin itu adalah rasa milik Aretta asli.
"Retta, gue sadar gue cuma numpang hidup di badan lo ini. Gue tahu perasaan lo gak pernah bisa berubah buat Sagara, semua reaksi diluar kendali gue, gue tau itu milik lo. Lo mau peluk Sagara? Gak bisa, Re. Lo gak boleh jatuh ke lubang yang sama. Lo udah izinin gue buat ubah jalan hidup lo, itu artinya lo harus terima apapun keputusan gue. Termasuk jauhin Sagara apapun alasannya." Aletta berkata dalam hati berharap tubuh Aretta mengerti dan mau bekerja sama.
"Jangan kayak gini Sa, lo nyakitin Zifa. Gue udah lepasin lo, gue udah menjauh dari kehidupan kalian. Tolong jangan ganggu hidup gue lagi, ayo jalanin hidup masing-masing. Gue gak mau terlibat apapun sama kalian semua, gue cuma mau hidup tenang. Tanpa lo, Zifa, atau siapapun itu." Sahut Aretta membuat Sagara segera bangun dan duduk disamping Aretta. Ia menatap manik mata coklat terang itu, mata yang biasanya memancarkan cinta kini hanya menatapnya biasa. Tidak ada lagi cinta, suka, Sagara hanya melihat banyak luka.
"Ayah sama bunda udah serahin kamu jadi tanggung jawab aku, aku harus jagain kamu, selalu disamping kamu, dan nggak ninggalin kamu. Jangan jauhin aku lagi, ya? Aku selalu ngerasa gak tenang, Ta."
"Kalo kamu kayak gini, kamu semakin bikin aku sakit, Sa. Bukan cuma kamu, tapi banyak orang bikin aku hancur. Kamu pikir aku selalu baik-baik aja? Kamu pikir aku gak pernah nangis sambil berpikir buat nyerah sama semuanya? Aku selalu nangis sendirian, Sagara. Kamu, satu-satunya orang yang aku harap bisa jadi tempat pulang setelah orang tua aku gak ada, tapi nyatanya? Kamu orang paling depan yang dengan suka rela nyakitin aku."
"Kalo kamu marah karena aku nyakitin Zifa, terus siapa yang bakal marahin Zifa karena udah rebut kamu dari aku? Kamu selalu belain dia tanpa dengerin penjelasan aku, terus siapa yang bakal bela dan dengerin penjelasan aku? Pernah gak sekali aja kamu lihat aku sebagai orang baik? Apa pernah aku nyakitin kamu, Sa? Apa pernah aku jelekin kamu? Pernah aku Hina kamu kayak kamu hina aku di depan semua orang? Dunia gak pernah adil sama aku, Sagara! Tolong jangan bikin aku ngerasa semakin hancur."
"Kalau bisa, aku mau hilang dari dunia ini. Hilang dari semua hal yang berkaitan sama kamu, rasanya aku udah gak sanggup sama semua ini. Biarin aku pergi ya, Sa. Aku janji gak akan ganggu kamu lagi."
Sagara merasa hatinya seperti ditimpa batu besar, ia tak pernah melihat Aretta menangis di depannya secara langsung. Ia tak pernah melihat Aretta membuka mulutnya untuk mengeluarkan isi hatinya. Ia tak menyangka jika Aretta merasakan kesakitan.
"Biarin aku sendiri, Sa. Biarin aku lanjutin hidup aku yang udah terlanjur abu-abu ini. Sendirian di dunia yang jahat ini mungkin lebih baik daripada hidup berdampingan dengan banyak orang yang gak sebaik itu buat hidup aku."
"Aretta, kalo aku bikang aku mulai suka sama kamu, apa kamu bakal tetep disamping aku? Apa kamu gak akan ninggalin aku?" Tanya Sagara membuat Aretta terdiam. Semua sesak di dadanya hilang entah kemana. Pikirannya melayang jauh, meski begitu otaknya masih bisa mencerna apa yang terjadi.
"Kenapa setelah aku menyerah, Sa?"
"Jangan tinggalin aku, ya?"
aretta memberanikan diri untuk menatap Sagara. Mata hitam legam yang selalu membuat ia tersesat di dalamnya, bisa ia lihat sedikit berkaca-kaca. "Jangan suka sama aku, Sagara. Aku udah nyerah, aku udah gak mau usahain apapun lagi tentang kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Penulis Novel
FantasyBagaimana jika seorang Aletta Kalira, seorang penulis novel romansa yang sedang naik daun tiba-tiba terlempar pada raga seorang gadis cantik dengan segala masalah dan problematika hidup yang tengah dilaluinya? Dan sialnya, gadis itu adalah salah sat...