-07. Ingin mengakhirinya-

326 23 11
                                    

⚠️Harsh Word+Blood⚠️

⚠️100% fiksi

💫 Happy Reading ≧⁠▽⁠≦

                                   *                                   *                                   *

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*
*
*

Jian mengambil suatu tongkat yang ada disampingnya lalu mulai berjalan ke luar kamar.

Namun ia terjatuh..

Ia bangkit lagi lalu mengambil tongkat itu lagi, ia menabrak seseorang. Untungnya seseorang itu adalah Chenle.

Chenle menggenggam erat tubuh jian agar ia tidak terjatuh lalu mengelus kepalanya pelan, ia menarik Jian ke pelukannya dan seolah tak ingin melepasnya.

"Jian hati-hati dong kalau jalan! Memang mau ketabrak benda??" Pemuda itu berdecak kesal sambil menggaruk-garuk kepalanya.

Jian hanya bisa mengangguk-anggukan kepalanya dan membiarkan pemuda itu mengomel sendiri, sampai akhirnya ia lelah.

Melihat wajah polos Jian memang membuat hati pemuda itu tidak tega memarahinya terus-menerus, tapi jika tidak dimarahi pasti tidak akan sadar dengan kesalahannya.

"Pokoknya terserah Jian ya! Abang udah gamau ngurusin Jian lagi!!" Pria itu lalu menggandeng tangan Jian untuk ke kamarnya.

Demi Tuhan Jian sangat bosan hanya berada di kamar, ia sangat merindukan duduk di bawah pohon yang lebat sembari membaca buku novel kesayangannya.

Buku novel itu menjadi kesayangan Jian karena ditulis oleh Chenle sendiri, namun ia sedih karena semenjak ia buta dia tidak lagi dapat mengetahui alur cerita itu selanjutnya.

Pernah sesekali Jian merengek meminta dibacakan buku novel yang Chenle ciptakan, tapi Chenle selalu menolak karena malu dengan alur yang akan terjadi selanjutnya.

Judul dalam novel itu adalah Semesta, yang dimana Jian adalah tokoh utamanya dan cerita itu menceritakan keseharian hidup Jian, bukan hanya itu, cerita itu juga menceritakan tentang kesedihan yang dirasakan Chenle.

🪐🪐🪐

Disisi lain Jeno melihat ke arah jendela yang telah pecah karena ulahnya ia sendiri yang memecahkanya di jendela kamar, ia hanya bisa merenung dan tidak terasa ia menangis entah mengapa, mungkin karena terbawa suasana dan mengingat-ingat kejadian yang telah terjadi.

Jika disuruh jujur, sebenarnya Jeno sering kali merasa bersalah saat setelah ia memukul Jian, memakinya, dan masih banyak lagi.

Jeno juga sering minum obat-obatan penghilang stres karena akhir-akhir ini dia sering merasa stres, karena tugas kuliahnya yang sungguh banyak, belum lagi saat Mahendra meninggal mental Jeno benar-benar down saat itu.

Setelah merenung dengan cukup lama, dia mulai merasa bosan dan memutuskan untuk pergi keluar rumah, mencari udara segar.

Daun-daun kering berjatuhan dari atas pohon, Jeno menginjaknya dan menimbulkan suara kreek. Dia tidak tau mengapa ia senang mendengar suara itu.

Jian Semestaku [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang