Puisi Aretta

2 1 0
                                    

Pagi ini sekolah dibuat geger dengan isi mading, disana tertempel sebuah puisi yang membuat beberapa dari mereka ikut merasakan apa yang puisi itu katakan. Dan yang lebih mengejutkan adalah tanda tangan dan keterangan milik pembuat, disana tertera nama Aretta Callisha Putri.

Timira

Menatapmu yang aksa membuat mataku berempun tanpa terasa,
Perlahan Serayu memaksaku memejamkan mata,
Teringat kenangan bersamamu aku merasa Calya,
Dan ketika mataku kembali terbuka, hanya ada hampa dan sunya.

Kemana Atma-mu pergi?
Kenapa hanya ada kenangan yang Anitya?
Sandhya telah berganti Nisha,
Tapi kamu masih jauh dari sapuan Netra.

Tanpa terasa hidupku menjadi Timira,
Renjana yang pernah ada perlahan meredup,
Anila, tolong sampaikan rasaku padanya,
'Jika rasa itu masih sama, tolong kembalilah'

Karya: Aretta Callisha Putri.
Jakarta, 28 September 2023

Sagara, Riyan, dan Kevin yang baru saja datang ikut melihat apa yang menjadi topik pembicaraan semua orang dikoridoor kelasnya. Ketiganya sama-sama terkejut melihat apa yang ada disana, perasaan yang mereka rasakan sangat-sangat berbeda.

"Gila, ternyata Aretta sepuitis itu, ya? Keren banget anjir puisinya, gue sampe ikut ngerasa nyesek. Kesannya kaya bener-bener berharap semesta balikin seseorang yang sangat dia cintai sepenuh hati." Ujar Kevin membuat Sagara dan Riyan menoleh padanya.

"Gue ngerasa beda, Vin. Gue lebih ngerasa nyerah dan putus asa. Seolah Aretta lagi mempertanyakan kenapa semesta begitu jahat sama dia sampe misahin dia sama orangnya." Sahut Riyan lirih.

Berbeda dengan keduanya, Sagara merasa jika Aretta sangat-sangat mencintai orang yang ada didalam puisinya hingga membuat ia memusatkan seluruh kehidupannya pada orang itu. Dan yang lebih membuatnya marah adalah ia tahu siapa orang itu. "Kenapa dia masih memikirkan, ralat, masih terus-terusan berharap sama masa lalu-nya yang udah pergi? Ya, anggep aja orang itu udah pergi dan gak akan pernah kembali. Kenapa gak buka lembaran baru sama orang yang baru?"

Riyan menoleh, "Nyatanya gak semudah itu, Gar. Berpindah dan berproses itu gak bisa dan gak semudah membalikkan telapak tangan, apalagi disaat ada orang yang diharapkan untuk bisa mengangkat dia dari rasa terpuruknya malah jadi alasan utama dia makin ngerasa terpuruk. Sulit dan penuh rasa sakit, Gar."

Sagara menatap Riyan penuh tanya, "Lo nggak ngerasa marah atau cemburu ngeliat dia masih terjebak sama masalalunya, Yan?"

Riyan tertawa kecil, "Jelas gue cemburu, Gar. Tapi gue belum bisa maju buat bebasin dia dari masa terpuruknya, masih ada lo yang beberapa langkah didepan gue dan lebih deket sama dia. Gue harus lewatin masalalunya dan lo sebelum akhirnya bisa nyentuh Aretta, dan sayangnya gue belum bisa lewatin itu." Jawaban Riyan kembali membuat hati Sagara tersentil.
Ia segera pergi meninggalkan Riyan dan Kevin, ia berniat untuk menemui Aretta.

Sagara bergegas memasuki kelas Aretta, beberapa dari mereka terkejut melihat kedatangan Sagara kekelasnya. Tapi beberapa diantaranya sudah menebak apa yang akan Sagara lakukan. Biasanya, Sagara mendatangi Aretta karena gadis itu mengganggu atau membully Zifa.

"Aretta mana?" Tanya Sagara saat tak menemukan Aretta dibangkunya.

"Dia izin ke UKS, Gar." Jawab salah seorang laki-laki yang ia ketahui seorang ketua kelas.

"Thank's" Setelah itu Sagara pergi keruang UKS. Belum sempat tangannya membuka knop pintu, ia dikejutkan dengan tangisan seseorang dari dalam.

"Kamu bilang, kalau nanti kamu pergi aku harus rela dan ikhlas, James. Tapi apa keadaannya sama kalau yang pergi itu aku? Gimana bisa aku bilang kaya gitu ke kamu? Gimana bisa aku harus ngeliat kamu relain aku dan hidup bahagia sama kehidupanmu yang baru? Aku mau selalu ada kamu disetiap langkah yang aku ambil, James." Racau Aretta, ya, tangisan itu milik Aretta. Sagara tahu betul suara itu.

"Aku mau kita balik kaya dulu lagi, James. Aku harus gimana? Aku harus lakuin apa? Disini semuanya terasa sangat sakit, aku gak mau disini sendirian, James. Aku mau, setidaknya ada kamu buat nguatin aku."

"Kamu bilang kita bakal nikah diumur dua empat, kan? Itu sebentar lagi, James. Kita gak boleh ngelanggar janji itu, kan? Aku mau kita nepatin janji itu, James. Tapi gimana caranya? Gimana aku bisa balik? Apa kamu gak mau jemput aku disini? Aku sendirian, James!"

Sagara tidak tahan, ia segera membuka pintu itu dengan perasaan campur aduk. Saat ia masuk, benar saja, Aretta tengah menangis sesenggukan. Saat hendak berbicara, tiba-tiba matanya malah melihat sesuatu yang lain ditangan Aretta. Sebuah kanvas berukuran sedang tengah digenggam erat oleh Aretta. Sagara sedikit melihat sesuatu yang disana, sebuah sketsa wajah yang membuat Sagara kembali bertanya-tanya.

"L-lo ngapain disini, Gar?" Tanya Aretta gugup. Bahkan ia sampai mengusap air matanya dengan kasar.

Sagara menatap Aretta dingin, "Lo batalin pertunangan kita karena cowok lain, kan? Lo selingkuh dari gue, Aretta?"

Mendengar itu Aretta mendongakkan kepalanya hingga mata coklat terangnya bertemu dengan mata hitam Sagara. "Maksud lo? Gue gak selingkuh! Bukannya selama ini lo yang nyelingkuhin gue?"

"Lo pikir gue bodoh? Lo selalu nangisin laki-laki yang namanya James! Dia selingkuhan lo, kan, Aretta?!"

Aretta membelalakkan matanya, bagaimana Sagara bisa tahu tentang James? Matanya menatap Sagara yang terfokus pada lukisan yang berada ditangannya, segera ia sembunyikan lukisan itu dibalik tubuhnya.

"Bahkan lo lukis wajah dia, Aretta. Selama tiga tahun ini, bahkan gue gak tau kalo lo bisa ngelukis, bisa bikin puisi, dan bisa lakuin banyak hal yang sama sekali gak pernah terlintas diotak gue." Kata Sagara lagi.

"Itu karena lo gak pernah mau tau tentang gue, lo cuma peduli sama selingkuhan lo itu! Kalau lo lupa, semua hal tentang gue dimata lo itu buruk! Bahkan disaat gue berusaha berbuat baik pun, lo selalu nuduh gue cari perhatian! Gue gak butuh perhatian dari lo, Sagara!" Dengan nafas memburu Aretta turun dari brankar hendak meninggalkan UKS. Tapi belum sampai tangannya membuka pintu, Sagara lebih dulu menariknya hingga menubruk dada bidang laki-laki itu.

"Akhh... Sakit, Saga!"

Sagara tersenyum kecil, "Gue lebih suka lo manggil gue Saga, bukan cuma dirumah, tapi dimana pun."

Aretta mendengus sebal, dihempaskannya tangan Sagara yang menahan tubuhnya. "Lepasin gue, Gar!"

Cklek

Aretta dan Sagara sama-sama menoleh kearah pintu, mereka terkejut saat melihat Zifa berdiri didepan pintu dengan wajah yang memerah.

"Z-zifa"

Transmigrasi Penulis NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang