Sebelum membaca ada baiknya vote dan follow aku ;)"Juli 2022, kalo lo masih inget, saat itu kita di era new normal. Saat itu Kak Helena masih kelas sepuluh. Hari itu sama aja kayak hari biasanya, Kak Helena dan gue selalu dianter bokap ke sekolah karena sekolah kita searah," Haikal menjeda ucapannya. Ia menghela nafas. Mencoba mengingat-ingat kejadian itu selalu membuat dadanya sesak.
Lunara menunggu cerita Haikal dengan sabar, ia tidak berniat menginterupsi laki-laki itu.
Haikal melanjutkan, "Seperti yang lo tau pas era new normal sekolah hanya sampai jam 12 siang. Tapi hari itu Kak Helena ngabarin nyokap kalo dia bakal pulang telat karena ada kerkom. Alhasil, nyokap cuma jemput gue. Jam terus berganti, sampe jam 5 sore nyokap mulai khawatir karena Kak Helena belum juga pulang, chat nyokap juga gak dibales sama dia. Nyokap gue ngabarin bahkan mengunjungi rumah dari temen-temen Kak Helena, mengabari guru dan pihak sekolah. Tapi gak ada yang tau keberadaan Kak Helena"
"Ortu langsung lapor polisi. Pencarian dimulai disekitar rumah, sekolah dan tempat-tempat yang mungkin didatengin Kak Helena. Tapi hasilnya, sampe sekarang gue gak tau dia ada dimana"
Lunara diam mencermati cerita Haikal.
"Apa ada kemungkinan kakak lo kabur?" Tanya Lunara hati-hati takut jika Haikal merasa tersinggung.
"Nggak mungkin. Keluarga kita gak bermasalah dan Kak Helena anak yang cukup dewasa buat bedain benar atau salah" jawab Haikal dengan begitu yakin.
"Pasti polisi udah berupaya ngelacak lokasi handphone kakak lo kan?"
"Udah. Lokasinya ada di halaman belakang sekolahnya. Maksud gue, sekolah kita" jawab Haikal.
Hal itu yang menyebabkan mengapa Haikal suka berdiam diri di halaman belakang sekolah. Ia berharap suatu saat dirinya bisa mendapat pencerahan tentang keberadaan kakaknya. Bahkan Haikal masuk ke jurusan yang sama seperti Helena.
Lunara terlihat sedang berpikir keras, ia menimbang-nimbang apakah harus melakukan metode mediasi untuk menanyakan arwah itu secara langsung. Tapi ia meragukan hal itu, karena seperti yang kita ketahui, Arwah tersebut tidak bisa bicara.
Haikal gusar melihat diamnya Lunara, "Jadi gimana?" Tanyanya setelah Lunara bergeming berdetik-detik.
Lunara berdehem, "Mungkin kita harus coba buat masukin arwah itu ke gue."
Sebenarnya Lunara masih ragu apakah arwah itu benar kakaknya Haikal. Karena setelah Haikal memberikan foto kakaknya pun Lunara tidak melihat kemiripan.
"Lo yakin?" Tanya Haikal
Lunara mengangguk, "Dengan bantuan lo juga. Boleh siapin segelas air sama plastik?" Pinta Lunara.
Haikal tidak menjawab, tetapi langsung bangkit dan mempersiapkan apa yang Lunara minta. Laki-laki itu langsung menaruh permintaan Lunara di atas meja.
"Butuh apalagi? Foto mungkin?" Tanya Haikal. Kali ini Haikal sangat sigap.
Haikal sering menonton film horror. Dimana pemanggilan arwah butuh peralatan dan bahan-bahan seperti foto, kembang 7 rupa, ataupun darah ayam kampung. Ia siap pergi ke pasar jika Lunara meminta semua hal tersebut.
"Gak perlu" jawab Lunara, "gak perlu manggil arwah itu, karena dia udah disini"
Gadis itu turun dari sofa dan duduk diatas karpet bulu berwarna hitam. Ia kemudian menepuk karpet tepat disebelahnya, menyuruh Haikal duduk di tempat itu.
Haikal mengikuti kemauan Lunara. Ia duduk dengan kaki bersila dan memperhatikan Lunara dari samping.
Lunara mengulurkan tangannya dan mengisyaratkan agar Haikal menggenggam tangannya.
"Gue butuh energi lo" ucap Lunara.
Lunara memejamkan matanya. Ia membayangkan tempat ternyaman baginya, yaitu kamarnya.
Di dalam pikirannya Lunara merebahkan dirinya di atas kasur. Lama kelamaan kepala Lunara menjadi pusing karena ranjangnya terombang ambing seperti di lautan.
Secepat jentikan jari, Lunara sudah berada di ruangan dengan pencahayaan minim tapi cukup untuknya melihat bahwa ruangan ini adalah ruang kelas. Kemudian Lunara tersadar, di kursi tengah ada sosok perempuan duduk dengan posisi tertunduk. Dengan perasaan cemas, perlahan Lunara mendekati wanita itu.
Lunara menepuk pundak wanita itu. Wanita berambut ijuk itu mendongakkan kepalanya, menatap Lunara.
Tatapan itu terasa meminta tolong, mengucapkan cerita yang pedih dan memilukan.
Perasaan mual menerpa Lunara. Ia mencoba sekeras mungkin untuk memutuskan pandangan dengan wanita itu, tapi tidak bisa.
Penglihatan Lunara mulai kabur, tetapi bersamaan dengan itu Lunara melihat beberapa gambaran. Pohon. Pohon belakang sekolahnya dan beberapa anak perempuan sedang bercakap-cakap.
"Helena.."
Dengan sisa-sisa tenaga, Lunara mencoba memanggil seseorang di pengelihatan itu. Mengharapkan jawaban dari segerombolan remaja itu. Tapi tidak ada jawaban. Sampai akhirnya Lunara terbangun dan memuntahkan seluruh isi perutnya.
Haikal menepuk-nepuk punggung Lunara. Setelah Lunara selesai mengeluarkan makanan di perutnya, lelaki itu lalu memberikan segelas air kepada Lunara.
Kepala Lunara pusing, seolah-olah ia melayang dan terombang-ambing. Lunara memejamkan matanya.
"Gue rasa 'itu' bukan kakak lo"
"Lo yakin?" tanya Haikal
Lunara mengangguk yakin, "..Gue liat kakak lo" jawab Lunara sambil menunjuk satu bingkai foto Helena.
Haikal mengernyitkan dahinya tidak paham.
Melihat itu, Lunara menghela nafas lelah. "Sosok 'itu'.." kata Lunara sambil menunjuk ruang kosong di belakang Haikal, "..penunggu di pohon belakang sekolah. Dia ngasih gue vision, di penglihatan itu ada kakak lo sama temen-temennya"
Haikal mencerna setiap kata Lunara yang sedikit terengah-engah.
"Apa itu berarti.. ada kemungkinan kakak gue masih hidup?" tanya Haikal sedikit berharap.
Lunara mengangguk kecil. Sebenarnya ia tidak yakin. Tetapi kalau berbicara kemungkinan, bisa saja masih ada harapan Helena masih hidup.
Dengan sedikit harapan itu, Haikal menghembuskan nafasnya lega. Seolah-olah ia hampir menemukan kakaknya.
Lunara menatap sosok Haikal yang sudah seputus asa itu. Sosok yang baru pertama kali Lunara lihat. Haikal terlihat seperti anak remaja lainnya, yang masih butuh bimbingan dan kasih sayang sekelilingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary of Lunara - sound of the other side . æspa [✓]
Misterio / SuspensoLunara selalu membenci kemampuannya yang dapat melihat dan berkomunikasi dengan makhluk tak kasat mata. Kemampuannya membuat ia terasingkan dari orang-orang disekitarnya. Suatu hari takdir mempertemukan Lunara dengan seorang lelaki yang dapat meruba...