-06. Jian Dan Semesta-

328 28 21
                                    

                                      🍂
❝𝔅𝔲𝔪𝔦 𝔡𝔞𝔫 𝔐𝔞𝔱𝔞𝔥𝔞𝔯𝔦 𝔞𝔨𝔞𝔫 𝔟𝔢𝔯𝔰𝔦𝔫𝔞𝔯 𝔭𝔞𝔡𝔞 𝔴𝔞𝔨𝔱𝔲𝔫𝔶𝔞, 𝔪𝔞𝔨𝔞 𝔨𝔞𝔪𝔲 𝔧𝔲𝔤𝔞 𝔞𝔨𝔞𝔫 𝔟𝔢𝔯𝔰𝔦𝔫𝔞𝔯 𝔭𝔞𝔡𝔞 𝔴𝔞𝔨𝔱𝔲𝔫𝔶𝔞.❞

Setelah tiba di rumah sakit, Jian segera diperiksa oleh dokter Jaemin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah tiba di rumah sakit, Jian segera diperiksa oleh dokter Jaemin. Jian dipasangkan masker oksigen karena ia sempat sesak nafas saat perjalanan menuju rumah sakit.

Beruntungnya cairan Naphtha itu berhasil dikeluarkan, dan tidak meracuni tubuh Jian.

Jian masih dalam kondisi sadar, matanya setengah terbuka meski semuanya terlihat gelap.

Jian hanya pasrah saat diperiksa oleh dokter Jaemin, sejujurnya Jian sangat takut dengan dokter tapi kali ini dia tidak mempunyai tenaga untuk kabur.

"Kondisinya mulai stabil kembali, mungkin besok dia sudah bisa pulang." Kata dokter Jaemin sambil tersenyum lalu melepas masker oksigen Jian.

Tak dapat diragukan lagi, dokter Jaemin adalah pria paruh baya yang sudah berumur 41 tahun, ia juga dokter yang sudah merawat Jian semenjak Jian masih bayi.

Chenle menghela nafas lega, lalu segera memeluk Jian dengan erat.

"Jian, masih ada yang sakit?" Tanyanya sambil menatap kearah Jian.

"Udah mendingan." Ujar anak itu seadanya.

Chenle mengusap kepala Jian perlahan lalu memeluknya sekali lagi.

Chenle merasa sangat bersalah karena tidak dapat melindungi Jian dari Jeno, ia mengingat kata-kata Mahendra saat memarahinya karena tidak becus menjaga Jian.

Karenanya Jian buta..

Jian tidak pantas mendapatkan kekerasan seperti ini..

"Abang.." lirih anak itu pelan.

"Ya?"

"Jian rindu kak Mahen.." ujar anak itu lirih.

Chenle hanya bisa membisu dan mengusap-usap punggung Jian, menenangkannya.

"Abang juga rindu kak Mahen, tapi Tuhan lebih sayang sama kak Mahen, Jian harus bisa ikhlas." Chenle menggenggam kedua tangan Jian lalu mengusapnya.

Jian hanya bisa diam, dia merasakan hangatnya tangan Chenle yang menggenggam kedua tangan mungilnya itu, Jian hanya bisa diam sambil menundukkan kepalanya.

"Abang, memangnya bener ya Jian itu anak haram?" Bisik anak itu di telinga Chenle pelan.

Chenle sangat terkejut mendengar pertanyaan Jian, mungkin Jian mengingat perkataan Jeno tadi. Sejujurnya lubuk hatinya sangat sakit mendengar perkataan sang adik.

Tidak seharusnya Jian mendapati julukan anak haram. Hhh..

"Engga Jian bukan anak haram! Bang Jeno hanya bercanda, Jian itu anak spesial di mata abang, Jian adalah semesta bagi abang." Lalu ia mengusap tangan Jian sekali lagi.

Jian Semestaku [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang