04. Undangan dari MPK OSIS

1.2K 140 11
                                    

Gentar memarkirkan motornya depan rumah, ia memerhatikan sendal sendal yang ada pada rak. Hanya ada sendal miliknya, sepatu sendal milik ibunya belum terlihat. Dapat dipastikan, ibunya Gentar belum pulang kerja.

Mengenai ayahnya Gentar, beliau sedang dinas di luar kota.

Gentar menghela napas. Dia tahu jika ibunya pulang malam, maka tidak ada yang memasak. Terpaksa Gentar membelinya di luar, tapi dia harus mengajak tetangganya. Naraya Sopan Praditya.

Gentar melihat Sopan sedang menyiram di halaman rumahnya, rumah mereka bersampingan, dia langsung bersiul saat itu juga.

"Udah balik?" tanya Sopan.

Gentar mengacungkan jari tengah dengan wajah yang kesal. Ia berseru.

"Pake tanya lu! Ngapain ninggalin gue coba," cetusnya.

Sopan hanya tersenyum kecil. Dia tampak sedikit tertawa. "Gapapa, cuma iseng."

"Iseng muatamu, jancok!"

"Kasar." Sopan langsung saja mengarahkan selangnya ke arah Gentar. Dia perkecil lubang selang agar semakin cepat air yang keluar.

Gentar berteriak sembari menghindari pancuran air.

"WOY! Baju buat besok!"

Sopan terkekeh-kekeh mendengarnya, dia langsung mematikan air karna kebetulan kegiatan menyiramnya sore ini sudah selesai.

"Lo sudah makan belum?" tanya Gentar bersandar pada tembok yang hanya sepinggangnya.

Sopan menggelengkan kepalanya. "Ibu Aku belum pulang."

Gentar mendengarnya langsung menjetikkan jarinya dengan semangat. "Ayo makan geprek! Ibu gue juga belum pulang."

"Boleh, tunggu bentar ya mau ganti baju." mengingat celana Sopan sempat terkena air, jadi ia memutuskan untuk mengganti baju dulu, dan yang lebih panjang.

Gentar hanya mengangguk, ia menduduki tembok setinggi pinggangnya itu.

Gentar mengeluarkan sebungkus rokok, ia ambil sebatang dan membakar ujung tembakau itu. Dihisapnya oleh mulut dan dihembuskannya asap kebul tersebut. Gentar tampaknya menikmati kegiatan yang sudah menjadi kebiasaan sedari SMP.

Kening remaja itu mengerut. Gentar masih penasaran soal pulang tidak boleh lebih dari jam lima sore, yang diberitahukan oleh Pak Wildan tadi. Pasalnya dia benar-benar tidak tahu ada rumor seperti itu, ia hanya tau bahwa sekolah tidak boleh memulangkan anak muridnya lebih dari jam lima sore. Dan itu benar-benar dilaksanakan dengan alasan yang belum dia ketahui.

Dan Gentar rasa dari peraturan itu, tak ada cerita yang mendasari peraturan tersebut.

"Mikirin apa?" tanya Sopan yang telihat sudah siap dengan sweater birunya dan celana kain hitam pendeknya.

Gentar langsung mematikan rokoknya yang masih ada setengah batang itu. Sopan mengernyit heran. "Masih banyak, ngapain dimatiin? Sayang loh," katanya.

"Ntar lo sesek napas, ogah bawa lo ke rumah sakit," canda Gentar.

Sopan mendengus sebal. Sopan ini memang memiliki penyakit bawaan dari ayahnya, mungkin bisa dibilang gejala asma.

"Eh Pan, lu tahu gak kenapa sekolah gak ngebolehin kita netap di sana lebih dari jam lima?"

Sopan mengernyit bingung. Tangannya terulur untuk mengusap dagu.

"Setahu aku sih dulu ada kasus penculikan gitu, sampe sekarang anaknya belum ditemuin. Cuma gak tau bener apa enggaknya."

"Penculikan?" Sopan menganggukkan kepalanya.

"Kata Ibuku gitu, makanya dia kesel kenapa aku milih sekolah di sana," ujarnya.

TEROR ORGANISASI [Publish Ulang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang