SETELAH Haikal menjemput Lunara, lelaki itu mengendarai motornya sekitar 30 menit sebelum akhirnya ia menghentikan laju motornya di depan sebuah rumah tua terbengkalai.
Haikal memarkirkan motornya di tempat aman lalu mereka berdiri di depan rumah itu. "Mau masuk?" tanya Haikal
"Emang boleh?" tanya Lunara ragu karena melihat garis pembatas polisi yang telah jatuh di depan rumah itu.
Haikal mengangguk lalu berjalan mendahului gadis itu.
Mereka memasuki ruangan berantakan yang dipenuhi serpihan bangunan yang runtuh. Ruangan itu terlihat seperti ruang keluarga, dengan meja kayu jati dan sofa panjang.
"Lo penasaran kan siapa gue?" kata Haikal dengan tatapan yang sulit Lunara artikan.
Dada Lunara sesak. Entah karena atmosfer rumah ini atau karena tatapan Haikal.
"Ini gue Lun, rumah ini bagian dari diri gue" lanjut Haikal.
"Mungkin wanita yang lo liat tempo hari itu orang yang selama ini gue cari. Seseorang yang sebagian dirinya juga di rumah ini"
Lunara menelusuri raut Haikal, mencari-cari apa yang sebenarnya hendak Haikal jelaskan.
"Gue gak bisa mastiin dugaan lo bener atau gak" jawab Lunara lalu berjalan melewati Haikal dan menuju ke sebuah ruangan dipojok.
Ruang makan. Dengan meja kayu berplitur dan dua kursi yang mengisi di dua sisi diantaranya. Ibu, bapak, dan kedua anaknya, pikir Lunara. Di kiri ruangan terdapat pintu kaca yang mengarah hamparan rumput liar, pintu itu membawa masuk cahaya matahari. Cahaya itu membawa perasaan aneh dalam hati Lunara. Seperti perasaan bertemu teman lama.
"Adik lo?" tanya Lunara setelah hening cukup lama.
"Kakak"
"Mungkin dugaan lo salah, sosok itu keliatan lebih muda dari lo" jawab Lunara sambil menatap kearah Haikal, lebih tepatnya kearah sosok itu.
"Dia hilang, cukup lama. Mungkin karena itu dia keliatan muda."
"Gimana kalo dugaan lo bener?" tanya Lunara.
"Kalo bener.. kita harus cari jasadnya" kata Haikal menatap mata Lunara dalam.
"Kita?" Lunara memutuskan tatapan itu, ia membuang muka memilih menatap kursi-kursi kayu itu.
"Tanpa bantuan lo hal itu mustahil Lun" ucap Haikal dengan nada putus asa.
"Sekarang juga udah mustahil, gue udah bilang sosok yang lo pikir kakak lo itu gak mau bicara, gue gak bisa lakuin apa-apa"
"Lo beda dari yang lain Lun, gue yakin lo bisa nemuin cara"
"Beda? Lo bisa nemuin banyak orang yang juga bisa ngeliat hal aneh, bahkan diantaranya punya energi yang lebih besar dari gue." jawab Lunara.
Alasan gadis itu tidak mau membantu Haikal karena energinya lemah. Jika energi yang lemah itu dipaksakan berinteraksi atau berdekatan dengan makhluk halus resikonya Lunara bisa terjatuh sakit atau ia akan menjadi raga yang selalu dirasuki arwah. Lunara jelas tidak mau hal buruk menimpa dirinya.
"Lun, cuma lo harapan gue. Keluarga gue udah menderita bertahun-tahun setelah kak Helena hilang. Gue percaya lo, sorry gue naro harapan ke lo. Gue mau jujur.." ucapan Haikal terhenti sejenak, ia menghela napas, "gue udah cari tau lo sebelumnya. Sekitar sebulan yang lalu, di perpustakaan, lo pingsan. Sejak itu gue yakin lo ngeliat apa yang gak bisa diliat orang lain. Pancaran mata lo beda, lo ngeliat ke satu titik yang menurut feeling gue emang ada sesuatu" jawab Haikal sambil menatap ujung sepatunya seperti anak kecil saat dimarahi orang tuanya.
"Lo yang anterin gue pulang?"
Haikal mengangkat kepalanya, lalu menatap Lunara bingung, "Lo ga inget?" tanyanya
Karena tidak mendengar ada jawaban Haikal melanjutkan, "lo pulang sendiri, gue cuma ikutin dari belakang karena ngerasa ada yang gak beres dari lo, tapi ternyata dugaan gue salah, lo tau jalan pulang"
Seketika Lunara merinding, "Gue gak inget apa-apa"
Kemungkinan besar dirinya dirasuki arwah di perpustakaan, tapi, mana mungkin arwah itu tau dimana rumah Lunara? Bisa berbahaya jika arwah itu ada di rumah Lunara.
"Anter gue pulang" kata Lunara seraya berjalan melewati Haikal
"Soal pembahasan kita?" tanya Haikal hati-hati.
Lunara menoleh, "gue pikirin lagi" katanya kemudian menyuruh Haikal bergegas.
Sesampainya di rumah, gadis itu buru-buru mengobrak abrik rumahnya, mencari di setiap sudut rumahnya. Terkadang arwah bisa bersembunyi di tempat-tempat tak terjangkau ataupun tempat terkotor di rumah.
Pundaknya di tepuk, Lunara terlonjak kaget. Sedetik kemudian ia menghembuskan napasnya lega setelah yang dilihatnya adalah ibunya sendiri dan bukan arwah menyeramkan.
"Cari apa?" katanya
"Bukan apa-apa bu" jawab Lunara kemudian berjalan menuju kamar
Sebelum masuk kamar ia menghampiri lagi ibunya di dapur, "bu, akhir-akhir ini ibu ngerasa suasana rumah beda gak bu?" tanya Lunara.
Karena jika ibunya merasakan perbedaan suasana seperti yang dia rasakan tandanya memang benar ada arwah di rumah ini, energi dan kemampuan ibunya lebih besar dari dirinya, jadi, pasti ibunya bisa lebih dahulu mendeteksi adanya arwah tak diundang.
"Beda bagaimana? Ibu gak merasakan apapun" jawab ibunya.
Sebenarnya Lunara merasakan aura dingin dan pengap dari rumahnya akhir-akhir ini. Aura itu juga yang membuat Lunara kurang tidur akhir-akhir ini, sampai ibunya harus memberikan obat agar gadis itu dapat beristirahat saat malam.
Syukurlah ibunya tidak merasakan apapun, yang berarti aura itu hanyalah perasaan Lunara yang lelah dan takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary of Lunara - sound of the other side . æspa [✓]
Mystery / ThrillerLunara selalu membenci kemampuannya yang dapat melihat dan berkomunikasi dengan makhluk tak kasat mata. Kemampuannya membuat ia terasingkan dari orang-orang disekitarnya. Suatu hari takdir mempertemukan Lunara dengan seorang lelaki yang dapat meruba...