Suara sorakan para penonton menggelegar di area balap. Menyemangati masing-masing jagoan mereka agar memenangkan pertandingan.
Di tengah-tengah mereka terdapat dua orang pembalap yang sudah siap untuk menancapkan gasnya.
"HAECHAN SEMANGAT!!"
"BANGCHAN GUE PASTI MENANG!!"
Seorang wanita mulai berjalan kearah tengah-tengah kedua pembalap. Dirinya membawa slayer hitam sebagai bendera.
"Siap? Satu.. dua.. tiga!" Slayer hitam itu diterbangkan bertepatan dengan kedua pembalap yang sudah menancapkan gasnya.
Haechan tersenyum miring saat lawannya mengacungkan jari tengah didepannya. "Cih, dia pikir akan menang?"
Dengan strategi yang sudah ia pakai sejak lama. Haechan membiarkan lawan nya berada di depannya. Tak ingin menyalip sebelum garis finish terlihat.
Dari kejauhan sudah tampak gerombolan orang-orang. Sudah dipastikan adanya garis finish disana. Haechan mulai memfokuskan pandangannya kedepan sana. Memberi sugesti pada dirinya agar menjadi yang pertama melewati garis finish.
Dengan kecepatan penuh, Haechan berhasil menyalip Bangchan yang lengah. Dan berhasil menjadi pemenang di turnamen kali ini untuk kesekian kalinya.
"Bestie gue emang tak terkalahkan!" Seruan yang nyaring itu berasal dari salah satu sahabat Haechan.
Haechan tersenyum sombong di hadapan para sahabatnya. Dirinya sudah biasa mendapatkan pujian-pujian seperti itu.
"Jadi, traktir kan?" Tanya Yeonjun sebelum kepalanya di pukul oleh Soobin.
"Traktiran mulu isi kepala lu." Seru Soobin jengah pada sahabatnya yang minim akhlak itu.
"Selama yang bayar tidak keberatan, gak masalah dong!" Sanggah Yeonjun.
"Tenang aja, gue traktir kayak biasa." Ucap Haechan yang dibalas tepuk tangan oleh Yeonjun.
"Itu baru bestie!" Seru Yeonjun sembari menatap sinis ke arah Soobin.
Dengan hati-hati Haechan berjalan memasuki mansion yang sudah gelap itu. Tak ada aktivitas, hanya ada beberapa penjaga disana yang sudah Haechan ancam untuk tidak cepu ke orang tuanya.
Namun baru melangkahkan kakinya ke atas tangga, suara serak milik Daddy nya membuat Haechan terpaku.
"Puas main nya boy?"
Haechan membalikkan badannya, terdapat Johnny yang berada di sofa ruang tamu yang tak jauh dari tangga.
"Hehehe, tadi echan makan dulu dad diluar." Haechan menunjukan giginya dengan jari nya yang berbentuk peace.
"Tidak minum-minum?" Tanya Johnny menyeledik.
Haechan menggeleng cepat, "No! Echan gak minum itu!"
Johnny tersenyum tipis, "good boy, sekarang bersihkan tubuhmu dan tidur."
"Daddy udah gak marah?" Tanya Haechan karena nada bicara Johnny telah ramah.
"Kiss dulu." Seru Johnny pada Haechan.
Dengan sukarela Haechan menghampiri Johnny dengan sedikit berlari. Tangannya ia rentangkan dan senyumnya yang manis ia pasangkan untuk Daddy nya.
Cup
"Sayang Daddy!"
Haechan mengecup pipi Johnny lalu setelah itu memeluk pria yang telah berumur itu. "Untungnya Mommy mu sudah Daddy tidurkan, jadi kau selamat." Ujar Johnny terus terang.
Haechan yang mengerti arah pembicaraan bergidik geli, "seperti biasa, Daddy mesum! Pokoknya Echan gak mau punya adik!"
Johnny hanya tertawa mendengarkan celotehan si bungsu. "Iya, kau tetap bungsu di keluarga Seo." Johnny mengecup pucuk kepala Haechan yang sang empunya masih betah memeluknya.
Seperti biasa Haechan menyempatkan diri untuk berkeliling sepulang sekolah. Udara dan pemandangan sore adalah teman nya ketika ia sudah lelah dengan yang namanya pendidikan.
Dengan motor kesayangan nya, Haechan mengelilingi sekitaran kota. Sampai dimana matahari telah terbenam, dan saatnya ia pulang karena waktu nya diluar akan habis. Jika ia kelewat malam, maka jatah main malamnya akan hilang.
'Eh? Itu orang?' Haechan membatin saat menangkap siluet orang yang berdiri di atas pembatas jembatan.
'anjir, mau bunuh diri kah? Wah gawat! Gue harus jadi Superman ini biar viral!'
Haechan segera menambah kecepatan agar tidak telat untuk menyelamatkan orang itu. Setelah sampai, Haechan tergesa-gesa menuruni motornya.
"Woy jangan bunuh diri! Ingat orang tua lu! Ingat masa depan lu yang belum bisa diprediksi! Jangan repot repot buat pulang duluan sebelum dijemput!" Dengan brutal Haechan menggoyangkan kaki dari orang asing tersebut. Dirinya histeris sendiri sampai membuat orang asing tersebut bingung.
Tanpa pikir panjang Haechan menarik kaki orang asing itu sampai tubuhnya tekena imbasnya karena ia menjadi alas pendaratan dari orang itu.
'anjir gini amat kena imbasnya.'
"Kau tidak apa-apa?"
Rasanya Haechan ingin menibani balik orang itu karena melemparkan pertanyaan yang sudah jelas jelas jawabannya adalah IYA.
"Ck, kau ini! Tentu saja sakit! Lagian kenapa kau ingin bunuh diri di sini? Tidak elit sekali." Omel Haechan pada laki-laki dihadapan nya.
"Kenapa kau peduli sekali?" Bukannya menjawab, tapi laki-laki itu malah bertanya balik.
"Aish pertanyaan bodoh! Tentu saja aku peduli! Karena aku punya rasa kemanusiaan yang tinggi asal kau tahu!" Sentak Haechan.
Tampak raut dari wajah lelaki beralis camar itu bingung. Seperti sedang meresap ucapan Haechan.
"Pulanglah, hari sudah gelap. Banyak perampokan biasanya di daerah sini." Ucap Haechan menakuti-nakuti.
Tanpa menunggu lama Haechan menghampiri motor nya untuk melanjutkan perjalanan pulangnya.
"Jika ingin bunuh diri jangan disini. Lebih baik terjun dari gedung agar mayat mu bisa mudah ditemukan." Ucapan Haechan itu bak salam terakhir. Karena setelah nya Haechan menancapkan gas motor nya, meninggalkan lelaki yang sempat ia tolong.
"Bunuh diri? Hah? Yang benar saja, aku hanya mencari angin disini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bouclier D'amour | Markhyuck
Fiction généraleSeharusnya Haechan biarkan pemuda itu bunuh diri saja. Harusnya ia apatis terhadap pemuda itu. Tak perlu peduli karena mereka tak kenal. Hah, dirinya yang sudah biasa bebas kini harus menerima keadaan di kekang! "GUE PENGEN KELUAR BRENGSEK!!" "Jung...