-12. Revenge-

304 21 25
                                    

Happy reading (⁠≧⁠▽⁠≦⁠)

Seminggu setelah kepergian sang sahabat, ia benar-benar merasa terpukul dengan kejadian itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seminggu setelah kepergian sang sahabat, ia benar-benar merasa terpukul dengan kejadian itu. Dia kembali lagi ke rumah sakit mengunjungi sang adik yang kondisinya masih tak ada perubahan

ia terduduk di ruang tunggu sambil melihat ke arah Jian yang masih nampak tertidur pulas.

Kematian Haechan itu tidak akan terlupakan di dalam hati dan pikirannya, secara tidak ia sadari itu sama seperti keinginan Haechan sebelum ia pergi.

Tuhan telah membiarkan semuanya terjadi begitu saja, alasan yang belum diketahui mengapa Tuhan membiarkannya terjadi. Namun Chenle selalu menggenggam kata-kata bahwa setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan.

Sudah berulang kali ia merasakan hal itu. Hati dan matanya tak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa ia benar-benar hancur, apa cobaan selanjutnya? Kapan ini akan berakhir?
Chenle tidak ingin kehilangan lagi

Sesekali sesuatu keinginan balas dendam muncul di benaknya. Jeno.. seseorang yang sangat ia benci kehadirannya sekarang dan dialah penyebab segalanya. Sedih, marah, dan bingung semua perasaan itu bercampur menjadi satu.

                               🪐🪐🪐

Chenle menaiki lantai paling atas rumah sakit, memandang ke bawah dengan tatapan kosong niatnya untuk melompat ke bawah semakin besar.

Namun tidak mungkin ia melakukannya apalagi ada banyak orang dibawahnya.

Saat ia termenung melihat ke arah bawah, ia merasakan hembusan nafas di belakang bahunya. Dia menoleh ke belakang untuk melihat siapakah orang tersebut.

Dan ternyata itu adalah Jeno

Perasaan yang awalnya campur aduk langsung berubah sepenuhnya menjadi emosi, Chenle mendorong Jeno dan menendang perutnya dengan keras.

"Kenapa Lo disini? Mau menertawakan kematian Haechan? Mau menyiksa Jian sampai meninggal? Jawab lo bajingan!" Emosinya tak dapat terkontrol, ia terus menendang Jeno tanpa memperdulikan ada CCTV yang memantau mereka.

"Jawab, jawab lo!!! Ga puas lo buat hidup gue kayak gini?! Kenapa ga sekalian lo bunuh gue aja? Jawab jangan diem aja!! Lo punya mulut kan???" Amarahnya terus menerus bertambah, air matanya juga mulai mengalir dari matanya.

Jeno hanya terdiam, membiarkan dirinya terus menerus ditendang, kali ini.. dia tidak membalas, air matanya juga ikut mengalir perlahan..

"Apakah seperti ini kelakuan seorang abang? Apa Lo pikir diri lo itu pantas disebut abang? Lo sadar ga sih yang lo lakuin itu salah?! Kalau mama masih hidup pasti dia malu punya anak kayak lo!! Lo denger ga?!! JAWAB!!!" Chenle mencengkram kerah Jeno lalu memukul wajahnya dengan keras.

"Maafin abang, Chenle.." Ujar Jeno dengan nada yang bergetar, ia tidak ingin membela dirinya sendiri kali ini, ia benar-benar menyesali perbuatannya.

"MAAF LO BILANG?!! setelah semuanya terjadi lo baru minta maaf?!! Mana akal sehat lo?! Bahkan lo mengulangi kesalahan lo yang kedua! Jujur, kalau gue bisa mengulang waktu.. gue bakal bawa Jian pergi jauh-jauh dari lo, dan bakal laporin semua tindakan lo ke polisi!!" Chenle berusaha mengendalikan dirinya, namun sangat sulit rasanya.., dia berhenti memukul Jeno dan pergi meninggalkannya.

Jian Semestaku [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang