034

4K 231 7
                                    

Seiring berjalannya waktu yang kian larut, satu persatu dari tiap-tiap perkumpulan mulai pamit pulang. Jumlah orang yang semula ramai menjadi semakin berkurang dan perlahan habis menyisakan dua geng yang masing-masing ketuanya telah menjadi inti pada acara kali ini.

"Bang, kapan mau pulang? Biar enak gua kasih info ke yang lain" tanya Sagara dengan ponsel di tangannya.

"Fatah biarin balik sama gua aja" sela Gilang menyahuti Sagara yang bertanya pada Fatah.

Sagara yang awalnya fokus pada hp, berubah atensi menatap Fatah yang kemudian berganti menatap Fino yang duduk tak jauh dari tempat mereka. Sagara seolah meminta pendapat Fino lewat tatapannya.

Fino yang seakan mengerti hanya menganggukkan kepalanya sekali sebelum berdiri dan berjalan menjauh sambil menyulutkan rokoknya pada korek pemantik. Asap mengepul seiring Fino yang berjalan semakin menjauh. Sayangnya Sagara tidak mendapat pesan yang Fino maksudkan. Dia tidak mengerti apa arti dari gestur singkat yang cowok itu lemparkan padanya.

Sagara kembali menatap Fatah. "Terus yang lain gimana, Bang?" tanyanya bingung.

Fatah sedikit terkekeh sebelum dia menegakkan posisi duduknya dan menjawab, "Biar Fino yang pimpin. Atau lu kan juga bisa kalo cuman tinggal pimpin jalan balik doang mah. Dah sana balik! Nanti keburu subuh, takutnya ada yang udah ngantuk juga kan kasian"

Sagara mengangguk sekilas. Dia mengetikkan sesuatu di ponselnya dan berdiri. "Yaudah ya, Bang, gua duluan" kata Sagara berpamitan. Sebelumnya, dia juga sempat beradu tos dengan Fatah dan Gilang.

"Tiati ya, Gar. Sebelum jalan pastiin dulu gak ada yang mabok! Kalo ada yang mabok, suruh nginep aja disini, besok baru pulang! Oh, titip Vico sama Sultan tuh. Mereka kalo udah jam segini bawa motornya suka gak bener, jagain ya! Koordinasiin sama Fino juga, dia udah paham kok sama dua bocah itu" kata Fatah memberikan titahnya.

"Sip. Balik ya, Bang!" pamitnya lagi untuk yang terakhir sebelum dia benar-benar berjalan pergi menuju tempat dimana motornya terparkir.

Setelah Sagara pergi, Gilang yang duduk di samping Fatah melepas tawanya. Dia tertawa geli sampai membuat Fatah mengernyit heran. "Kenapa lo ketawa gitu? Mabok?" tanyanya.

Gilang menggeleng kecil, masih dengan sisa-sisa tawanya. "Lo lucu banget dah," jawabnya singkat dan kembali terkekeh lagi.

Kedua alis Fatah semakin bertaut karena merasa bingung. "Gua kenapa?"

"Omongan lo tadi kaya ibu-ibu yang khawatir banget sama anaknya, anjir. Padahal anggota geng lo tawuran megang sajam aja bisa, masa iya jalan balik jam segini doang gak bisa. Lucu banget bangsat...." kata Gilang yang kembali diakhiri dengan tawa geli.

Fatah mendelik kesal karena merasa tidak terima dengan apa yang baru saja Gilang katakan. Dia berdecak lidah sebelum melayangkan pukulan kuat pada lengan Gilang.

Si korban hanya mampu meringis sakit sambil mengusap lengannya yang terasa nyeri akibat pukulan tersebut. "Kenapa dipukul sih?" tanyanya yang merengut kesal.

"Ya lagian omongan lo ngeselin. Mana ada gua kaya ibu-ibu? Gua selalu begitu kok. Gua yang ngajak mereka jadi itu udah tanggung jawab gua lah buat mastiin mereka aman"

"Tapi gak sampe segitunya juga deh kayanya. Gua juga gak kaya gitu banget. Pulang ya pulang aja, jalan ya jalan aja. Mereka juga udah pada gede bisa jaga diri sendiri. Tawuran aja bisa, masa gitu doang harus diajarin lagi?"

Fatah berdecak lagi. Dia melipat tangannya di depan dada dengan alis yang semakin menukik tajam. "Lo tuh gak ngerti" katanya menggeram emosi.

"Coba jelasin ke gua biar gua ngerti. Kasih tau gua kenapa lo begitu!" kata Gilang dengan suara yang melembut. Dia sedikit menggeser posisi duduknya supaya bisa lebih dekat dengan Fatah, kemudian tangannya melingkar pada pinggang pacarnya yang sangat pas untuk dia peluk.

Be Mine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang