Promise 1

631 66 6
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Manusia memang gemar berpura-pura

***

"Kiw kiw ganteng."

"Cukurukuk kuk gerruuuu."

"Madep sini dong kiw."

"Duh sombong amay bang untung cakep hehehe."

Kalau ditanya bagaimana perasaan Langit pagi ini, buruk, sangat buruk. Senin pagi indahnya hancur begitu saja hanya karena celotehan seorang gadis yang kini berdiri di depan pagar rumahnya.

Gadis dengan rambut terikat asal dan seragam SMA yang tidak dirapihkan, tas biru tersampir di sebelah bahunya, bibir yang tak henti berkicau sedari tadi masih mengulum sebuah permen karet.

"Loh belum berangkat juga, Mas?" tanya Bunda yang datang dari dalam rumah, di tangannya terlipat beberapa serbet bersih, kemungkinan baru saja di cuci.

"Takut mau keluarnya, Bun."

"PAGI TANTEEEE!!" Mau tidak mau Bunda terkekeh begitu sapaan riang masuk ke dalam indera pendengarannya. Ia lalu melambaikan tangan yang dibalas cengiran hangat oleh Nara. "Tante aku pinjem anaknya lagi yaaaa, mau nebeng sampe pertigaan depan."

"Ck." Langit berdecak kesal dan melempar malas kanebo basah di tangannya. "Bunda sih kebiasaan baikin anak orang."

"Hush kamu ini, Nara cuma minta dianter sampe pertigaan depan doang. Jangan gitu, Mas, Bunda gak pernah ajarin kamu kasar sama perempuan."

Meskipun kesal namun Langit tak bisa protes lebih, karena mau bagaimanapun ucapan Bunda akan selalu menjadi prioritas Langit. Selalu.

"Ya udah sana berangkat nanti telat sampai kampusnya." Bunda tersenyum hangat, ia mengusap sekilas kepala putra sulungnya. "Nanti Dira biar berangkat sama Ayah."

"Hm. Mas berangkat dulu." Langit pamit sambil mencium sekilas pipi Bunda. "Nanti siang arisan lagi? Jangan pulang larut kayak kemarin, Bun. Mas gak suka."

"Haduh iya-iya, kamu ini cepet cari pacar sana daripada recokin Bunda terus. Ayah aja gak komentar kok." Bunda menggeleng tak habis pikir dengan anaknya yang terlalu protektif. "Udah berangkat sana."

"Aaaa so sweetnya." Nara tersenyum degan tatapan terharu. Pemandangan yang selalu ia lihat sejak satu tahun terakhir, hubungan Ibu dan Anak yang begitu kuat.

Itu baru setengah perlakuan manis Langit kepada keluarganya. Memikirkan suatu saat nanti Nara bisa menjadi salah satu orang beruntung yang mendapatkan sosok penyayang seperti Langit sungguh menjadi jackpot besar dalam hidupnya.

Tangan Nara terkepal, yosh! Dia harus semangat menaklukkan hati batu Langit. Pokoknya Nara mau cowok yang pandai mengayomi dan penuh kasih sayang seperti Langit. Terlebih nama mereka terdengar saling berkaitan. Tuhan memang sengaja menakdirkannya untuk bersama Langit.

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang